Share

Bab 3

Makan malam yang seharusnya dipenuhi canda tawa terlihat suram, suasana tegang terasa di meja makan Kediaman Adelard. Meski ada anak perempuan yang berceloteh tidak bisa mencairkan suasana tegang disana.

"Aku dengar siang ini kalian ke Rumah Sakit? Apa ada kabar baik?" Ibu dari Raymond dan Grayson ; Gretta Adelard menatap intens menantunya, Amayra.

Amayra gugup tidak tahu harus menjawab apa, saat itu punggung tangannya terasa hangat, Gray meremas telapak tangannya dengan erat. Berusaha menenangkan istrinya.

Gray menjawab pertanyaan Ibunya, "Hanya pemeriksaan rutin, Ma. Dokter mengatakan kepada kami kalau kami masih harus berusaha. Benar 'kan Amayra?"

Amayra mengangguk dengan cepat.

Gretta menghela nafas terlihat tidak puas dengan jawaban Gray, "Aku harus menunggu berapa lama lagi, sudah 4 tahun kalian menikah tapi kau tidak memberi apapun pada Keluarga Adelard, Amayra. Kapan kau akan memberi kami pewaris?!"

Amayra tidak bisa bertahan lama menyembunyikan emosinya, air mata luruh dari mata tanpa disadarinya.

"Apa yang Mama katakan? Mama sudah memiliki cucu yang imut seperti Nana 'kan? Dia bisa membantu menyiram taman bunga milik Mama!" Ray berusaha melunakkan suasana yang penuh ketegangan, dia mencubit pipi putrinya. Putri kecilnya itu tampak sibuk mengunyah makanan yang disuapkan oleh Ibunya--Daniela.

"Tapi anak perempuan tidak bisa membantu Kakek dan Ayahnya, Ray. Keluarga kita membutuhkan pewaris--seorang anak laki-laki dan ini seharusnya menjadi kewajiban Amayra Lennora Adelard setelah dia tahu istri dari kakak iparnya sudah tidak memungkinkan untuk mengandung lagi."

"Sudah cukup Mam!"

Gray memutus ucapan Ibunya itu dengan keras, karena setiap ucapan yang keluar sangat menyakitkan.

"Pah, katakan sesuatu?!" Gray mengalihkan pandangannya ke arah Ayahnya yang sejak tadi hanya diam. Gray berharap William Adelard, sang Ayah akan mendukungnya dan Amayra.

"Papamu tidak akan mengatakan apapun mulai dari sekarang, karena dia sudah banyak bicara selama 4 tahun ini. Apa kau ingat, demi kebahagiaanmu dan Amayra dia membatalkan perjodohan dengan gadis pilihan yang sudah disepakati. Sekarang saat kami berharap banyak Amayra tidak bisa memberikan pewaris untuk Keluarga Adelard. Aku tidak bisa bersabar lagi!"

"Mam … Itu sudah berlalu, kau sudah mulai menyukai wanita pilihanku tapi kenapa sekarang kau bersikap egois?"

"Saat kau menolak dijodohkan dan memilih Amayra, apa kau juga tidak bersikap egois? Tapi pada akhirnya kalian menikah, kalau anakku bahagia aku juga akan bahagia. Aku hanya menuntutnya memberikan seorang anak untukmu, Gray!"

Tubuh Amayra gemetar, rasa sakit dan malu secara bersamaan dirasakannya. Amayra ingin lari dari tempat itu.

"Suatu saat nanti ketika rambutku mulai memutih aku mungkin akan merasa kesepian tanpa seorang anak. Tapi aku sangat yakin hanya dengan Amayra hidupku akan bahagia. Tidak apa-apa, meski hanya kami berdua melewati hari tua bersama." Gray tersenyum menatap istrinya, namun ucapannya hanya ditujukan untuk meyakinkan Ibunya.

Amayra menatap Gray dengan tatapan haru, dia sangat beruntung karena memiliki Gray di sisinya. Dia wanita yang paling beruntung di dunia ini 'kan?

"Begitu? Jadi ini keputusanmu. Aku mempunyai syarat untuk keputusanmu itu." Gretta menatap putra keduanya, di wajahnya terlihat ada kekecewaan karena penolakan Gray.

Semua orang yang ada di meja makan tampak serius menunggu ucapan sang Nyonya Besar.

"Aku akan memberi kalian waktu satu tahun lagi untuk memberi Keluarga Adelard pewaris. Jika dalam satu tahun itu kalian tidak bisa memenuhinya. Kalian harus berpisah! Itu syaratnya agar kau bisa melewati hari tua bersamanya, Gray!"

Malam itu serangan tak kasat mata sudah menghancurkan hati Amayra. Dia pergi dari tempat itu, dadanya terasa sesak, mengabaikan teriakan Gray yang memanggilnya. Amayra menangis keras bersamaan dengan air hujan yang mulai membasahi sekujur tubuhnya.

*

Di langit yang tampak gelap, kilat dan petir bersahutan. Hujan semakin deras. Di Kediaman Adelard, Gray berdiri di ruang tamu terus mencoba menghubungi seseorang dengan ponselnya. Saat Amayra meninggalkan meja makan sambil menangis, Gray menyesal tidak mengejarnya tadinya dia ingin memberikan waktu pada istrinya untuk menenangkan diri tapi Amayra tidak kunjung kembali ke rumah dan hari bertepatan hujan deras semakin membuat pria itu cemas.

"Dia tidak mengangkatnya! Amayra dimana kau!?"

"Tenanglah Gray, mungkin dia sudah pulang ke rumah kalian." Daniela mencoba menenangkan adik iparnya, dia juga mencemaskan Amayra karena Amayra adalah sahabatnya.

"Amayra pasti sudah pulang dan tidur dengan nyenyaknya. Sangat tidak sopan, seharusnya dia berpamitan kepada kita." Gretta menghela nafas.

Setiap pasang mata langsung menatap Gretta dengan berbagai macam reaksi. Gray tidak pernah mengira Ibunya sendiri bisa mengatakan perkataan setajam seperti itu tentang istrinya. Dia meninggalkan rumah tanpa mengucapkan apapun.

"Kalian lihat sendiri, putra kesayanganku yang dulu sangat manja kini sudah tidak menyayangiku. Dia sudah dipengaruhi Amayra!" Setelah mengucapkan kalimat itu Gretta pergi dari hadapan suami, anak dan menantunya.

William, sang kepala Rumah Tangga hanya bisa menghela nafas melihat perilaku istrinya. Sejak dulu Gretta memang tidak menyukai Amayra, perempuan itu berasal dari kalangan bawah yang tidak jelas asal usulnya karena Amayra berasal dari Panti Asuhan.

*

Di bawah rinai hujan deras, mobil Gray melaju dengan kecepatan sedang, kedua matanya fokus melihat sekitar mencari sosok sang istri. Dia takut terjadi hal buruk pada Amayra.

"Amayra, dimana kau?!"

Sementara itu seorang gadis berlari menyusuri jalan yang tampak lengang. Sepulang dari Rumah Sakit, Mia bermaksud pergi ke tempat kerjanya yang lain. Cuaca buruk menghambat perjalanannya ke tempat kerja. Dia mengabaikan dirinya yang basah kuyup.

Hujan semakin deras, pandangan mata pun juga mulai terbatas. Saat gadis itu menyeberangi jalan bertepatan sebuah mobil melaju kearahnya dan kecelakaan tidak terhindar lagi. Meski hanya kecelakaan kecil namun cukup mengejutkan Gray. Pria itu keluar dari mobil, dia melihat gadis yang ditabraknya berlutut sambil memegang kakinya.

"Maafkan aku. Apa kau terluka?!"

"Sangat sakit!" Mia meringis kesakitan, dia memijat kakinya perlahan.

"Kakimu terkilir, masuk ke mobil aku akan memberimu obat!"

"Tidak perlu, aku harus ke tempat kerja, aku sudah sangat terlambat!"

"Jangan keras kepala! Cepatlah, aku juga terburu-buru sekarang!"

Dengan susah payah Mia berdiri, Gray membukakan pintu mobil untuknya. Mia merasa tidak enak hati karena akan membuat tempat duduk mobil itu basah.

"Tapi aku akan mengotori mobilmu kalau aku masuk ke dalam."

"Jangan membuang waktu lagi, atau kau ingin aku mendorongmu untuk masuk ke mobilku?!"

"Baik, aku masuk!" Mia yang ketakutan langsung masuk ke dalam mobil, setelah itu Gray ikut masuk dari pintu yang lain.

Gray mengambil kotak obat yang sudah tersedia disana. Saat pandangan mata saling bertemu, untuk sesaat Mia melupakan rasa sakit pada kakinya. Mia mengenal paras pria disampingnya karena derasnya hujan tadi di luar membuat hampir tidak bisa mengenali wajah orang didepannya.

Seperti Mia, Gray juga merasakan itu.

Gray mengenal gadis di depannya, gadis pilihan keluarganya, gadis kesayangan Ibunya. Meskipun Gray menyayangi keluarganya tapi cintanya pada Amayra tidak bisa diabaikan. Bukan karena kecantikan dan hartanya. Mia memang berasal dari bibit, bebet, bobot yang baik dan dia juga gadis yang cantik. Gray, pria normal yang tertarik dengan keindahan itu tapi hanya saja hati sudah ditempati oleh Amayra.

Pria itu juga tidak pernah menyalahkan kehadiran Mia. Bisa dikatakan, Gray sangat menghargainya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status