Setelah mendengar perkataan sang istri, Rangga langsung menarik selimut lalu pergi tidur. Lelaki itu tidak mau mendengar perkataan Elisa lagi, dia memilih tidur saja.
Sedangkan Elisa, dia menghembuskan napas kasar sambil menatap lekat kepada suaminya. Dirinya pun memilih untuk tidur juga, karena sudah mendengar suara dengkuran halus dari arah Deon."Aku harap kamu akan mengerti maksud dari perkataanku, Pah." Elisa menarik selimut, dia memejamkan mata lalu tidak lama tertidur.*"Astaga, aku kesiangan!" pekik Elisa.Wanita itu segera berlari ke kamar mandi, mencuci wajah lalu pergi ke dapur. Namun, saat dia baru ingin melangkahkan kaki, terdengar suara bel di depan sana."Siapa, ya?" Elisa menuju ke arah pintu utama.Elisa bertanya-tanya di dalam hatinya, dengan siapa gerangan tamu yang berada di balik pintu."Maaf, mengganggu!" ucap Haura.Elisa menghela napas melihat ada seorang wanita cantik yang datang ke rumahnya. Apalagi melihat rantang dan mangkuk di tangan wanita tersebut."Anda ibunya Dean, ya?" tanya Haura basa-basi."Iya, maaf kamu siapa, ya?""Em, saya tetangga baru yang menghuni rumah kosong di sebelah. Maaf saya baru aja balikin ini, gak enak soalnya kalau balikin dengan keadaan kosong." Haura menyerahkan rantang dan mangkuk yang sama-sama berisi makanan di dalamnya."Wah, kalau gini malah tante yang jadi merepotkan kamu. Padahal kalau kosong juga gak apa," ucap Elisa.Elisa merasa kagum dengan wanita cantik yang berada di depannya ini, selain cantik ternyata wanita itu sangat sopan sekali kepada orang lebih tua seperti dirinya."Enggak apa, Tante. Lagi pula Anda udah masakin saya makanan dalam dua malam ini," ucap Haura tersenyum manis.Sedangkan Elisa dia merasa tidak melakukan hal tersebut, karena dirinya pun tidak tahu kalau ada orang yang menghuni rumah kosong di sebelahnya. Orang yang mengantar makanan adalah Dean, anaknya sendiri, tetapi dirinya tidak mungkin mengatakan hal itu."Kamu mau masuk dulu? Ikut makan bersama dengan keluarga tante," ucap Elisa menawarkan untuk ikut makan bersama."Enggak usah, Tante. Saya sudah makan di rumah dan sekarang mau berangkat ke toko, saya pamit." Haura melambaikan tangan kepada Elisa.Elisa menatap wanita cantik itu, dia bahkan tidak tahu namanya, jadi bagaimana mungkin dirinya menyuruh Dean untuk mengantarkan makanan dalam dua hari ini.Namun, dia tidak mau memikirkan banyak hal, karena sekarang sudah kesiangan. Jadi sekarang dia harus menyajikan makanan yang diberikan oleh wanita tersebut, baru membangunkan kedua lelakinya."Harum banget ih masakan, Mama!" Rangga memeluk istrinya di belakang.Padahal Elisa masih belum membangunkan lelaki itu, tetapi Rangga malah sudah bangun dan berpakaian rapi."Bi, Dean udah bangun?" tanya Elisa kepada Bi Titin, pembantunya."Kayaknya belum, Bu. Karena dari tadi gak keluar dari kamar," sahut Bi Titin."Kalau begitu, tata semua makanannya di meja, aku mau bangunin Dean dulu!" perintah Elisa.Elisa sengaja tidak menghiraukan suaminya, dia mau kalau Rangga menyadari kesalahan apa yang lelaki itu perbuat.Rangga hanya menatap istrinya dengan cemberut, lelaki itu memilih duduk saja di kursi sambil menunggu kedatangan anak dan istrinya."Dean, bangun!" pekik Elisa.Elisa sekarang sedang kesal, sedari tadi membangunkan sang anak tetapi tidak kunjung bangun."Bentar lagi, Ma," gumam Dean.Dean masih betah berada berlama-lama di dalam selimut, dia tidak tahu kalau wajah sang ibu sudah memerah karena menahan amarah sedari tadi."Dean, bangun! Kamu bilang ada kelas pagi hari ini, tapi dari tadi dibangunin sulit banDean" geram Elisa.Elisa memegangi kepalanya yang terasa berdenyut nyeri, memang dia tidak pernah bisa marah-marah seperti sekarang. Karena kepalanya akan terasa nyeri, kalau dirinya marah."Ma, udah! Biar aku yang bangunin Dean, kamu pergi makan aja duluan, ya." Rangga mengusap pelan pundak sang istri."Bangunin dia! Jangan malah dia bilang gak mau kuliah, kamu turutin!" Elisa pergi sambil mendengus kesal.Sedangkan Rangga, dia duduk di tepi ranjang anaknya untuk membangunkan Dean. Tentu saja dia membangunkan dengan lembut, tidak seperti Elisa yang berteriak."Dean, bangun! Nanti mamamu datang kemari dan marah-marah lagi kalau melihatmu gak bangun aja dari tadi." Rangga mengguncang tubuh Dean pelan."Bentar lagi, Pa! Mataku masih ngantuk," tolak Dean."Ayolah, nanti papa sama Mama akan bertengkar lagi, kalau kamu gak bangun-bangun! Kamu kan kemarin bilang, kalau ada kelas pagi," bujuk Rangga."Nanti aja." Dean malah semakin merapatkan selimutnya."Sayang sekali, padahal tadi ada cewek cantik yang datang membawa makanan kemari. Dia bilang, dia adalah tetangga sebelah." Rangga beranjak dari ranjang, lalu berjalan keluar.Dean yang mendengar kalau ada wanita cantik tetangga sebelah, dirinya segera bangun, karena tahu kalau wanita itu adalah Haura. Lelaki itu segera mencuci wajah dan berganti pakaian dengan rapi, lalu berlari keluar kamar untuk menemui Haura."Nah, Dean udah bangunkan," ucap Rangga kepada Elisa."Mana Haura?" Dean melirik kesana-kemari, mencari keberadaan wanita cantik itu."Maksud kamu tetangga baru kita itu? Dia cuma nganterin makan ini, lalu pergi," sahut Elisa tanpa menoleh.Dean mendesah kecewa, dia segera duduk di kursinya untuk sarapan bersama dengan keluarga."Cepat makannya! Kamu udah telat banget sekarang!" gerutu Elisa."Mamaku yang cantik, gak boleh marah-marah kayak gitu, nanti cepat tua loh," canda Dean."Gimana mama gak marah sama kamu? kalau kamu aja kayak gini terus, bikin kepala mama sakit aja." Elisa memegangi kepalanya."Kalau gitu, aku pergi sekarang aja deh!" Dean segera beranjak dari kursinya."Kamu gak makan? Nanti sakit loh!" teriak Rangga, karena Dean sudah berjalan jauh."Gak, aku makan di kampus aja!" Dean melambaikan tangannya.Lelaki itu memang selalu menghindari kalau ibunya sudah marah seperti itu. Dirinya tidak mau kalau pikiran menjadi kusut setelah dimarahi sang ibu, jadi memilih segera pergi saja.Dean mengeluarkan mobilnya di garasi, lalu melajukan denhan kecepatan penuh menuju kampus. Dia merasa akan segera sampai kalau melaju dengan cepat. Tidak dipedulikan jalanan yang macet, Dean tetap menyalip semua kendaraan.Brugh!Dean menabrak mobil yang berhenti di pinggir jalan, lelaki itu mengeram marah melihat hal tersebut.Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana