Tiga bulan kemudian. Amel terbangun dengan senyum bahagia, melihat cincin yang melingkar dijarinya. Semalam Sandi telah melamarnya dan mereka akan melangsungkan pernikahan bulan depan. Kedekatannya dengan Sandi selama ini bisa membuat Amel membuka hati. Walaupun Sandi ke butik hanya seminggu dua atau tiga kali, tapi itu membuat mereka sering ketemu dan saling nyaman. Dua bulan yang lalu, Sandi menyatakan perasaannya kepada Amel, tanpa di sangka Amel menerimanya. Kala itu, Amel bilang kepada Sandi jika dia serius Amel ingin segera menikah, daripada harus pacaran berlama-lama. Sandi setuju dengan Amel, karena usia Sandi yang juga sudah matang dan Sandi sudah yakin kepada Amel. Dia berjanji akan segera melamarnya, dan tadi malam Sandi menepati janjinya. Dia membawa hampir semua keluarganya datang ke rumah Amel dan melamarnya. Acara berlangsung lancar dan sudah ditetapkan satu bulan lagi mereka akan menikah. Hubungan Amel sendiri dengan orang tua dan adik Sandi baik, mereka sudah saling
Sandi melajukan mobilnya menuju butik. Setelah kejadian saat berpamitan tadi, Sandi dan Amel tidak terlihat bicara, mereka diam saja. "Mel," "Mas," Ucap mereka bersamaan. "Kenapa, Mel, kamu dulu aja," ucap Sandi. "Apa masih jauh, kok nggak sampai-sampai?" Tanya Amel padahal hatinya ingin menanyakan hal lain. "Sebentar lagi, di ruko jalan merpati itu lho ruko kita. Kamu tau kan?" jelas Sandi dan bertanya kepada Amel letak ruko. "Oh, iya, Mas. Mas mau ngomong apa tadi?" "Nggak jadi, Mel," Sandi tersenyum melihat Amel. Keadaan di dalam mobil kembali sunyi, Sandi mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. *** Di tempat lain, persahabat Ipul, Yana, Gilang, dan Supri tidak membaik. Mereka kini terlihat asing satu sama lain. Tapi untuk menyapa Supri mereka masih mau, tidak dengan yang lain. Mereka masih mau berteman dengan Supri karena mereka tidak ada yang tahu perasaan Supri terhadap Amel. Yang mereka tahu Supri berpacaran dengan Eni. Entah apa jadinya jika mereka tahu peras
Aryo berpamitan dulu karena masih ada kepentingan. Amel dan Sandi juga sudah berada di dalam mobil Sandi, mereka akan menuju rumah Aryo. Sebenarnya Sandi juga sudah tahu rumah Aryo hanya saja untuk mengambil barang-barang memang perlu Amel yang masih saudara Aryo. Di dalam mobil mereka hanya diam saja, tidak ada yang mau membuka obrolan lebih dulu. Amel duduk di samping Sandi, Sandi yang meminta itu. Tadinya, Amel mau duduk di belakang tapi Sandi bilang dia seperti supir. Akhirnya Amel mengalah dan pindah ke depan. "Pak, bisa mampir pom bensin dulu. Saya ingin ke toilet," pinta Amel tanpa menoleh ke Sandi. "Boleh, kebetulan di depan ada pom bensin," ucap Sandi lalu menuju pom bensin. Mobil yang Sandi kendari belok ke pom bensin, berhenti di dekat toilet. "Saya ke toilet dulu, Pak," ucap Amel lalu keluar dari mobil. Sandi mengangguk dia juga keluar dari mobil dan menuju mini market. Dia membeli beberapa minuman dingin dan cemilan. Sandi menenteng kantung kresek dan menyimpanny
Pagi itu, Amel sedang bersiap-siap, dia merias wajahnya dengan sentuhan bedak tipis. Amel terlihat cantik, dia menggunakan kemeja berwana pink dipadukan dengan hijab berwarna hitam dan menggunakan rok panjang hitam. Amel terlihat begitu anggun, dia tidak seperti biasanya yang menggunakan celana panjang."Cantik sekali putri ayah ini," puji Pak Edi memuji Amel karena dimatanya hari ini terlihat segitu anggun."Emang biasanya Amel nggak cantik, Yah?" kesal Amel. "Hari ini kamu beda, Sayang. Oya, Om Aryo jemput kamu?" "Nggak, Yah, Om Aryo sedikit telat. Amel di suruh datang duluan ke cafe biru,""Kamu janjian di cafe biru? Bareng ayah saja kita searah," pinta Pak Edi tersenyum."Sarapan sudah siap, lagi ngobrolin apa sih tumben aku," ucap Bu Dina yang baru datang dari dapur membawa beberapa hidangan. "Aku bantu siapin, Mah, Mama duduk aja," Amel melangkah ke dapur mengambil beberapa makanan yang sudah siap. Setelah semua siap, mereka menikmati sarapan pagi itu dengan tenang. Hanya su
"Ada masalah mukamu kusut, ledek seseorang itu."Maaf, Pak, anda hanya duduk, kenapa anda mau tahu urusan saya," kesal Amel."Kita nggak lagi dalam bekerja, panggil saja Sandi, nggak usah Pak, umur saja juga belum tua-tua banget," jelas Sandi.Ya, seseorang itu Sandi, cowok yang selalu bikin Amel kesal saat ketemu."Aku bisa dengerin curhat kamu," lanjut Sandi."Dih, anda nggak akan paham, bikin kesal saja," ucap Amel lalu pergi begitu saja. Sandi hanya menatap tersenyum melihat kepergian Amel.Akhirnya, Amel memutuskan pergi ke rumah Eni. Dia memang butuh teman curhat.Beruntung Eni ada di rumah dan belum berangkat karena rencananya dia akan keluar. ***Setelah dari rumah Amel, Ipul duduk di balkon kamarnya. Dia sadar, kebersamaannya selama ini dengan Amel membuat Amel kecewa. Sekarang dia akan belajar ikhlas untuk melepas Amel. Dia yakin suatu saat dia akan disatukan lagi dengan Amel. Di tangannya, dia memegang album foto yang berisikan fotonya dengan Amel. Ipul senang memotret m
Waktu cepat berlalu, sudah satu bulan ini semua sudah berjalan normal, Gilang sudah masuk kerja kembali, tapi tidak dengan hubungan persahabatan mereka. Hubungan mereka menjadi kacau. Santi juga tidak mendapatkan Ipul, sikap Ipul menjadi cuek kepada siapapun. Sementara Yana hanya dekat saja tapi tak juga bisa memiliki Amel. Amel menutup hatinya, Amel selalu bilang dia belum siap untuk pacaran lagi. Yana dan Gilang sudah pernah mengungkapkan isi hatinya tapi tak ada yang Amel terima. Amel masih mau berteman dengan mereka tapi tidak untuk pacaran. Terlihat beberapa kali Amel jalan dengan Yana, bahkan pernah juga dengan Gilang. Rasa cemburu dalam diri Yana dan Gilang membuat mereka juga enggan dekat satu sama lain. Mereka sekarang sudah seperti musuh. Sedangkan Supri, dia memilih membuka hatinya untuk wanita lain, yaitu Eni. Seringnya pertemuan mereka membuat keduanya memiliki rasa. Supri juga sudah jujur tentang jika dia suka Amel kepada Eni, tapi Supri berjanji sedang berusaha melupaka