Share

07. Membujuk Singa

Entah peran macam apa yang Tara sanggul dalam kehidupan sebelumnya, dia tidak memahami mengapa takdir harus mempertemukannya dengan pemuda setengah waras yang isi otaknya hanya berupa kepuasan seksual saja.

"Mau?"

Tara menggeleng lelah. "Sepertinya kamu harus memeriksakan otakmu ke dokter dulu, Noah. Mau saya antarkan ke dokter terbaik yang ada di negara ini? Sekalian, biar besok saat pulang kamu bisa lebih waras dan nggak bikin susah satu agensi gara-gara tingkahmu ini."

Senyum Noah meredup. "Masa kamu nggak tertarik sama saya sih, Tara? Saya Noah lho! Noah Alejandro yang jadi kejaran banyak perempuan di luar sana. Kamu nggak harus melakukan banyak hal, kamu cuma berperan sebagai Nona Pengaktif."

"Wah! Makin kacau ternyata," Tara beranjak, menyingkirkan tangan kanan Noah yang dengan santai diletakkan pada pundaknya. Wanita muda itu menyambar ponsel yang berada di atas nakas. Noah memandangi pergerakan Tara lamat-lamat, entah apa yang sedang pemuda tengik itu pikirkan, Tara tidak mau tau atau penasaran sama sekali.

"Mau menelepon siapa?" tanya Noah penasaran, masih dengan posisi menghadap Tara. "Kamu nggak bisa menghubungi Pak Heru atau staf lainnya buat mengadu, Tara. Kalau mereka ke sini, aku akan menjelaskan kalau kamu yang menjebakku buat datang ke kamar ini."

Tara menjauhkan ponselnya sejenak, tak memercayai apa yang baru saja didengarnya. "Kamu licik banget ya? Saya penasaran bagaimana kamu bisa lolos casting untuk drama yang disutradai oleh Pak Kaliandra."

Noah mengendikkan bahu, acuh tak acuh. Namanya memang melejit berkat keikutsertaannya dalam drama yang disutradarai oleh Kaliandra, sutradara sekaligus penulis novel terkenal yang namanya sudah melejit sejak beberapa tahun belakangan.

"Mungkin memang aku yang lebih cocok mendapatkan peran sebagai 'Jonathan', Tara. Kenapa? Kamu pasti iri sama kesuksesanku ya?"

"Kok malah santai begitu ngomongnya?" Tara menggelengkan kepala, kepalanya mulai pusing. "Saya teleponkan Radu."

"Weh! Jangan ngadu sama Bang Radu dong, Tara!" Noah cepat-cepat berdiri, hendak menyambar ponsel milik wanita itu. Namun Tara berlari ke kamar mandi, lalu mengunci dirinya di dalam sana sementara Noah menggedor-gedor seperti orang kesetanan.

"Tara! Jangan hubungi Bang Radu! Okelah! Kita bicarakan baik-baik! Aku ngalah deh! Menyerah nih!"

Tara memandang layar ponselnya yang bisa saja langsung menghubungkan panggilan masuk ke nomor Radu. Tak terdengar suara apa pun dari luar setelah Noah berkata seperti tadi. Tara menempelkan telinganya pada daun pintu, memastikan apakah pemuda menyebalkan itu masih menunggu di depan pintu kamar mandi atau tidak.

"Dia udah pergi?"

Perlahan-lahan, Tara membuka pintu kamar mandi. Namun, kedua matanya membelalak saat sebuah wajah berdiri tepat di depannya. Wajah tampan Noah yang entah mengapa sukses memancing emosinya.

Tara mendecih, melebarkan pintu kamar mandi, menyandarkan dirinya pada daun pintu. "Maumu sebenarnya apa sih? Selama ini kita nggak pernah bertegur sapa barang sekali lho! Terus tiba-tiba saja kamu mengejar-ngejar saya untuk melecehkan diri saya sebagai seorang perempuan ini. Maumu apa sih? Apa?! Jangan dekat-dekat! Katanya mau dibicarakan baik-baik!"

Noah mundur selangkah. Satu tangannya meraup wajahnya kasar. "Kan aku datanga ke sini untuk meminta tanggungjawab karena kamu sudah menghancurkan aset berhargaku, Tara!"

"Nah! Sekarang malah makin nggak sopan." Sela Tara kesal.

"Duh! Dengarkan dulu dong!" Noah menghentakkan kakinya, menggerutu seperti bayi raksasa. Tara mengerjapkan matanya beberapa kali. Sungguh sebuah nasib buruk dia harus bertemu dengan pemuda yang berada di hadapannya ini. "Apa kamu nggak penasaran sama seseorang yang mau menjebak kita berdua, Tara?"

Tara memiringkan kepala. Mulai tertarik. "Menjebak? Soal yang kamu tiba-tiba tidur di sini?"

Noah mengangguk pasrah. Tampaknya hanya itu satu-satunya cara yang dapat menarik perhatian Tara. "Mungkin aja ada orang dalam yang sengaja mau menghancurkan karierku atau kariermu, tapi mereka nggak tau bagaimana caranya, makanya pakai cara begituan."

"Tapi artikel itu udah nggak memanas kan? Lagian orang sinting itu kalau fotoin kamu kurang bener." Sambung Tara, membahas artikel mengejutkan yang tadi pagi nyaris membuat jantungan.

"Iya, tapi apakah kamu nggak penasaran sama orang yang sudah berbuat kayak gitu dengan menargetkan kita berdua? Terlepas dari sukses atau enggak artikel yang tersebar pagi ini, kita tetap harus mencari tau siapa pelakunya." Kata Noah, mendadak menjadi orang yang mempunyai seribu satu perkataan membujuk. Tidak seperti tadi, yang isinya soal selangkangan saja.

"Tapi, Noah," Tara mendengus malas. "Semisal kalau memang saya yang lagi sial aja, sementara targetnya tetap di kamu, gimana tuh cara menjelaskannya? Kayaknya memang hari ini saya lagi sial aja! Saya yakin, nggak ada orang di agensi ini yang membenci saya, karena saya juga nggak mengenal banyak orang."

Noah merotasikan bola mata malas. "Kalau bicaramu percaya diri terus begitu, lama-lama aku cium juga nih!"

"Kalau cara mengancanmu masih begitu, kamu yang saya mutilasi lebih dulu! Ancaman saya nggak berubah dari yang sebelumnya ya! Lagian saya kurang baik apa lagi sih? Masih untung nggak saya laporkan kamu ke satpam karena sudah menerobos masuk cuma mau melecehkan saya."

"Duh! Aku itu nggak melecehkan, tapi meminta pertanggungjawaban!" Elak Noah, telinganya berdengung mendengar kata pelecehan yang terus berulang memutari isi kepalanya. Sebab selama ini, mana pernah dia mendekati seorang wanita dengan tuduhan tersebut.

"Sudahlah, Noah! Keluar! Saya capek mengusir kamu dari tadi. Padahal saya mau beristirahat." Tara menguap pelan, langsung ditutupi oleh tangan kanannya. "Besok kalau sudah di negara kita tercinta, silakan cari wanita panggilan mana saja yang kamu mau, jangan cari saya lagi, oke?!"

Tanpa menunggu jawaban dari pemuda itu, dengan santainya Tara membaringkan tubuhnya di atas kasur. Noah ternganga, kenapa wanita itu semakin keras kepala?

"Hei! Kamu nggak takut kalau tiba-tiba aja aku melompat ke kamu dan menerkammu kayak tadi? Posisinya pas tuh! Atau kamu memang sengaja tidur duluan supaya aku bisa mendatangi dan langsung anu?" seru Noah.

"Anu? Anu apa?" Tara melayangkan tatapan tajam sembari mengangkat tangan kanannya yang semula disembunyikan di balik selimut. Terlihat dua buah cutter yang entah kapan disambarnya. "Kalau kamu melompat ke sini, saya pastikan aset berhargamu itu yang akan melompat ke luar jendela sana!"

Noah bergidik ngeri. "Psikopat!"

"Iya, makanya itu jangan sangkut pautkan disfungsi kelaminmu itu sama saya."

"Apa? Bilang apa barusan?!"

"Kalau urusan itu, namanya disfungsi—bukan malfungsi. Sudahlah! Kamu bisa cari di internet sendiri, punya HP kan? Terus pintu keluarnya ada di sana! Silakan keluar sendiri sementara saya beristirahat."

Usai berkata demikian, Tara berganti posisi hingga membelakangi Noah. Noah masih berdiri pada tempatnya, setengah tak percaya sedang berhadapan dengan wanita muda yang keras kepala.

Merasa takkan ada gunanya, Noah memutuskan untuk keluar. Dia akan kembali beraksi ketika menginjak tanah air saja. Akan tetapi, sebuah napas tertahan menyapa pendengarannya sesaat setelah keluar dari kamar Tara.

"Noah?"

•••••

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status