"Bilang aja, gak papa kok!" ucap Haura lagi, dia ingin segera masuk ke dalam karena ingin istirahat.
Hanya saja, Dean malah diam saja sedari tadi tanpa mengatakan apa pun kepada dirinya."Begini, kamu ada waktu gak besok malam?" tanya Dean setelah sedari tadi diam."Em, emang kenapa?" bukannya menjawab, Haura malah bertanya kembali."Aku mau ajakin kamu jalan, kamu mau gak?" Dean menatap lekat Haura, seakan dirinya tidak mau mendengar penolakan dari wanita tersebut."Em, entar aku atur waktu buat besok," sahut Haura.Jawaban dari Haura membuat Dean bersorak di dalam hati, dirinya sangat senang mengetahui kalau wanita yang berada di depannya ini tidak menolak ajakannya. Namun, dia tidak menunjukan ekspresi itu dengan jelas, hanya senyuman tipis saja supaya Haura tidak mengetahui apa yang dirinya pikirkan sekarang."Makasih, jam delapan, ya!" ucap Dean penuh semangat."Oke. Aku mau masuk dulu ke dalam, soalnya lelah banget." Haura masuk ke dalam mobilnya."Masuk aja, nanti aku tutupin pagarnya!""Makasih, maaf merepotkan." Haura melajukan mobilnya masuk ke dalam rumah.Sedangkan Dean, lelaki itu menutupkan pagar rumah Haura sebelum kembali pulang. Dirinya sekarang sangat senang bisa mengajak jalan wanita yang dia inginkan, Dean akan membuat wanita tersebut menjadi miliknya seutuhnya.Wanita pertama yang berhasil memikat lelaki tersebut dari sekian banyaknya wanita yang dia kenal. Haura sangat berbeda, sampai Dean sangat menginginkan janda itu. Padahal masih banyak wanita yang belum menikah, tetapi dirinya tetap bersikeras mendekati seorang janda."Kamu dari mana sih? Setiap malam dalam dua hari ini selalu bawa makanan ke luar, mana rantang kemarin belum dibalikin!" Elisa, sang ibu menghadang Dean di ruang tamu.Ibu kandung Dean memandang lelaki itu dengan sorot mata tajam, dirinya meminta penjelasan kepada sang anak untuk semua yang dilakukan selama dua hari ini."Aku gak kemana-mana kok, hanya ke depan saja," elak Dean."Ke depan? Lalu di mana rantang sama mangkuknya? Apa kamu buang?" Elisa memberondong Dedan dengan banyak pertanyaan."Entar aku balikin kok, jadi Mama tenang aja." Dean berjalan santai masuk ke dalam kamar. "Mama, jangan ganggu aku, ya, besok ada kelas pagi!""Apa lagi sih yang anak itu lakuin?" Elisa menggeleng pelan.Elisa merasa bersyukur karena Dean dua malam ini selalu pulang cepat, tidak seperti malam-malam biasanya selalu pulang tengah malam bahkan bisa dini hari. Namun, dirinya merasa bingung dengan makanan yang selalu dibawa oleh anaknya itu, karena setiap kaliditanya, pasti Dean selalu mengalihkan pembicaraan."Mama, kenapa?" Rangga memeluk istrinya dari belakang."Mama hanya sedang pusing aja, Pah!""Pusing mikirin Dean, ya?" tebak Rangga.Elisa hanya diam, tidak menyahut perkataan suaminya."Dia sudah besar, jadi gak usah terlalu dipikirin, nanti kamu malah sakit." Rangga membenarkan anak rambut yang hampir menusuk mata Elisa.Walau pernikahan mereka sudah berjalan lama, tetapi perlakuan Rangga masih tetap sama kepada sang istri sampai sekarang."Pah, aku tahu dia udah besar, tapi—" perkataan Elisa terpotong karena Rangga menutup mulutnya dengan tangan."Udah, kita masuk kamar aja, ya." Rangga menggandeng Elisa untuk masuk ke kamar bersama.Sedangkan Elisa, dirinya hanya menghela napas karena sudah terbiasa dengan tingkah suaminya itu. Jadi dia memilih masuk ke dalam kamar saja menuruti apa yang dikatakan oleh Rangga, dia tidak mau berdebat dimalam hari seperti ini."Ma, Dean udah besar, jadi Mama gak usah terlalu ikut campur dengan apa pun yang dia lakuin. Biarkan saja dia menikmati masa mudanya," ucap Rangga saat mereka berbaring di ranjang.Elisa sebenarnya tidak mau meladeni Deon, tetapi melihat sikap suaminya yang selalu berkata 'biarkan saja' membuat emosinya menjadi tersulut."Pah, kamu jangan kayak gitu dong! Dia anak kita, aku gak mau dia malah jadi salah pergaulan kayak gini, jujur aku capek banget setiap mengetahui apa yang dia lakuin!" teriak Elisa emosi."Itukan namanya masa muda, Ma, jadi kamu maklumin saja. Anak yang lain juga begitu, selama dia gak ngelakuin hal yang melebihi itu, gak masalah!" tegas Rangga.Menurut Rangga yang dilakukan oleh anaknya adalah hal yang wajar, karena hal itu adalah biasa dilakukan oleh lelaki atau pun semua orang. Namun, berbeda dengan Elisa, dia tidak mau anaknya menjadi terus-menerus melakukan hal seperti itu, dia takut akan membuat Dean menjadi salah jalan."Maklumin-maklumin! Aku gak mau maklumin! Aku takut membuat anak kita jadi salah jalan terus-menerus kayak gini, kamu udah lihatkan apa yang dia lakuin beberapa bulan yang lalu?!" Elisa berkata dengan nada tinggi, dia tidak dapat lagi menahan emosi."Ma, cukup! Aku gak mau berdebat malam-malam kayak gini, tapi karena kamu sendiri yang mulai, jadi mau gak mau aku akan jelasin lagi!" bentak Rangga.Lelaki itu terus mengoceh mengingatkan kalau apa yang dilakukan oleh Dean itu adalah hal wajar. Menurutnya selama dia bisa menyelesaikan masalah yang dilakukan oleh sang anak, kenapa tidak?Toh setelah kejadian itu, Dean menjadi tidak berbuat macam-macam lagi dalam beberapa hari ini. Jadi Rangga merasa kalau anaknya itu sedang menyesali apa yang diperbuat."Dia sedang cari jati diri, jadi Mama gak boleh ngehalangin jalan Dean!" tegas Rangga yang tidak bisa diganggu gugat lagi."Ingat, Pa! Apa yang Papah lakuin sekarang bukanlah bentuk kasih sayang, tapi sama aja jerumusin anak papah sendiri!"Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana