Mag-log inClara duduk di sudut kamarnya yang remang-remang, menatap pergelangan tangannya yang masih terbalut gips putih. Rasa nyeri yang berdenyut di tulangnya tak sebanding dengan rasa malu yang membakar dadanya. Ia tidak pernah dihina seperti itu seumur hidupnya—diusir dan diancam di depan wanita yang paling ia benci."Kau pikir kau sudah menang, Grace?" gumamnya dengan nada berbisa.Clara meraih ponselnya. Ia teringat sebuah rumor yang pernah ia dengar dari relasi bisnis ayahnya di masa lalu tentang keluarga Luxe. Sebuah marga yang identik dengan kekuasaan gelap, namun juga penuh dengan musuh yang haus darah. Setelah melakukan pencarian cepat di jaringan gelap yang ia akses lewat kenalan lamanya, ia mendapatkan sebuah nomor internasional.Panggilan itu tersambung. Suara di ujung telepon terdengar berat dan dingin, seolah datang dari dasar jurang."Aku punya informasi tentang Michael Luxe," ucap Clara tanpa basa-basi. Suaranya tidak gentar, justru penuh dendam yang meluap.Hening sejena
Keluarnya Mike dari pintu depan rumah Grace meninggalkan keheningan yang menyesakkan. Grace menyandarkan punggungnya ke sofa, matanya terpejam rapat. Baru saja ia merasa hidupnya mulai tenang di kota ini, namun bayang-bayang masa lalu melalui Clara dan ancaman masa depan melalui Mike datang secara bersamaan. "Duniaku benar-benar jungkir balik," gumamnya pelan. Grace bangkit dan melangkah menuju kamar Kenzo. Dilihatnya sang putra tertidur pulas dengan sisa senyuman di bibir mungilnya. Kenzo tampak begitu bahagia setelah bermain dengan Mike—sebuah pemandangan yang menyayat hati Grace. Bagaimana bisa anaknya merasa begitu nyaman dengan seorang pria yang jelas-jelas berbahaya? *** Keesokan harinya di rumah sakit, fokus Grace berantakan. Ia berusaha profesional, namun setiap kali pintu otomatis di lobi terbuka, jantungnya berdegup kencang. Ia terus waspada, takut jika polisi datang untuk menginterogasinya, atau justru Mike yang muncul dengan cara tak terduga. Saat jam istiraha
"Calon daddy?" tanya Kenzo yang memperlihatkan raut kepolosannya.Mike langsung mengangguk, berbeda dengan Grace yang tampak menggigit bibir bawahnya. Merasa kesal dan marah akan sikap Mike yang begitu keterlaluan.Grace segera berjongkok di hadapan sang putra kecilnya. Ia tersenyum sembari mengusap lengan Kenzo dengan pelan."Nak, kamu masuk dulu, ya. Minta sus Liana untuk menemanimu tidur, okay?" Grace mencoba membujuk Kenzo untuk segera pergi meninggalkan dirinya dan Mike. Supaya ia bisa segera mengusir Mike dari rumahnya. Ia sudah tidak tahan akan Mike yang sangat menyebalkan."Tidak mau! Aku ingin berkenalan sama calon daddy aku! Aku ingin bermain sama dia, boleh ya?" Kenzo justru menolak perintah Grace. Hal itu membuat Mike semakin terkekeh merasa menang. Sementara Grace merasa geram dan ingin sekali memaki Mike detik itu juga.Grace berdiri dengan raut kesal. Lalu membiarkan Kenzo bermain dengan Mike meskipun dengan keterpaksaan."Tapi sebentar saja," ucap Grace dengan raut ket
Hati Grace semakin bergemuruh. Merasakan kesal serta amarah yang memuncak. Bagaimana bisa Clara dengan entengnya hendak mengambil Kenzo darinya. Apa dia tidak memiliki muka? Guztav sudah dirampas, dan sekarang Kenzo? Tidak, Grace tidak akan pernah mengizinkannya.“Apa kamu gila! Apa belum puas kamu rampas Gustav dari aku? Dan membuatku menderita selama ini karena perbuatan kamu? Sekarang kamu mengambil anakku? Siapa kamu?” bentak Grace yang tak peduli jika Clara dulu pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Baginya, kini Clara merupakan iblis yang berwujud manusia.Clara hanya tersenyum angkuh. “Karena kau sudah membuatku muak, Grace. Kau sudah membuatku benci! Kenapa kau tidak mati saja. Selama kau masih hidup, kau akan tetap selalu menjadi benalu!” bentak Clara yang tak kalah sengit.“Benalu? Kamu bilang aku benalu? Apa kamu tidak memiliki kaca? Aku bahkan sudah pergi jauh dari kalian dan sama sekali tidak peduli akan hidup kalian. Lalu dimana letaknya aku bisa dikatakan se
Sore hari sepulang dari kerja, Grace langsung menuju ke sebuah restoran yang sedikit jauh dari kota. Restoran mewah yang ada di sebuah hotel bintang lima di kawasan puncak. Hal itu dikarenakan laki-laki yang sempat ia obati akibat luka tembak itu kembali mengusiknya. Lantas membuat Grace mau tidak mau mengikuti perintahnya.Sesampainya di sana, Grace langsung menuju ke private room. Ruangan khusus yang sudah dipesan oleh seseorang yang mengajak Grace bertemu. Grace mengedarkan pandangannya, dan ternyata laki-laki itu sudah berada di sana dengan beberapa pria gagah berwajah menakutkan. Semua terlihat menyeramkan saat itu, termasuk laki-laki itu.Melihat Grace sudah datang, laki-laki itu berdiri dan segera mendekati Grace dengan seringai menakutkan.“Selamat sore, Nyonya Grace,” sapa laki-laki itu.Grace hanya mengangguk, tidak berani menatap langsung wajah pria bengis itu. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa pria itu mengajaknya bertemu, sampai-sampai jika ia tidak datang maka Kenzo aka
Grace sudah kembali ke rumahnya, sesampainya di rumah langsung disambut oleh sang putra yang kini ditemani oleh seorang suster yang selama ini merawat Kenzo."Mommy," teriak Kenzo yang langsung menyambut kepulangan sang ibu."Hey." Grace pun membalas pelukan Kenzo sembari menciumi wajah sang putra kecilnya."Bagaimana sekolah kamu tadi?" tanya Grace kemudian melepas pelukannya dan berdiri sembari menggandeng tangan kecil sang putra dan berjalan masuk menuju ruang tengah."Seru mom, aku punya teman baru. Aku juga diajari cara membuang sampah sama cara merapikan barang-barang yang berantakan, pokoknya seru deh," cerita Kenzo ketika mengingat kegiatannya saat di sekolah. Grace tersenyum bangga sembari mengusap kepala sang putra kecilnya yang kini semakin pintar dan tambah akal. "Sudah makan?" tanya Grace."Sudah tadi sama sus Liana," sahut Kenzo yang kini meraih pesawat mainannya. Mereka pun duduk di sofa ruang tengah. Kenzo asyik dengan mainannya sementara Grace sibuk melepas sepatu







