"Apa?!" Haura mengerinyitkan alisnya.
Wanita itu merasa dirinya salah dengar, sehingga dia ingin mendengar sekali lagi apa yang Niko katakan tadi."Kamu mau nikah lagi sama aku? Tapi kamu jadi istri kedua, bukan istri pertama lagi," jelas Niko.Penjelasan Niko membuat Haura terdiam sejenak, lalu tidak lama wanita itu tertawa keras."Kenapa kamu malah ketawa?" tanya Niko heran."Aku hanya merasa lucu aja sama kamu, bukannya tadi aku udah bilang kalau aku gak mau dimadu. Dan sekarang kamu malah ngajakin aku nikah, terus aku jadi istri kedua," sahut Haura terkekeh geli."Bukannya istri kedua lebih bagus, biasanya banyak cowok yang jadikan istri kedua prioritas," ucapan Niko semakin membuat Haura geli."Aku gak mau!" tegas Haura.Dia sekarang merasa aneh kenapa bisa jadi jatuh cinta kepada lelaki yang berada di depannya ini. Bukankah tingkah Niko sekarang sangat menggelikan sekali."Coba pikirkan dulu rumah tangga kita yang udah berjalan lama!" Niko bersikeras supaya Haura memikirkan lagi."Kamu keluar sekarang juga! Aku mau kerja!" usir Haura.Mendengar perkataan Niko, dia menjadi malas sekali melihat wajah lelaki tidak tahu malu tersebut."Baiklah. Aku akan pergi, tapi aku harap kamu pikirin lagi tawaranku." Niko melangkahkan kakinya keluar, pergi meninggalkan Haura yang diam mematung.Wanita itu memilih ke ruangannya, sekarang hatinya menjadi sangat perih sekali. Luka yang belum kering harus disiramkan perasan jeruk di sana, bagaimana tidak perih?Bisa-bisanya Niko mengatakan kepada dirinya tentang rumah tangga mereka, padahal kemarin saat Haura mengingatkan hal tersebut, lelaki itu malah menceraikan dirinya. Sungguh perasaan Haura sekarang tidak dapat digambarkan lagi, dirinya sangat hancur sekali sekarang.Namun, Haura tidak mau berlarut-larut, karena sekarang dirinya akan mencari lelaki yang lebih baik dari pada Niko. Wanita itu akan menunjukan kepada mantan suaminya, kalau dirinya bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dan tentu saja sambil mengatakan kalau Haura bisa lepas dari Niko."Bu, ini catatan beberapa barang yang habis." Karyawan wanita menyerahkan catatan.Memang kalau barang habis, maka akan dicatat lalu diserahkan kepada bos mereka. Catatan barang itu akan lengkap bersama dengan harga sendiri, mencegah ada kerugian atau ada seseorang yang berlaku curang."Berarti barang sekarang mulai naik, ya?" Haura memijat kepalanya, meredakan pusing yang masih dirasa karena emosi sedari pagi."Iya, ada penaikan harga,""Baiklah. Beli saja, nanti aku akan mencatat harga yang harus kalian jual." Haura menyerahkan catatan itu kembali.Karyawan wanita itu segera pergi setelah mendapat persetujuan dari bosnya. Sedangkan Haura memilih untuk merangkum semua harga baru untuk tokonya.Di toko Haura sendiri, berjualan macam-macam sembako dan berbagai jajanan. Toko yang lumayan besar memiliki lima karyawan, keuntungannya pun sangat cukup menggaji seluruh karyawan sekaligus untuk dirinya sendiri.Haura segera menyelesaikan semuanya, sambil mencatat keuntungan baru yang dirinya dapatkan setelah kenaikan harga ini."Kayaknya aku naikan secukupnya aja, ntar pelanggan malah kabur ke lain lagi," ucap Haura seorang diri.*Tidak terasa hari sudah siang, sekarang perut Haura terasa sangat lapar sekali. Dirinya memutuskan untuk mencari makan di warung terdekat, memang sih dia tidak terlalu suka makan di restoran seperti Niko. Karena dirinya merasa makan di sana tidaklah kenyang dan makanannya lumayan mahal."Saya pergi makan siang dulu, kalau ada yang nyari, suruh tunggu sebentar!" ucap Haura sebelum pergi.Dia melangkah anggun keluar dari toko, lalu masuk ke dalam mobil untuk mencari makan di sekitar tokonya saja. Haura masih belum selesai mengatur tokonya, karena selain dirinya beradaptasi mengurus toko seorang diri, sekarang pun sudah memasuki akhir bulan di mana semua barang toko hampir habis."Ternyata sangat lelah sekali mengurus toko seorang diri," gumam Haura pelan.Wanita tersebut melihat warung makan terdekat, dia pun menepikan mobilnya untuk makan di sana saja.*"Lelah banget sih." Haura menggeliatkan tubuhnya, terasa sangat melelahkan sekali bekerja di toko seharian.Memang benar dia dulu sering membantu Niko di toko, tetapi tidak pernah sampai seharian penuh. Karena lelaki itu selalu melarangnya kalau terlalu lelah, bahkan di rumah saja mantan suaminya menyediakan pembantu, supaya Haura tidak kelelahan."Ini, Bu, kuncinya.""Makasih, ya. Sampai jumpa besok." Haura masuk ke dalam mobilnya.Wanita itu memilih langsung pulang saja, dia sangat kelelahan sekali hari ini. Jadi tidak mau memikirkan hal lain, kecuali kalau sudah terbiasa mengurus toko, mungkin dia akan mencoba menghibur diri keluar sana.Brm!Mobil Haura sudah sampai di depan rumahnya, wanita itu turun untuk membuka pagar supaya bisa memasukan mobilnya ke dalam garasi."Eh, Haura, baru pulang?" terdengar suara lelaki yang datang mendekat."Dean, ada apa?" tanya Haura menatap lelaki itu sekilas."Enggak papa kok, cuma mau nganterin makanan ini. Eh pas aku panggil-panggil gak ada yang jawab." Dean menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Aku baru pulang dari toko, karena ini hari pertama dan banyak barang yang kosong, jadi aku lembur." Haura menguap, dia merasa sangat lelah sekali hari ini."Em, kalau begitu ini, jangan lupa dimakan mumpung masih hangat." Dean menyerahkan semangkuk sup ayam."Makasih, ya, seharusnya kamu gak usah nganterin aku makanan kayak gini setiap hari," ucap Haura merasa tidak enak."Gak papa, lagian ini mamaku yang nyuruh anterin. Dia minta maaf belum sempat nyapa kamu, jadi nyuruh anterin ini," jelas Dean.Lelaki itu terlihat sangat ragu-ragu ingin mengatakan maksud dari keinginannya sekarang. Padahal dia suah menunggu Haura dari satu jam yang lalu."Kamu mau bicara apa?" tanya Haura.Haura melihat sangat jelas kalau Dean ingin mengatakan sesuatu kepadanya, makanya dia bertanya supaya lelaki tersebut cepat mengatakan apa yang ingin dikatakan.Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana