Share

14

Author: Ipak Munthe
last update Last Updated: 2025-07-29 16:08:04
Tangan Sofia dilepaskan oleh Bima begitu mereka masuk ke dalam kamar.

Kali ini, Sofia tak lupa menguncinya. Dia tidak ingin ada yang masuk seenaknya seperti sebelumnya.

Ia menoleh dan mendapati Bima duduk di sofa, memantik rokok dengan ekspresi yang sulit dibaca.

Sofia memperhatikan pria itu. Ada sesuatu yang terasa asing. Ia mulai menyadari, mungkin hidup Bima dipenuhi lebih banyak rahasia, bahkan bisa jadi lebih kelam dari hidupnya sendiri.

"Bima… boleh aku tanya sesuatu?" ucap Sofia hati-hati.

Bima menatapnya. Sorot matanya tajam, menusuk. Tidak seperti biasanya.

Sofia refleks meneguk ludah. "Biasa aja kali! Nggak usah gitu banget ngeliatin aku!" gerutunya, berusaha menutupi kegugupan.

Ia pun duduk di sofa, tepat di sebelah Bima.

"Kamu juga punya masalah besar, ya? Atau jangan-jangan… masalahmu jauh lebih besar daripada masalahku?" Sofia menatapnya penuh selidik.

Namun Bima tetap diam. Tak satu kata pun keluar dari mulutnya, seolah pertanyaan tadi tak pernah ada.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   56

    "Nih," Bima memberikan secangkir teh hangat. "Baik banget," kata Sofia sambil mengeluarkan tangannya dari selimut tebal yang menutupinya. "Makasih ya," tambahnya sambil cengengesan. Bima kembali duduk di sofa dengan selimut tebal juga.Sepertinya setelah bermain hujan-hujanan cukup membuat keduanya keinginan. "Tapi kamu nggak naruh racun di minuman ini, kan?" tanya Sofia tajam. Baru saja Bima duduk, tapi saat mendengar ucapan itu, ia langsung bangkit dan berjalan mendekati Sofia. "Kembalikan!" kata Bima. "Hehehe..." Sofia nyengir kuda sambil menggelengkan kepalanya. "Kembalikan!" kata Bima lagi, kali ini dengan tegas. "Aku bercanda, ish... serius banget sih?" balas Sofia. "Itu menuduh!" jawab Bima kesal. "Aku bercanda," ulang Sofia sambil berusaha menjauhkan cangkir di tangannya. Bima ikut naik ke atas ranjang dan mencoba mengambilnya. Tapi Sofia berusaha keras mempertahankannya. Ia keluar dari dalam selimutnya, dan karena terlalu banyak bergerak, teh pun tumpa

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   55

    Sesampainya di dalam kamar, pintu langsung tertutup dan Bima menguncinya. Sofia berdiri di tengah kamar dengan tubuh basah kuyup, menunggu Bima masuk. Bima yang baru menutup pintu, meneguk saliva tanpa sadar. Pemandangan Sofia dengan rambut dan pakaian yang menempel di tubuhnya membuatnya sulit mengalihkan pandangan. "Mas, Sofia mau ngomong!" ujarnya tegas. Sejak di taman sampai sekarang, pikirannya hanya berputar pada satu hal—ini harus dibicarakan. "Ngomong aja," sahut Bima santai. "Pokoknya aku nggak mau ada adegan kayak tadi lagi!" tegasnya. Bima mengangkat sebelah alis. Ia tak tahu pasti kemana arah pembicaraan ini, tapi membiarkan Sofia melanjutkan. "Kamu ngerti kan, Mas? Udah dua kali. Dan aku nggak mau dilecehkan!" ucap Sofia, matanya mulai berkaca-kaca. Bima tidak menyangka Sofia memikirkan sejauh itu. Sialnya, ia juga tak bisa berjanji, karena tanpa sadar bibir Sofia sudah mulai jadi candu baginya. "Tidak ada yang melecehkanmu. Aku nggak pernah merendahka

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   54

    Bima hanya tersenyum menunggu permintaannya dituruti oleh Sofia. Siapa yang bisa mendengar teriakan Sofia? Hanya Bima saja. “Kalau kamu nggak mau, sampai pagi kita akan terus di sini seperti ini!” ancam Bima. Sofia benar-benar tidak bisa bergerak. Haruskah dia menuruti keinginan Bima? Meminta ampun? Ah, tidak mungkin! Tapi… siapa yang akan menolongnya di tengah hujan begini? “Ya udah,” ujarnya akhirnya, menyerah terpaksa. Bima tersenyum samar. Akhirnya, wanita keras kepala itu menyerah juga. “Apa? Kamu bilang apa?” tanya Bima, jelas menikmati kemenangannya. Ia tak berniat melepaskan Sofia semudah itu—perjuangan mengejarnya barusan terlalu melelahkan. “Aku minta maaf,” kata Sofia dengan nada tidak tulus. “Kamu ngomong apa?” Bima pura-pura tidak dengar, bahkan mendekatkan telinganya ke mulut Sofia. “MAAF, BUDEK!” pekik Sofia. Bima menahan tawa. “Kamu nggak tulus!” “Aku udah nurut, lepasin sekarang juga!” “Aku bilang minta ampun, lalu minta maaf,” teran

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   53

    Sofia menabrak Lusi. “Aduh!” Lusi meringis sambil memegangi lengannya. Untung saja dia tidak sampai jatuh. “Heh, ini di dalam rumah, bukan di hutan! Nggak perlu lari-lari kayak orang kesurupan. Dasar orang miskin!” cerca Lusi dengan nada merendahkan. Sofia sama sekali tak peduli. Lagi pula, ucapan Lusi itu hanya bualan. Justru sekarang dia memanfaatkan tubuh Lusi sebagai tameng untuk melindungi diri dari Bima. “Mau ke mana kamu?!” geram Bima dari belakang. “Aku bilangin ke Oma!” ancam Sofia. “Aku nggak peduli!” balas Bima, masih berusaha mengejar. Dalam hati, ia menyesal sudah mengganggu janda ceroboh itu—sekarang malah dirinya yang repot. Harusnya tadi dia diam saja, justru lebih bagus. “Sakit!” keluh Lusi ketika Sofia terus menariknya tanpa arah. Tapi di sisi lain, dia merasa ini kesempatan emas untuk mendapatkan perhatian Bima. “Mas Bima… badan Lusi sakit…” rengeknya manja. “Huuueeekkk…” Sofia pura-pura muntah melihat tingkah Lusi. “Hey, lepas!” pekik Lusi, ber

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   52

    Sudah satu jam berlalu, Bima yang berbaring di sofa melirik Sofia. Dia bingung kenapa janda ceroboh itu tenang sekali tanpa keributan, biasanya Bima pusing karena tingkahya yang aneh. Mendadak Bima merasa sepi jika Sofia hanya diam saja seperti ini, mungkinkah Bima mulai tak suka melihatnya dalam ketenangannya. “Sof…” panggil Bima. Namun Sofia tidak menggubris, matanya tetap terpaku pada ponsel. “Sosof…” panggil Bima lagi. Tiba-tiba Bima mengambil bantal sofa dan melemparkannya tepat mengenai wajah Sofia. “Bima!” pekik Sofia, tak terima. Ia langsung duduk tegak dan menatap Bima dengan mata menyala. “Sofia, kepalaku pusing sekali.” “Terus masalah buat aku?” “Bisa tolong oleskan minyak angin?” pinta Bima. “What? Aku, ngoles minyak angin?” Sofia menatapnya tak percaya. “Kepalaku benar-benar pusing, kayaknya aku kelelahan banget,” ujar Bima lagi. Sofia akhirnya bergeser dan duduk di sebelah Bima. “Kamu beneran sakit?” tanyanya. “Hmm…” “Sakit apa? Sakit hati?

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   51

    Dari kejauhan, Sofia melihat Erin dan Lusi berada di dapur. Kali ini ia tidak menghindar—justru bagus, karena ini kesempatan untuk menjalankan misinya: membuat mereka berhenti berpikir bahwa pernikahannya hanya pura-pura. Sofia melangkah mantap hingga akhirnya berhadapan langsung dengan keduanya. "Hay, Ma," sapa Sofia, lalu beralih menatap Lusi. "Hay, Lusi… kok kamu di sini? Bukannya udah diusir sama Oma?" tanyanya sambil cengengesan, seolah ucapannya bukan masalah besar. Lusi tak kuasa menahan kesal. "Tante…" rengeknya. "Heh! Kamu kalau ngomong jangan kurang ajar!" tegur Erin ketus. "Enggak dong, Ma. Aku cuma ngomong apa yang dibilang Oma. Oma bilang—" "Diam!" potong Erin cepat. Sofia memasang wajah takut, padahal dalam hati ia ingin sekali membenturkan kepala dua orang di hadapannya itu. "Jangan coba-coba menghasut Oma. Kami juga tahu kalau pernikahan kamu dan Bima cuma pura-pura. Kami hanya butuh bukti!" cecar Erin. "Enggak kok, Ma. Sofia sama Mas Bima beneran n

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status