Share

Bab 2

Hari telah mulai senja, Snowball terlihat lelah. Shift kerjanya juga sudah habis, saatnya dia pulang. Snowball pergi ke ruang ganti, dia melepas kostum badutnya. Keringat membanjiri sekujur tubuh dan rambut panjangnya berantakan. Setelah merapikan dirinya dia bersiap untuk pulang.

"Kau mau langsung pulang, Mia?" seorang pria menyapa gadis yang sedang berjalan cepat menuju pintu keluar.

"Ah, aku harus menjaga adikku!"

"Kerja yang bagus, Snowball! Es krim buatanmu yang paling disukai di Cafe!""

"Hey, kau itu memuji atau mengejek?!"

"Snowball itu nama yang lucu 'kan, mulai sekarang aku akan memanggilmu nama itu."

"Kau sangat menyebalkan!"

"Okey, tolong berikan ini pada adikmu!" pria yang merupakan pemilik Cafe Snow itu memberikan sekotak kue ukuran sedang.

Dengan wajah masam Mia menerima kue pemberian Adrian, "Terima kasih, Aku pergi dulu, Adrian!"

Panggilan "Snowball" terdengar manis, Mia mengingat kejadian siang tadi yang tanpa persetujuannya salah satu pengunjung cafe memberikan nama itu padanya dan berfoto bersama. Mia tahu itu hanya untuk menyenangkan hati anak kecil yang datang bersamanya.

Mia tersenyum lembut dan senyuman itu menghangatkan hati Adrian yang sejak tadi menatapnya. Mia sudah bekerja di Cafe Snow selama dua tahun. Hubungan mereka murni kerjasama antara bos dan karyawan, tapi Mia tidak tahu sejak lama Adrian sudah menyukainya.

Mia Malva Elard seorang gadis berusia 24 tahun, berparas manis dengan rambut panjangnya yang terurai. Di tangannya memegang erat kotak berisi kue dari teman kerja sekaligus Bosnya. Dia berlari kecil di trotoar jalan, tempatnya kerja tidak terlalu jauh dari tempat tujuan.

Salah satu Rumah Sakit ternama di Jakarta itu berdiri kokoh di hadapannya. Seseorang yang disayanginya ada di dalam tempat itu. Mia tersenyum saat memasuki ruangan serba putih tersebut. Mia melihat seorang gadis remaja terbaring ditempat tidur, gadis itu tersenyum ceria saat menyadari seseorang memasuki ruangannya.

Fialova Anthea Elard, gadis remaja berusia 16 tahun, meski terlihat pucat tapi tidak menyembunyikan wajahnya yang cantik. Fia terlihat senang melihat kakaknya datang.

"Fia …."

"Kak Mia, kau sudah datang?!"

Meski wajah Fia terlihat pucat, tapi gadis kecil itu selalu tersenyum ceria. Fia langsung memakan kue yang diberikan Mia dengan lahap. Mia mengelus puncak kepala adiknya dengan penuh kasih sayang.

"Makasih Kak, kuenya sangat enak!"

"Kuenya memang enak tapi kau harus pelan-pelan saat memakannya nanti tersedak." Fia menuruti nasehat kakaknya.

"Setelah makan langsung tidur ya, jangan main game terus." Mia mengambil ponsel Fia yang diletakkan di atas meja, lalu menyimpannya ke dalam laci.

"Matahari baru tenggelam, Kakak sudah menyuruhku tidur. Menyebalkan!"

"Jangan membantah, aku ingat bagaimana kau terjaga semalaman karena bermain game saat aku sedang lembur bekerja! Jadi mulai sekarang Fia harus tidur cepat!"

Fia cemberut dengan terpaksa dia mengangguk patuh, "Kak, maukah kau menyanyikan lagu sebelum tidur yang biasa dinyanyikan Mama?"

Mia mengangguk, "Baiklah, pejamkan matamu dan dengarkan nyanyianku."

Fia memejamkan kedua matanya, suara merdu Mia mulai terdengar. Lagu ciptaan Ibu mereka yang dulu sering dinyanyikan ketika mereka hendak tidur. Mia menyanyikan lagu itu penuh dengan perasaan.

Seperti dugaan Mia--Fia memang sudah mengantuk, dia hanya sengaja terjaga untuk menunggu kakaknya atau mungkin karena efek obat dia langsung tertidur.

Mia duduk disebelah adiknya. Air mata mengalir di kedua pipi Mia, dia menangis tanpa suara.

Memori empat tahun yang lalu terlintas dalam pikirannya, itu adalah hari pertama kesedihan yang pahit mulai menghampiri dirinya.

Empat tahun yang lalu hidup bagaikan sebuah dongeng. Di sebuah rumah besar dan megah--Keluarga Elard, Mia dikelilingi orang-orang yang menyayanginya ; ada Ayah, Ibu, dan Fia. Saat Ayah dan Ibunya bekerja, Mia bertugas menjaga adiknya yang saat itu masih berusia 12 tahun dan mengurus rumah. Mia sudah terbiasa mandiri, dia melakukan dengan hati senang meskipun ada beberapa pelayan yang akan siap membantunya.

Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 20 tahun, Mia mendapatkan kado terburuk dalam hidupnya, gadis itu mendapat berita tentang kecelakaan maut kedua orangtuanya. Saat perjalanan pulang dari Bandara, mobil yang ditumpangi kedua orangtuanya mengalami kecelakaan karena saat itu hujan sangat deras dan hampir disaat yang bersamaan Fia jatuh sakit. Dokter Penyakit Dalam yang memeriksanya mengabarkan kabar buruk yang membuat Mia tertunduk lemas. Di usia Fia yang masih 12 tahun, dia harus merasakan sakit seberat itu. Sirosis hati, penyakit yang mulai menggerogoti tubuh dan semangat hidup Fia.

Kesedihan tidak berhenti disitu, setelah kepergian kedua orang tuanya dan diagnosa penyakit adiknya, Mia menerima kenyataan pahit karena dikhianati oleh Paman dan Sepupunya sendiri. Harta yang seharusnya diwariskan kepada Mia dan Fia kini dikuasai oleh mereka. Mereka memaksa Mia dan Fia meninggalkan Rumah Keluarga Elard. Keluarga yang seharusnya mengayomi melepas tanggung jawabnya untuk mengurus dua anak yatim piatu itu, Mia dan Fia.

Sejak hari penuh kesedihan itu Mia dan adiknya tinggal di rumah kost. Namun semakin hari berlalu penyakit Fia semakin parah, gadis kecil itu membutuhkan pengobatan dan tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Setiap hari Mia bekerja, dari satu tempat ke tempat yang lain, dari matahari terbit hingga matahari terbit lagi. Selama empat tahun ini Mia berjuang sangat keras, setiap dia melihat Fia tersenyum rasa lelah yang dirasakannya akan menghilang dan dia akan kembali bersemangat.

'Fia … Kakak akan berjuang lebih keras lagi. Kakak berjanji!'

Itu adalah janji Mia, demi melihat masa depan bersama adiknya.

Suara pintu yang dibuka membuat Mia tersentak, seorang wanita berpakaian perawat memasuki kamar tersebut. Mia mengenalnya.

"Suster Sarah, terima kasih untuk hari ini sudah menjaga Fia."

"Sudah menjadi tugasku."

Suster tersebut melakukan pemeriksaan pada Fia, obat melalui suntik masuk dalam tubuhnya dan pemeriksaan tekanan darah. Kondisi Fia terlihat sudah stabil berbeda dengan satu minggu yang lalu saat Mia membawanya ke Rumah Sakit.

"Kau tahu 'kan memberi makanan pasien dari luar Rumah Sakit itu dilarang, tapi kenapa kau melanggar peraturan itu?" Suster Sarah melirik sisa kue di meja yang tadi dimakan Fia.

"Maaf, tapi Fia sangat menyukainya jadi aku pikir tidak masalah."

"Peraturan ada untuk dipatuhi, ini yang terakhir kalinya."

Mia mengangguk.

Suster Sarah memberikan selembaran kertas pada Mia. Lembaran bertuliskan tentang kompetisi memasak yang diadakan oleh salah satu channel tv.

"Kau harus mencoba mengikuti kompetisi itu. Tidak baik memendam keinginanmu. Raihlah mimpimu."

Tapi Mia sudah tidak menginginkan itu. Mimpinya sudah bukan hal penting lagi ketika rasa sedih yang dirasakan lebih besar. Mia hanya akan fokus mengurus adiknya, Fia adalah keluarga satu-satunya yang paling berharga.

Setelah dirasa cukup membuat Fia tertidur, Mia berpamitan pada Suster Sarah dan pergi dari Rumah Sakit, mempercayakan adiknya pada Suster baik hati.

Sarah Wijaya adalah seorang wanita paruh baya yang masih lajang, dia mendedikasikan sepenuhnya menjadi perawat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status