“Emang siapa yang bakalan dengar? Lihat jalanan di sini sangat sepi, karena semua orang sedang sibuk bekerja. Lebih baik, kamu main dulu sama aku.” Lelaki itu menjawil hidung Haura, membuat wanita itu bergidik ngeri karena takut.
“Kalau aku gak mau, kamu mau apa?!” Haura berusaha tegar, dia berdiri dengan tegak tidak ingin menunjukan kalau dirinya takut.“Yah tinggal aku paksa dong!” Lelaki itu menyeringai, dia menatap Haura dari atas sampai ke bawah.“Ck, ck! Masih siang gini udah nyari mangsa, ya.” Dean bersandar di salah satu dinding pagar rumah , dia memainkan kuku jari tangannya tanpa melihat ke arah mereka berdua.“Ah, maaf aku pergi dulu!” Lelaki itu langsung pergi setelah melihat Dean, dia terlihat ketakutan menatap Dean yang sebenarnya tidak melakukan apa pun kepadanya.“Kenapa kamu masih di sini?!” Haura menatap ketus kepada lelaki yang baru saja menyelamatkannya.“Bukannya makasih, ini malah mandang ketus kayak gitu!” sindir Dean.“Iya-iya, makasih! Tapi kenapa kamu masih di sini?” tanya Haura.Dia merasa heran kenapa Dean ini masih diam di sini, bukankah seharusnya lelaki itu pergi saja? Tetapi kenapa sedari tadi tidak pergi dan malah berkeliaran di sekitar rumahnya.Apakah lelaki ini memiliki niatan jahat kepadanya sehingga masih berada di sini? Haura menjadi merasa takut sekaligus cemas kalau lelaki tersebut masih di sekitaran rumahnya, dia sekarang tinggal seorang diri dan belum mengenal tetangga sekitar untuk dimintai tolong.“Kamu gak perlu masang wajah kayak gitu, aku gak ada maksud jahat sama kamu kok. Kita tetanggan, ini rumahku.” Dean menunjuk ke sebelah rumah yang pagarnya dia sandari.Haura terkejut, dia merasa bersalah karena sudah berpikiran buruk sama tetanggannya sendiri, “Maaf, aku gak tahu,”“Gak masalah kok. Lagi pula wajar sih kamu gak tahu, kamu kan baru hari ini aja pindah kemari. Tapi aku harap ke depannya kita bisa akrab sebagai tetangga, kalau membutuhkan sesuatu bilang saja sama aku.” Dean melambaikan tangannya, lelaki itu memilih memasuki rumahnya sendiri.Haura menghela napas, lain kali dia akan meminta maaf dengan benar kepada lelaki itu untuk mengurangi rasa bersalah dirinya, lagi pula mereka kan adalah tetangga. Jadi tidak baik kalau ada masalah antara tetangga, sekarang dirinya akan tinggal sendirian jadi mustahil kalau suatu saat nanti tidak membutuhkan pertolongan dari tetangga dekat.Haura meletakan sebungkus makanan yang dia beli, dirinya tidak sadar kalau tadi berjalan sangat jauh sehingga keluar dari komplek perumahan ini, jadi sekarang kakinya terasa pegal lantaran terlalu jauh berjalan.Apalagi tadi langsung saja pulang ke rumah tanpa beristirahat dulu di warung tersebut, tetapi dirinya sekarang sangat lapar sekali sehingga memilih mengambil piring berserta yang lain untuk memulai acara makannya.“Astaga, aku lupa kalau tidak ada apa pun di sini!” Haura memukul kepalanya pelan.Haura memang melupakan kalau di sini tidak ada peralatan dapur sama sekali, hanya kasur dan sofa ruang tamu yang berada di dalam rumah ini membuat dia menjadi merutuki dirinya sendiri.“Ah, aku memang bodoh sekali!” rutuknya.Haura memang terlalu bersedih karena diceraikan dan dikhianati oleh suaminya, dia menjadi kurang fokus sekali hari ini jadi melupakan hal penting seperti sekarang. Andai dia mengingat kalau tidak memiliki piring, sendok dan gelas mungkin wanita itu akan memilih sarapan saja di warung tadi.Haura memilih untuk keluar dari rumahnya, dia akan meminjam piring berserta keperluan untuk makan lainnya di rumah tetangga tadi, memang dia sedikit merasa tidak enak karena sudah berpikiran buruk kepada tetanggannya tersebut. Namun, dia tidak mungkin membeli peralatan itu sebelum menghabiskan makanan tersebut.Sekarang dirinya sudah berada di rumah sebelah, wanita itu berdiri diam di depan pagar yang terbuka dia sedang ragu untuk melangkah masuk ke dalam sana untuk meminjam barang yang dia perlukan. Dirinya sekarang ingin berbalik saja, tetapi Dean melihat wanita tersebut berada di depan pagar rumahnya, lelaki itu segera bergegas keluar untuk menghampiri Haura.“Kenapa malah balik lagi?” Dean mengerutkan alisnya.“Eh, aku kira gak ada orang.” Haura menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia ragu untuk mengatakannya.“Kamu butuh sesuatu?” tebak Dean.“Em, ii-iya! Aku mau minjam, piring, sendok sama cangkir. Soalnya aku gak ingat kalau aku gak punya itu, jadi pas makan tadi mau ambil ke dapur eh, malah gak ada,” ucap Haura kikuk.Dean tertawa kecil melihat wanita cantik yang berada di depannya ini, baru kali ini dia melihat wanita selucu ini sehingga ingin mencubit gemas wanita tersebut, “Yaudah. Aku ambilin dulu, mau berapa buah?”“Satu saja, gak usah banyak-banyak! Lagi pula aku tinggal sendiri, dan aku besok akan membelinya!” sahut Haura cepat.Wanita itu tidak mau meminjam banyak-banyak, tentu saja semua itu karena dia tidak enak merepotkan tetangganya.“Oke. Tunggu bentar, ya, aku mau ambilin dulu.” Dean masuk ke dalam rumahnya.Lelaki itu melupakan menyuruh wanita itu masuk ke dalam untuk menunggu dia mengambilkan permintaan Haura, Dean terlalu terpesona akan kecantikan dan kelucuan wanita tersebut saat dia bicara. Sedangkan Haura, wanita itu berdiri dengan risih di depan rumah Dean, dia ingin duduk tetapi Dean belum mempersilahkan dirinya untuk duduk, jadi tidak mungkin dirinya duduk tanpa seizin pemilik rumah.“Dean ... eh kamu siapa?”Teman lelaki Dean datang, lelaki itu melihat seorang wanita cantik berdiri di depan rumah temannya sehingga membuatnya menjadi sangat penasaran.“Aa-aku—“ perkataan Haura dipotong oleh lelaki itu.“Aha! Aku tahu kamu pacarnya Zean kan? Waduh, gila si Dean cari mati!”Perkataan lelaki yang baru datang ini membuat Haura menjadi bingung, dia ingin berbicara tetapi lelaki itu terus saja meracau tidak jelas membuat dirinya menggelengkan kepala beberapa kali.‘Emang siapa Zean?’ batin Haura bertanya-tanya.Saat Haura bosan mendengar perkataan dari lelaki yang tidak dia ketahui namanya itu, Dean datang seperti seorang penyelamat dengan membawakan permintaan dari dirinya.“Maaf lama, ya? Ini bawa aja, gak usah dikembalikan.” Dean menyerahkan kepada Haura, dia masih tidak melihat keberadaan temannya.“Gak papa. Ini beneran gak usah dikembalikan? Aku jadi gak enak loh,” gumam Haura lirih.“Gak papa. Lagian itu cuma satu buah doang, jadi gak masalah kalau gak dikembalikan,” saut Dean tersenyum manis.Temannya Dean itu hanya menatap mereka dengan tatapan bingung, dia tidak mengerti kenapa pacar Zean malah datang kemari meminjam piring, sendok lengkap dengan gelas. Ingin bertanya tetapi tidak ada kesempatan untuk menyela, sampai Haura terdiam ingin mencoba pamit pergi dari sana lelaki itu baru bisa berbicara kepada Dean.“Kenapa pacarnya Zean malah minjam piring kemari?” bisik temannya Dean.“Eh kamu, Indra? Kapan kamu datang?” tanya Dean bingung.“Dari tadi aku di sini! Cuma kamu aja yang keasyikan sama mainan barumu itu!” sahut Indra kesal.Dean menatap tajam kepada temannya itu, dia bahkan mengepalkan tangan dengan gigi yang terus gemerutuk menatap Indra yang mulai gemetaran ketakutan.Indra berbicara kencang sampai membuat Haura bisa mendengarnya, betapa kesalnya Dean kepada temannya itu.Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana