Mengira hubungannya benar-benar berakhir, Sherly Rosalie bertemu Eric Prasaja dalam setiap persidangan. Perdebatan panas di ruang peradilan akhirnya membawa kisah cinta yang dulu padam kini berkobar. Sayang, cinta yang berkobar itu tak selamanya membara ketika satu-persatu rahasia mulai terkuak terkait sikap dingin Sherly kepada Eric.
View MoreBajingan!
Umpatan kasar ini harusnya bisa menyembur tepat mengenai sosok itu. Sayang, semua hanya tertahan di rongga dada menyisakan sebuah gumpalan sebesar bola tenis. Beruntung dia tak sampai perlu bantuan oksigen atau bantuan pijat jantung kala iris mata lentiknya menatap lurus ke arah lelaki yang mengenakan toga hitam menunggu hakim membuka persidangan. Jangan tanya bagaimana desiran darahnya mengalir sekarang, justru tidak ada kejut listrik yang mampu mendebarkan dada melihat wajah berbingkai rahang tegas di sana tak banyak berubah. Alih-alih meniti mahakarya Sang Pencipta, pulasan gincu merah Sherly mencibir, memaksa alam bawah sadarnya untuk tetap fokus.
Kliennya seorang lelaki berusia empat puluh tahunan meminta hak pendampingan hukum. Ini pertama kali dia mendampingi kalangan pencuri yang tergabung dalam jaringan curanmor. Sejujurnya, kehidupan menjadi seorang penasihat hukum tak jarang berbanding terbalik dengan hati nurani. Sering kali mereka dituntut untuk membela mereka yang salah dengan alibi-alibi yang mampu mematahkan atau meringankan putusan hakim. Bahkan lidah mereka sudah terlalu luwes untuk memperdebatkan hal di meja hijau.
Dulu, sebelum pindah ke kantor pusat HAD Law Firm yang ada di Jakarta Selatan, Sherly lebih suka mengambil kasus yang tidak berhubungan dengan para pemulung--sebuah ungkapan halus untuk mereka yang suka mencomot barang tanpa ijin. Oleh karena itu, di HAD cabang Surabaya dia dijuluki si pemilih. Sherly tak ambil pusing, bukankah pengacara berhak menolak kasus yang ada? Kenapa harus bersusah payah menerima semua kasus kalau tak sesuai dengan nurani?
Di kantor pusat, dia diseret paksa keluar dari zona nyaman atas perintah atasan yaitu menangani salah satu pelaku curanmor yang merasa diadili oleh masyarakat tanpa dasar hukum. Pria berpotongan gondrong bak preman pasar yang duduk di tengah ruang persidangan itu berpendapat kalau ada ganjaran bagi mereka yang main hakim sendiri. Namun, untuk saat ini terdakwa perlu mendengarkan secara saksama atas dakwaan pencurian motor yang merugikan korbannya.
Sherly berdecak kagum dengan opini kliennya saat pertama kali bertemu. Cerdas juga nih orang, pikir gadis itu. Orang lain kalau sudah merasa bersalah setelah melakukan tindak pidana biasanya akan pasrah saja dan menerima apa pun vonis dari hakim. Tapi terdakwa yang bernama Suwaji cerdik ketika diboyong ke kepolisian, dia juga melapor atas tindakan main hakim sendiri yang dilakukan sekitar tiga orang laki-laki. Dia bersikukuh jika mereka yang main serang seenak jidat perlu dijerat pasal agar sama-sama merasakan bagaimana rasanya menjalani kehidupan di balik jeruji besi.
Setelah hakim menyatakan persidangan dibuka, pria berbaju toga dengan bahu tegap membalas tatapan mata Sherly seraya melayangkan raut wajah sedingin kutub. Dalam hati, dia bertanya-tanya kenapa pula harus bertemu dengan perempuan pembual seperti Sherly Rosalie? Apa yang sedang direncanakan di dalam otak perempuan itu sampai berani muncul lagi setelah lima tahun menghilang? Kali ini hati siapa yang bakal diremukkan oleh sang pengacara?
Sementara dia bergulat bersama isi pikirannya sendiri, gadis di depannya berdiri lalu berjalan anggun di atas stiletto hitam mengilap mendekati meja hakim untuk menunjukkan surat kuasa sebagai penasihat hukum Suwaji. Eric juga berdiri untuk melihat surat kuasa yang sudah ditandatangani oleh terdakwa juga kartu keanggotaan Sherly.
Walau ada jarak di antara keduanya, hidung lancip Eric bisa menangkap sekelebat wewangian yang dikenakan Sherly. Aroma manis buah yang diselingi tonka dan bunga melati adalah satu kombinasi yang membuat si pemakai terkesan elegan dan berkelas. Satu garis tipis muncul di bibir mungil Eric kalau dia masih bisa menebak apa yang digunakan oleh Sherly padahal waktu sudah berlalu begitu lama. Ah, betapa sempurna memori Eric ketika merekam semua hal tentang perempuan.
Dia mendecih, masih berusaha memasang wajah serius dan pura-pura menjadi orang asing untuk menunjukkan kalau lelaki tampan seperti dirinya sudah berhasil move on. Kehilangan satu wanita seperti Sherly bukanlah apa-apa, setidaknya itu yang dikatakan oleh batin Eric. Toh, nyatanya selama ini dia juga sudah memiliki dambaan hati yang lebih cantik dan tentunya tidak bermulut sampah.
Kali ini, atas perintah sang hakim yang bernama Setyo, Eric membawa dakwaan yang berisi identitas terdakwa sampai kronologi kejadian pencurian sepeda motor yang semakin hari semakin meresahkan. Sesekali dia melempar lirikan ke arah Sherly sementara bibirnya masih saja terus membaca paragraf demi paragraf dakwaan yang berlembar-lembar.
Bukankah dia terlihat cukup hebat? Apalagi setelah lima tahun berlalu, Eric menjadi primadona di kalangan perempuan di kantor kejaksaan maupun kalangan pengacara yang pernah berhadapan dengannya. Tidak sedikit dari mereka yang mengajak Eric kencan sekadar menghabiskan waktu di malam minggu sampai mengajak tidur bersama di hotel. Anggap saja, lelaki berkulit kuning langsat itu sedang beruntung menerima berbagai tawaran untuk berbagi sandaran bagi para pencari kehangatan.
"Baik, untuk penasihat hukum apakah ada keberatan dari surat dakwaan hari ini?" tanya hakim Setyo usai dakwaan selesai dibaca penuntut umum.
Sherly mengangguk, menyorot wajah Eric seakan mengibarkan bendera perang dan berkata, "Ada, Yang Mulia. Kami ingin mengajukan eksepsi namun kami memohon waktu sekitar tujuh hari, Yang Mulia."
"Baik, kalau begitu persidangan ditunda dan akan dilanjutkan hari Selasa pada tanggal 2 Agustus 2022," ucap hakim Setyo mengetuk palu.
###
"Apa enggak ada tempat lain, hah?" suara Eric terdengar menyudutkan Sherly yang hendak meninggalkan gedung pengadilan negeri Jakarta Selatan. Dengan masih mengenakan seragam kebesaran, Eric berkacak pinggang dan menambahkan,"gue kira lo bener-bener--"
"Mati?" sela Sherly melipat tangan di dada.
"Kenapa lo datang lagi?" Eric menaikkan sebelah alis ingin menguliti rahasia apa lagi yang tengah disembunyikan oleh gadis itu.
"Kenapa juga lo kepo? Enggak bisa move on ya?" ketus Sherly tak mau kalah malah melempar tatapan meremehkan.
"Wah..." Eric menggeleng keheranan. "Makin beringas aja itu mulut."
"Udah ya, gue sibuk enggak ada waktu buat ladenin mantan," pamit Sherly, "apalagi anak mami." Dia pun berbalik arah meninggalkan Eric tanpa menoleh lagi.
Tak perlu membuang waktu lama-lama untuk kontak mata dengan manusia berstatus mantan jika Sherly tidak ingin diserang potongan kenangan bersama Eric. Padahal tadi Sherly lega ketika berdiri di hadapan hakim menunjukkan surat kuasa yang dilihat pula oleh Eric yang benar-benar menganggapnya asing. Lantas kenapa sekarang dia berbalik mengejar dirinya?
"Sher! Lo--" ucapan Eric tertahan jikalau bukan salah satu temannya memanggil untuk acara persidangan berikutnya.
Ah, kalau saja dia bisa menghentikan waktu, ingin rasanya Eric mencekik leher jenjang Sherly dan mematahkannya sekarang. Setelah lima tahun berlalu, nyatanya kepribadian Sherly berubah seperti ular. Dia tak berganti kulit, melainkan sifatnya yang benar-benar sedingin kulkas tujuh pintu. Terutama bibir bergincu merah itu berhasil memojokkan dirinya sebagai mantan gagal move on.
Tentu saja Eric tidak terima. Dia sudah move on bahkan jauh lebih baik dan bahagia menemukan gadis yang lebih menarik daripada Sherly. Dia membenarkan analoginya sendiri kalau di dunia ini tidak ada manusia yang bisa berhubungan baik dengan mantan. Tapi, kenapa beberapa teman satu kantor justru menjadi bestie forever setelah putus dengan mantan bukannya musuh abadi seperti Eric? Apa perlu Eric berguru kepada temannya agar Sherly mau membuka pintu pertemanan tanpa ada garis rasa?
Eric menggeleng tak mau melakukan hal menjijikkan seperti itu. Dia adalah lelaki tampan dengan sejuta pesona yang tak perlu memohon kepada si pembual. Sherly hanyalah segelintir perempuan rugi yang rela melepaskan lelaki yang memiliki karier cemerlang dan kaya tujuh turunan seperti Eric. Dia membalikkan badan kembali ke ruang persidangan untuk mengikuti agenda tuntutan pemerkosaan yang makin marak terjadi.
Beberapa saat ponselnya bergetar, Eric merogoh benda persegi panjang dengan logo apel di belakang kala notifikasi grup berisikan lima bujangan tampak ramai. Dia mengernyit bingung dan detik berikutnya gelombang emosi langsung memenuhi rongga dadanya. Ada sebuah foto yang menampakkan jaksa itu tengah berhadapan dengan si pengacara cantik seraya berkacak pinggang. Kontan satu foto tersebut menimbulkan reaksi kelima lelaki dalam grup W******p.
Candra : cie ketemu mantan @eric.
Jojo : oh si Sherly? Gmn, Ric? Masih bahenol kayak dulu enggak?
"Anjir, siapa sih yang nyebar ini?" gerutu Eric kesal.
Candra : dari sayang menjadi kenangan.
Eric : bacot lo pada!
"Emang udah bener kalau enggak usah ketemu Sherly. Kenapa sih dia muncul lagi?" gumam Eric melangkah masuk ke ruang sidang.
"Lo jadi kawin sama gue enggak sih?" Sherly berkacak pinggang selagi menelepon Eric yang tak kunjung datang ke acara pemberkatan. Tak menghiraukan tatapan terkejut tim wedding Organizer yang terpaksa mengatur ulang jadwal acara akibat keterlambatan Eric. Mereka masih belum terbiasa dengan cara bicara Sherly yang terkesan blak-blakan terlepas profesinya sebagai pengacara."Gue udah jamuran tahu nunggu lo dari tadi? Jadi kawin enggak?" Sherly mengulang kalimatnya sembari jalan mondar-mandir. Sherly mengaduh pelan saat Sandra memukul lengan sembari melotot. Sherly membalasnya dengan cubitan, "Kalau lo nggak cepet, gue bisa tarik—""Eh. Apaan!" Eric berseru tak mau calon istrinya membatalkan pernikahan yang sudah dinanti-nanti setengah mati. "Gue tadi ketiduran, Sorry. Ini gue udah di lift sama si Benedict.""Lima menit nggak muncul, gue kawinin aja tuh si Jojo!" ancam Sherly menyebut salah satu teman dekat Eric yang sama-sama buaya selain Candra dan Benedict. Lantas memutuskan sepihak sa
Riuh tepuk tangan memenuhi ballroom Four Seasons hotel bernuansa serba putih bagai memasuki dunia fantasi. Lampu-lampu kristal menggantung indah, memancarkan gemerlap pantulan cahaya sehingga terkesan ruangan ini berkilauan dari berbagai sudut pandang. Lantunan lagu yang dinyanyikan oleh Raim Laode yang begitu syahdu bersamaan layar proyektor menampilkan cuplikan gambar juga video ketika Barra pertama kali bertemu dengan istrinya yang satu perusahaan tambang di Papua. Pengantin yang mengenakan gaun bertema vintage dengan mode A-line memamerkan bahu putih mulus dan tulang selangka begitu menggoda. Lapisan kain brokat dan tile terlihat serasi, manalagi ada sebuah bando mutiara yang menghiasi rambut hitam perempuan yang menjadi ratu semalam. Tak perlu riasan mencolok, melainkan dandanan flawless menonjolkan pulasan eyeshadow sedikit bold dan lipstik pink. Catherine, gadis keturunan Sunda-Manado benar-benar mampu menghipnotis seluruh tamu undangan termasuk Barra yang begitu bangga dan
Hidup harus berlanjut. Setidaknya itu yang harus ditanamkan Sherly mulai dari sekarang. Membuka pintu maaf dan menulis lembaran baru bersama Eric tentang mimpi-mimpi yang tertunda. Walau awalnya mendapat pertentangan dari sang kakak sampai adu mulut, Sherly memegang teguh pendirian bahwa dia tidak mau mengulang kesalahan kedua dengan membiarkan Eric pergi dan menyakiti perasaannya sendiri. Alhasil, selama seminggu Barra enggan berbicara dengan Sherly, bahkan sekadar berpapasan di dapur pun lelaki berjanggut itu membuang muka seperti anak-anak tengah merajuk.Sherly tidak peduli, mengancam tidak akan hadir dalam pernikahan Barra. Selain itu, Sherly lebih memilih menginap di apartemen Eric daripada satu rumah dengan Barra yang kekanakan. Barra makin murka, tapi sikap keras kepala adiknya itu tidak dapat dihancurkan sebesar apa pun usahanya. Sehingga, Barra memilih acuh tak acuh atas gertakan Sherly. Sedangkan Eric merasa bersalah membuat kakak-beradik itu terpecah belah hanya karena
"Udah lama?" tanya seorang perempuan dengan gaun minim bahan yang berpotongan cukup rendah di bagian dada. Jemari lentik bercat kuku merah menyala menelusuri lengan berotot Eric. "Lo kayaknya lagi ada masalah. Gue bisa bantu lo jadi happy."Yang ditanya masih membisu, enggan menanggapi belasan wanita yang masih saja berusaha menggoda atau sekadar ingin menjadi teman bicara. Dia meneguk gelas berisi vodka, menuruni kerongkongan dan menimbulkan sedikit rasa hangat menjalari lambung. Sudut mata Eric hanya melirik sekilas tanpa minat, mengibaskan tangan memerintah perempuan molek tersebut untuk memberinya ruang. "Ck! Jual mahal amat," ketus si perempuan lalu bergegas pergi.Eric menopang kepalan dengan tangan merasakan nyeri luar biasa hingga ingin ambruk saat ini juga. Memejamkan mata sebentar untuk mengalihkan sensasi menyakitkan tersebut dan berteriak dalam hati kalau sakit ini tidak sebanding dengan hatinya yang remuk. Entah sudah berapa hari, Eric sudah lupa. Melalang buana menca
Berita tersiarnya Eveline sebagai dalang pembunuhan Sarah terkuak membuat Sherly seperti dijungkir semesta berulang kali. Tungkainya tak bertulang manakala mengamati siaran televisi yang masih saja membacakan kronologi di mana ibunya meregang nyawa. Walau objek di jalanan besar area hotel tempat kejadian perkara sengaja diburamkan, tetap saja bola mata Sherly bisa menangkap bahwa sosok terkapar di jalanan dengan darah membanjirinya. CCTV berhasil merekam sebuah mobil yang menabrak Sarah hingga tewas kemudian diakhiri adanya baku tembak dengan pelaku. Bukti ponsel berisi percakapan dengan Gatot dilanjut obrolan bersama Eveline menambah mimpi buruk Sherly. Pernyataan sang dokter bedah yang mengaku melakukan pembunuhan berencana tersebut dikarenakan sakit hati atas masa lalu yang menimpa keluarganya dulu seketika melubangi hati Sherly. Eveline berkata bahwa pernah memergoki Sarah menemui Gatot diam-diam di penjara tanpa rasa takut sehingga memunculkan rasa dendam untuk menghabisi mant
Entah harus ke berapa kali gadis malang itu mengalami betapa sakitnya sebuah kebohongan. Dadanya serasa dihujani batu-batu hingga hancur tak berbentuk, meremukkan segenap tulang belulangnya sampai menyisakan sebuah rasa dendam untuk bisa membalas apa yang sudah dilakukan Gatot kepada keluarganya. Karma? Sherly sudah tidak percaya manakala hukum sepertinya lebih tunduk kepada manusia keji itu. Ataukah ... Tuhan benar-benar selalu berpihak pada Gatot? Kenapa Dia tidak mencabut saja nyawa lelaki tak tahu diri itu untuk menerima pembalasan di alam baka?Kornea Sherly perih terlalu banyak air mata yang keluar menangisi betapa sial perjalanan hidup keluarganya. Di sisi lain, abangnya tercengang bukan main mengetahui kebenaran telah terlontar dari bibir Sherly atas kejanggalan kematian Sarah. Dia murka setengah mati hendak mengambil pisau untuk menusuk Gatot saat ini juga. Beruntung Sherly berhasil meredam amarah Barra, mengatakan kalau dia ingin mengajukan banding atas keputusan yang akan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments