Share

8. Cari Jati Diri

"Bilang aja, gak papa kok!" ucap Haura lagi, dia ingin segera masuk ke dalam karena ingin istirahat.

Hanya saja, Dean malah diam saja sedari tadi tanpa mengatakan apa pun kepada dirinya.

"Begini, kamu ada waktu gak besok malam?" tanya Dean setelah sedari tadi diam.

"Em, emang kenapa?" bukannya menjawab, Haura malah bertanya kembali.

"Aku mau ajakin kamu jalan, kamu mau gak?" Dean menatap lekat Haura, seakan dirinya tidak mau mendengar penolakan dari wanita tersebut.

"Em, entar aku atur waktu buat besok," sahut Haura.

Jawaban dari Haura membuat Dean bersorak di dalam hati, dirinya sangat senang mengetahui kalau wanita yang berada di depannya ini tidak menolak ajakannya. Namun, dia tidak menunjukan ekspresi itu dengan jelas, hanya senyuman tipis saja supaya Haura tidak mengetahui apa yang dirinya pikirkan sekarang.

"Makasih, jam delapan, ya!" ucap Dean penuh semangat.

"Oke. Aku mau masuk dulu ke dalam, soalnya lelah banget." Haura masuk ke dalam mobilnya.

"Masuk aja, nanti aku tutupin pagarnya!"

"Makasih, maaf merepotkan." Haura melajukan mobilnya masuk ke dalam rumah.

Sedangkan Dean, lelaki itu menutupkan pagar rumah Haura sebelum kembali pulang. Dirinya sekarang sangat senang bisa mengajak jalan wanita yang dia inginkan, Dean akan membuat wanita tersebut menjadi miliknya seutuhnya.

Wanita pertama yang berhasil memikat lelaki tersebut dari sekian banyaknya wanita yang dia kenal. Haura sangat berbeda, sampai Dean sangat menginginkan janda itu. Padahal masih banyak wanita yang belum menikah, tetapi dirinya tetap bersikeras mendekati seorang janda.

"Kamu dari mana sih? Setiap malam dalam dua hari ini selalu bawa makanan ke luar, mana rantang kemarin belum dibalikin!" Elisa, sang ibu menghadang Dean di ruang tamu.

Ibu kandung Dean memandang lelaki itu dengan sorot mata tajam, dirinya meminta penjelasan kepada sang anak untuk semua yang dilakukan selama dua hari ini.

"Aku gak kemana-mana kok, hanya ke depan saja," elak Dean.

"Ke depan? Lalu di mana rantang sama mangkuknya? Apa kamu buang?" Elisa memberondong Dedan dengan banyak pertanyaan.

"Entar aku balikin kok, jadi Mama tenang aja." Dean berjalan santai masuk ke dalam kamar. "Mama, jangan ganggu aku, ya, besok ada kelas pagi!"

"Apa lagi sih yang anak itu lakuin?" Elisa menggeleng pelan.

Elisa merasa bersyukur karena Dean dua malam ini selalu pulang cepat, tidak seperti malam-malam biasanya selalu pulang tengah malam bahkan bisa dini hari. Namun, dirinya merasa bingung dengan makanan yang selalu dibawa oleh anaknya itu, karena setiap kaliditanya, pasti Dean selalu mengalihkan pembicaraan.

"Mama, kenapa?" Rangga memeluk istrinya dari belakang.

"Mama hanya sedang pusing aja, Pah!"

"Pusing mikirin Dean, ya?" tebak Rangga.

Elisa hanya diam, tidak menyahut perkataan suaminya.

"Dia sudah besar, jadi gak usah terlalu dipikirin, nanti kamu malah sakit." Rangga membenarkan anak rambut yang hampir menusuk mata Elisa.

Walau pernikahan mereka sudah berjalan lama, tetapi perlakuan Rangga masih tetap sama kepada sang istri sampai sekarang.

"Pah, aku tahu dia udah besar, tapi—" perkataan Elisa terpotong karena Rangga menutup mulutnya dengan tangan.

"Udah, kita masuk kamar aja, ya." Rangga menggandeng Elisa untuk masuk ke kamar bersama.

Sedangkan Elisa, dirinya hanya menghela napas karena sudah terbiasa dengan tingkah suaminya itu. Jadi dia memilih masuk ke dalam kamar saja menuruti apa yang dikatakan oleh Rangga, dia tidak mau berdebat dimalam hari seperti ini.

"Ma, Dean udah besar, jadi Mama gak usah terlalu ikut campur dengan apa pun yang dia lakuin. Biarkan saja dia menikmati masa mudanya," ucap Rangga saat mereka berbaring di ranjang.

Elisa sebenarnya tidak mau meladeni Deon, tetapi melihat sikap suaminya yang selalu berkata 'biarkan saja' membuat emosinya menjadi tersulut.

"Pah, kamu jangan kayak gitu dong! Dia anak kita, aku gak mau dia malah jadi salah pergaulan kayak gini, jujur aku capek banget setiap mengetahui apa yang dia lakuin!" teriak Elisa emosi.

"Itukan namanya masa muda, Ma, jadi kamu maklumin saja. Anak yang lain juga begitu, selama dia gak ngelakuin hal yang melebihi itu, gak masalah!" tegas Rangga.

Menurut Rangga yang dilakukan oleh anaknya adalah hal yang wajar, karena hal itu adalah biasa dilakukan oleh lelaki atau pun semua orang. Namun, berbeda dengan Elisa, dia tidak mau anaknya menjadi terus-menerus melakukan hal seperti itu, dia takut akan membuat Dean menjadi salah jalan.

"Maklumin-maklumin! Aku gak mau maklumin! Aku takut membuat anak kita jadi salah jalan terus-menerus kayak gini, kamu udah lihatkan apa yang dia lakuin beberapa bulan yang lalu?!" Elisa berkata dengan nada tinggi, dia tidak dapat lagi menahan emosi.

"Ma, cukup! Aku gak mau berdebat malam-malam kayak gini, tapi karena kamu sendiri yang mulai, jadi mau gak mau aku akan jelasin lagi!" bentak Rangga.

Lelaki itu terus mengoceh mengingatkan kalau apa yang dilakukan oleh Dean itu adalah hal wajar. Menurutnya selama dia bisa menyelesaikan masalah yang dilakukan oleh sang anak, kenapa tidak?

Toh setelah kejadian itu, Dean menjadi tidak berbuat macam-macam lagi dalam beberapa hari ini. Jadi Rangga merasa kalau anaknya itu sedang menyesali apa yang diperbuat.

"Dia sedang cari jati diri, jadi Mama gak boleh ngehalangin jalan Dean!" tegas Rangga yang tidak bisa diganggu gugat lagi.

"Ingat, Pa! Apa yang Papah lakuin sekarang bukanlah bentuk kasih sayang, tapi sama aja jerumusin anak papah sendiri!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status