Share

7. Mengobati luka pria menakutkan

Lima tahun kemudian.

Setelah Gustav di usir dari rumah sakit, semenjak itulah Gustav sama sekali tidak pernah menampakkan diri lagi di hadapan Grace. 

Kenzo Rayyanza, Grace menamakan putranya dengan nama yang baik seperti harapannya. Kini Grace juga sudah kembali lagi menjadi seorang dokter setelah tiga tahun ia melanjutkan pendidikan S3nya dibantu oleh manager di tempat ia bekerja. 

"Maaf, jam tugas saya sudah habis dan sebentar lagi akan digantikan oleh dokter lain yang bertugas nanti, tapi tunggu sekitar pukul tujuh malam jika anda bersedia menunggu," kata Grace begitu ramah ketika seorang pasien tiba-tiba masuk ke ruangannya begitu saja, padahal Grace sudah selesai memeriksa dan sudah hampir siap-siap pulang.

"Kau pikir orang terluka harus menunggu sampai pukul tujuh malam? Sementara sekarang baru pukul tiga sore? Apa kau makan gaji buta! Tidak ada empati terhadap orang yang kesakitan?" bentak laki-laki tersebut yang terlihat kesal dan marah.

"Maaf. Jadi, apa yang anda keluhkan?" tanya Grace yang mencoba tetap sabar. Meski sebenarnya ia ingin merekomendasikan laki-laki itu untuk pergi ke IGD supaya ada penanganan, tetapi ia memilih untuk mengalah. Sehingga ia sendiri yang memeriksanya.

"Apa kau tidak lihat darah yang dari tadi terus mengalir di lengan saya? Segera obati!" ucap dingin laki-laki itu yang terlihat seperti laki-laki arogan.

Grace menghela napas cukup panjang sebelum akhirnya ia mengangguk dan segera memegang lengan pria tersebut. Kemudian Grace mengambil beberapa peralatan untuk menjahit luka laki-laki itu yang sepertinya akibat terkena luka tembak.

"Silahkan anda duduk di sana," kata Grace sembari menunjuk ke arah ranjang rumah sakit yang ada di ruangan Grace.

Tanpa mengangguk ataupun mengatakan apapun, laki-laki itu langsung berjalan begitu saja dan duduk di ranjang yang Grace sarankan.

"Bagaimana bisa anda terkena luka tembak, Tuan?" tanya Grace hati-hati ketika melihat luka laki-laki itu yang seolah seperti sebuah luka yang diakibatkan oleh sebuah peluru.

"Diam! Kau hanya seorang dokter, jadi tidak perlu tahu apa-apa. Tugasmu hanya mengobati, bukan menanyakan hal yang privasi!" bentak laki-laki itu dengan nada kasar.

Pada akhirnya Grace memilih diam dan terus fokus mengobati luka sang laki-laki angkuh itu. Grace menduganya jika laki-laki itu bukan orang yang baik. Terlihat ada beberapa bekas luka tembak juga yang Grace lihat. Sedikit takut tapi sebisa mungkin untuk tidak ikut campur.

"Sudah," kata Grace lalu membereskan semua alat yang baru saja untuk mengobati luka laki-laki itu.

Laki-laki itu mengangguk dan memberikan selembar kertas yang ternyata sebuah cek yang sudah terisi angka dengan jumlah yang tidak wajar.

"Apa ini, Tuan?" tanya Grace yang kebingungan ketika menatap sebuah cek yang berisi angka yang cukup fantastis.

"Bayaranmu, karena sudah mengobati lukaku," kata laki-laki itu yang masih terlihat dingin dan ketus.

"Maaf, saya tidak bisa menerima itu," kata Grace yang menolak akan cek itu. Ia tidak mau menerima uang yang tidak wajar. Ia hanya mengobati luka pemuda itu dan tentu saja bayarannya tidak sebanyak itu. 

Pemuda itu tersenyum sinis dan seolah mencibir wanita yang ada di hadapannya. Biasanya semua wanita selalu gila uang, tapi nyatanya ia sedang bertemu dengan wanita yang tidak biasa. Tidak mau menerima uang sebanyak itu entah apa alasannya.

"Lalu aku harus membayar berapa?" tanya pemuda itu dengan angkuhnya.

"Tidak perlu bayar, saya akan menuliskan resep obatnya dan silahkan tebus obatnya di depan sana," kata Grace yang tidak ingin berlama-lama terlibat percakapan dengan pemuda yang tidak jelas itu. Ia hanya takut jika pemuda itu merupakan seorang buronan. Sehingga tidak ingin terlibat apapun. 

Pemuda itu diam-diam menatap wajah Grace. Mengamatinya dengan seksama lalu berakhir dengan senyum menyeringai.

"Ini resep obatnya, semoga lekas sembuh," kata Grace sembari memberikan resep obat itu kepada pemuda yang kini terlihat bengis.

Tapi, bukan langsung pergi. Pemuda itu justru mengeluarkan sesuatu dari celananya. Lalu menyodorkan ponselnya ke hadapan Grace.

"Catat nomor ponselmu, karena aku sewaktu-waktu akan membutuhkanmu," ucap pemuda itu dengan tatapan tajam.

Grace terhenyak, kemudian sembari tersenyum ia perlahan mendorong ponsel pemuda itu.

"Maaf, itu hal yang sangat privasi. Saya tidak bisa menyerahkan nomor ponsel saya ke sembarang orang," ucap Grace sebisa mungkin tetap ramah.

Tapi siapa sangka, pemuda itu justru mengeluarkan sebuah pistol dan langsung menghunuskan pistol itu ke kepala Grace. 

"Turuti atau mati! Aku tidak suka memohon, jadi cepat tsegera catat nomor ponselmu!" bentak pemuda itu yang terlihat begitu kejam.

Dengan gemetar, Grace segera meraih ponsel pemuda itu dan mencatatkan nomor ponselnya ke dalam kontak ponsel milik sang pemuda.

"Su.. sudah," kata Grace yang sedikit ketakutan.

Pemuda itu lalu menyeringai puas.

"Bagus, kau akan menjadi dokter pribadiku, aku akan banyak membutuhkanmu, dan terima ini sebagai wujud bayaranmu," ucap pemuda itu sembari meletakkan cek yang tadi sempat di tolak oleh Grace. Kemudian ia bergegas pergi meninggalkan ruangan Grace.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
amysikecil
bagus, lanjutkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status