Share

9. Wanita Cantik

Setelah mendengar perkataan sang istri, Rangga langsung menarik selimut lalu pergi tidur. Lelaki itu tidak mau mendengar perkataan Elisa lagi, dia memilih tidur saja.

Sedangkan Elisa, dia menghembuskan napas kasar sambil menatap lekat kepada suaminya. Dirinya pun memilih untuk tidur juga, karena sudah mendengar suara dengkuran halus dari arah Deon.

"Aku harap kamu akan mengerti maksud dari perkataanku, Pah." Elisa menarik selimut, dia memejamkan mata lalu tidak lama tertidur.

*

"Astaga, aku kesiangan!" pekik Elisa.

Wanita itu segera berlari ke kamar mandi, mencuci wajah lalu pergi ke dapur. Namun, saat dia baru ingin melangkahkan kaki, terdengar suara bel di depan sana.

"Siapa, ya?" Elisa menuju ke arah pintu utama.

Elisa bertanya-tanya di dalam hatinya, dengan siapa gerangan tamu yang berada di balik pintu.

"Maaf, mengganggu!" ucap Haura.

Elisa menghela napas melihat ada seorang wanita cantik yang datang ke rumahnya. Apalagi melihat rantang dan mangkuk di tangan wanita tersebut.

"Anda ibunya Dean, ya?" tanya Haura basa-basi.

"Iya, maaf kamu siapa, ya?"

"Em, saya tetangga baru yang menghuni rumah kosong di sebelah. Maaf saya baru aja balikin ini, gak enak soalnya kalau balikin dengan keadaan kosong." Haura menyerahkan rantang dan mangkuk yang sama-sama berisi makanan di dalamnya.

"Wah, kalau gini malah tante yang jadi merepotkan kamu. Padahal kalau kosong juga gak apa," ucap Elisa.

Elisa merasa kagum dengan wanita cantik yang berada di depannya ini, selain cantik ternyata wanita itu sangat sopan sekali kepada orang lebih tua seperti dirinya.

"Enggak apa, Tante. Lagi pula Anda udah masakin saya makanan dalam dua malam ini," ucap Haura tersenyum manis.

Sedangkan Elisa dia merasa tidak melakukan hal tersebut, karena dirinya pun tidak tahu kalau ada orang yang menghuni rumah kosong di sebelahnya. Orang yang mengantar makanan adalah Dean, anaknya sendiri, tetapi dirinya tidak mungkin mengatakan hal itu.

"Kamu mau masuk dulu? Ikut makan bersama dengan keluarga tante," ucap Elisa menawarkan untuk ikut makan bersama.

"Enggak usah, Tante. Saya sudah makan di rumah dan sekarang mau berangkat ke toko, saya pamit." Haura melambaikan tangan kepada Elisa.

Elisa menatap wanita cantik itu, dia bahkan tidak tahu namanya, jadi bagaimana mungkin dirinya menyuruh Dean untuk mengantarkan makanan dalam dua hari ini.

Namun, dia tidak mau memikirkan banyak hal, karena sekarang sudah kesiangan. Jadi sekarang dia harus menyajikan makanan yang diberikan oleh wanita tersebut, baru membangunkan kedua lelakinya.

"Harum banget ih masakan, Mama!" Rangga memeluk istrinya di belakang.

Padahal Elisa masih belum membangunkan lelaki itu, tetapi Rangga malah sudah bangun dan berpakaian rapi.

"Bi, Dean udah bangun?" tanya Elisa kepada Bi Titin, pembantunya.

"Kayaknya belum, Bu. Karena dari tadi gak keluar dari kamar," sahut Bi Titin.

"Kalau begitu, tata semua makanannya di meja, aku mau bangunin Dean dulu!" perintah Elisa.

Elisa sengaja tidak menghiraukan suaminya, dia mau kalau Rangga menyadari kesalahan apa yang lelaki itu perbuat.

Rangga hanya menatap istrinya dengan cemberut, lelaki itu memilih duduk saja di kursi sambil menunggu kedatangan anak dan istrinya.

"Dean, bangun!" pekik Elisa.

Elisa sekarang sedang kesal, sedari tadi membangunkan sang anak tetapi tidak kunjung bangun.

"Bentar lagi, Ma," gumam Dean.

Dean masih betah berada berlama-lama di dalam selimut, dia tidak tahu kalau wajah sang ibu sudah memerah karena menahan amarah sedari tadi.

"Dean, bangun! Kamu bilang ada kelas pagi hari ini, tapi dari tadi dibangunin sulit banDean" geram Elisa.

Elisa memegangi kepalanya yang terasa berdenyut nyeri, memang dia tidak pernah bisa marah-marah seperti sekarang. Karena kepalanya akan terasa nyeri, kalau dirinya marah.

"Ma, udah! Biar aku yang bangunin Dean, kamu pergi makan aja duluan, ya." Rangga mengusap pelan pundak sang istri.

"Bangunin dia! Jangan malah dia bilang gak mau kuliah, kamu turutin!" Elisa pergi sambil mendengus kesal.

Sedangkan Rangga, dia duduk di tepi ranjang anaknya untuk membangunkan Dean. Tentu saja dia membangunkan dengan lembut, tidak seperti Elisa yang berteriak.

"Dean, bangun! Nanti mamamu datang kemari dan marah-marah lagi kalau melihatmu gak bangun aja dari tadi." Rangga mengguncang tubuh Dean pelan.

"Bentar lagi, Pa! Mataku masih ngantuk," tolak Dean.

"Ayolah, nanti papa sama Mama akan bertengkar lagi, kalau kamu gak bangun-bangun! Kamu kan kemarin bilang, kalau ada kelas pagi," bujuk Rangga.

"Nanti aja." Dean malah semakin merapatkan selimutnya.

"Sayang sekali, padahal tadi ada cewek cantik yang datang membawa makanan kemari. Dia bilang, dia adalah tetangga sebelah." Rangga beranjak dari ranjang, lalu berjalan keluar.

Dean yang mendengar kalau ada wanita cantik tetangga sebelah, dirinya segera bangun, karena tahu kalau wanita itu adalah Haura. Lelaki itu segera mencuci wajah dan berganti pakaian dengan rapi, lalu berlari keluar kamar untuk menemui Haura.

"Nah, Dean udah bangunkan," ucap Rangga kepada Elisa.

"Mana Haura?" Dean melirik kesana-kemari, mencari keberadaan wanita cantik itu.

"Maksud kamu tetangga baru kita itu? Dia cuma nganterin makan ini, lalu pergi," sahut Elisa tanpa menoleh.

Dean mendesah kecewa, dia segera duduk di kursinya untuk sarapan bersama dengan keluarga.

"Cepat makannya! Kamu udah telat banget sekarang!" gerutu Elisa.

"Mamaku yang cantik, gak boleh marah-marah kayak gitu, nanti cepat tua loh," canda Dean.

"Gimana mama gak marah sama kamu? kalau kamu aja kayak gini terus, bikin kepala mama sakit aja." Elisa memegangi kepalanya.

"Kalau gitu, aku pergi sekarang aja deh!" Dean segera beranjak dari kursinya.

"Kamu gak makan? Nanti sakit loh!" teriak Rangga, karena Dean sudah berjalan jauh.

"Gak, aku makan di kampus aja!" Dean melambaikan tangannya.

Lelaki itu memang selalu menghindari kalau ibunya sudah marah seperti itu. Dirinya tidak mau kalau pikiran menjadi kusut setelah dimarahi sang ibu, jadi memilih segera pergi saja.

Dean mengeluarkan mobilnya di garasi, lalu melajukan denhan kecepatan penuh menuju kampus. Dia merasa akan segera sampai kalau melaju dengan cepat. Tidak dipedulikan jalanan yang macet, Dean tetap menyalip semua kendaraan.

Brugh!

Dean menabrak mobil yang berhenti di pinggir jalan, lelaki itu mengeram marah melihat hal tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status