Home / Romansa / Janda Muda / Aku telat haid! (Arinda Pov!)

Share

Janda Muda
Janda Muda
Author: Latifah Noviyanti

Aku telat haid! (Arinda Pov!)

last update Last Updated: 2021-09-08 17:21:39

Berjalan  tergesa, aku menuju lantai dua sekolahku. Melewati koridor yang masih ramai, penuh dengan siswa siswi berseragam putih biru. 

Menaiki lantai dua sekolahku, aku menuju kelas paling ujung. Disanalah kelas kekasihku berada. Miftah Aryoda. Lelaki yang sudah enam bulan ini mengisi hari-hariku dengan status 'pacar'. 

Setelah mata ini melihat sosoknya yang sedang bersenda gurau bersama teman-temanya, aku langsung menghampirinya dan mengajaknya sedikit menjauh.

"Kenapa, sayang? Tumben nyamperin sampai Kelas? " Tanyanya heran. 

"Aku belum haid, Mif" bisikku padanya. 

Terlihat, Miftah menyergit dan menatapku bingung. 

"Maksudnya? " Tanyanya.

"Iya, aku belum datang bulan. Belum halangan. Belum dapat jatah bulanan ku. " Kataku dengan menekan setiap kata-kata yang aku ucapkan. 

"Terus gimana dong? Masa iya kamu ... ?" Dia menggantungkan kalimat yang akan diucapkan.

"Emang udah telat berapa lama?" Tanyanya lagi. 

Dari raut wajahnya, terlihat Miftah begitu tenang, tapi aku yakin, dia juga takut. 

"Harusnya aku haid tanggal lima sampai sepuluh, tapi ini sudah tanggal 28 di bulan berikutnya, aku belum juga haid. Jadi intinya aku udah telat satu bulan lebih. " kataku, dengan menyebutkan tanggal, kapan seharusnya aku menemui tamu bulananku. 

"Okey, kamu jangan panik dulu. Nanti sepulamg sekolah, kita bicarain ini lagi. Kita cari solusi dan jalan keluarnya sama-sama. Okey? " Katanya. 

***

Pukul empat belas lebih dua pulih menit, bell pulang sekolah berdering. Para siswa siswi SMP Harapan Bangsa, berdesakan keluar kelas masing-masing, termasuk aku. Miftah, sudah menungguku di depan kelas. Kami beriringan menuju parkiran ilegal yang berada di pemukiman belakang sekolah. 

"Ke rumahku dulu, ya? " Ajaknya, setelah kami sampai di parkiran. 

Aku menganggukan kepala sebagai jawaban. Entah, pikiranku masih memikirkan jadwal tamu bulananku yang sudah terlewat lama. Segala pikiran buruk menari-nari di otakku. 

Dalam perjalanan, kami berdua sama-sama diam, larut dalam  pikiran masing-masing. Sesampainya di rumah Miftah, kami langsung masuk dan menuju kamarnya. 

Rumah ini selalu sepi pada siang hari, karena Tante Lulu, ibunya Miftah, pasti berada di tokonya. Sedangkan Om Aryo, ayahnya Miftah, beliau kerja di luar kota dan akan pulang setiap akhir pekan. 

"Kamu tunggu di kamarku. Ini pintu, aku kunci dari luar. Jangan bikin suara keras, takut kalau ibuk tiba-tiba pulang. Aku ke apotek dulu buat beli tespek. " kata Miftah serata mengelus pucuk kepalaku. 

"Jangan lama-lama" jawabku pelan, dia mengecup keningku sebelum pergi. 

Tiga puluh menit kemudian, Miftah kembali dengan membawakan 2 bungkus bakso, dan juga tespek untukku.

"Kamu makan dulu, habis itu pake ini. Kata Mbaknya tadi, kamu tinggal tampung sedikit pipismu, habis itu celupin ini ke pipismu itu, tunggu 1 menit, habis itu lihat hasilnya." Katanya, sambil menyodorkan mangkuk berisi satu buah plastik bakso dan juga alat tes kehamilan bertuliskan 'AKURAT'. 

"Aku gak laper, Mif. Kepalaku pusing setiap kali mau makan. Aku mau langsung coba alat ini dulu aja, ya?" 

"Tapi kamu pucet  banget, yank. Udah kaya orang nggak punya darah! Makan dulu, lah. Biar ada tenaga dan nggak sakit. " Bujuknya. 

Aku menggelengkan kepala, rasanya benar-benar mual, walau hanya menghirup aroma makanan. 

Terdengar Miftah mebghela nafas dan menganggukkan kepa. 

"Eh.. tapi gimana cara baca hasilnya?" aku kembali membalikkan badan menghadapnya lagi. 

"Ini dituliskan, kalau garisnya satu, berarti negatif. Kalau garibya ada dua, berarti positif. " dia mengambil tespek itu dan melihatkan tulisan cara penggunaan dan cara membaca hasilnya di bagian belakang kemasan.

Aku mengangguk dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di sudut kamar Miftah.

Aku melakukan sesuai instruksi yang tadi Miftah berikan. Menampung sedikit air seniku, lalu mencelupkan alat tes kehamilan itu. Rasanya, hatiku tak karuan menunggu hasilnya. Berharap kalau garis yang muncul hanya satu. 

Setelah beberapa saat menunggu, aku mengambil tespek itu. Melihatnya dengan teliti. Tak ada garis seperti yang tadi Miftah katakan. Garis satu maupun dua, tidak ada yang muncul. 

Apa artinya kalau begini, tanyaku dalam hati. 

***

"Kok gak ada garisnya, yank?" Tanyanya heran ketika aku telah keluar dari kamar mandi dan menyodorkan tespek yang kugunakan tadi. 

"Mana aku tau! Emangnya aku pernah pake kaya gituan!" jawabku ketus dan masih sesenggukan akibat tangis. 

"Kamu bener gak yang pake ini alat?" Tanyanya lagi. 

"Lah, ya, kaya kamu suruh tadi. " 

"Kok gak muncul garisnya, ya, tapi ?" Gumamnya yang masih bisa kudengar. 

"Terus ngapain kamu nangis kalau gak ada garisnya gini?" Miftah kembali bertanya, memandangku dengan lekat. 

"Ya, kan aku tetep takut. Jangan-jangan gak ada garisnya karena aku hamil anak kembar. Kan aku punya keturunan kembar. Bang Andi sama Bang Hendi kembar. Bisa aja aku hamil anak kembar, jadinya di alat ini gak kebaca hasilnya." Jawabku, sebenarnya itu yang aku pikirkan daritadi. Aku takut kalau alat itu tidak berfungsi untuk kehamilan kembar. 

"Bisa gitu, ya? Terus gimana dong nih?" Tanyanya lagi padaku. 

"Kok malah tanya lagi sih?!Mana aku tau, Miftah! Aku nggak bisa miki!" Bentakku.

"Ya sudah, ya, sudah. Enggak usah nangis lagi. Besok, aku belikan lagi tespeknya yang lebih bagus, biar hasilnya juga jelas. Ini tadi belinya cuma yang murah. Seharga lima ribu, mungkin karena murahan, jadi gak pasti hasilnya. " katanya sambil menghapus airmataku yang masih menganak sungai. 

"Ayo, sekarang aku antar pulang. Udah jam empat, nanti kamu dicari mami dan abang-abangmu yang galak itu, kan aku takut. Hehehe " Candanya. 

"Gimana mau tanggung jawab, kalau sama Bang Hendi dan Bang Andi saja takut." Cibir ku. 

Aku mengambil tasku di atas ranjangnya dengan kasar dan berlaku keluar mendahului Miftah. Sesampainya di depan rumah dan aku akan menaiki motor Miftah, kami dikagetkan oleh suara tante Lulu yang akan menutup pintu gerbang. Rupanya Tante Lulu baru pulang dari toko. 

"Loh, ada Arin. Makan dulu, yuk. Tante bawa brongkos sama telur asin loh. Kamu sudah lama, sayang, disininya?" Sapanya sambil aku menyalami beliau. 

"Enggak usah tante, udah sore nih. Mami dari tadi udah telpon suruh pulang. Tadi Miftah ngajak mampir dulu, soalnya tadi jajan bakso dan juga membelikan buat tante. " Dustaku, "Arinda, pulang, ya, tante. " Lanjut ku sambil mencium gemas pipi Jovanka, adik dari Miftah yang masih berumur sembilan bulan. 

"Kamu ini, segala belikan tante. Nanti uang jajanmu habis loh, kalau buat traktir tante. Ya, sudah, hati-hati dijalannya. Salam buat mami kamu. " Jawabnya. 

Aku memang sudah kenal akrab dengan tante Lulu, karena keluargaku dan juga keluarga Miftah sudah kenal sejak lama. Dari sebelum lahirnya kami berdua. Katanya, dulu mami adalah teman kuliahnya tante Lulu, dan papi adalah sahabatnya Om Aryo saat di pondok pesantren.  Karena itulah, aku dan Miftah bagaikan kakak dan adik, tak ada yang mengira kalau kami adalah sepasang kekasih. Bahkan, mungkin saat ini sedang ada kehidupan di perutku. 

***

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janda Muda   Gagal mendidik anak 03

    Pov Lulu (ibunya Miftah) Perlahan aku membuka mata ini, melihat sekeliling ruangan bercat kan putih bersih. Tak ada seorang pun menemani. Aku terbaring dengan selang infus yang menancap di punggung tangan kiriku. Ini, ini bukan mimpi. Ini nyata. Apa yang ku lihat tadi benar adanya. Anakku Miftah, yang dikroyok oleh kedua kakak dari Arinda, menantuku sendiri. Lalu, menantuku juga yang memukul kepala Miftah menggunakan vas bunga. Bapak, bapak juga tak sadarkan diri karena syhok melihat putra semata wayangnya babak belur, bersimbah darah, tanpa ada yang berniat untuk menolongnya. Perlahan, aku mendudukka tubuh. Menikmati rasa pusing juga nyeri di dada. Pikiranku sekarang tertuju kepada Willma. Bagaimana keadaannya, apa dia terluka karena aku jatuh pingsan t

  • Janda Muda   Gagal mendidik anak 02

    Pov Lulu (Ibunya Miftah)Saat memasuki ruang rawat Miftah, dia sedang disuapin oleh seorang suster. Kulihat tibuhnya benar-benar lemah."Bu... " Panggilnya.Aku tersenyum samar, sambil mm berjalan menghampirinya."Bagaimana keadaan kamu? " Tanyaku."Miftah udah nggak apa-apa kok. Bu, Arinda mana? Kok dia nggak ada nunggu aku? " Tanyanya.YA Tuhan, Miftah... Setelah apa yang sudah kamu lakukan pada Arinda, kamu masih berharap dia perduli padamu? Jangankan Arinda, Mif, ibu saja rasanya sudah hampir menyerah menjadi orang tuamu. Sayangnya kata-kata itu, hanya bisa aku teriakkan di dalam hati. Aku tak tega mengatakannya langsung. Bagaimanapun juga, dia adalah darah daging ku."Lupakan Arinda, Mif. Kamu sudah terlalu dalam menyakitinya. "Terlihat sorot mata Miftah memandangk

  • Janda Muda   Gagal Mendidik Anak

    Pov Lulu (ibunya Miftah) Perlahan aku membuka mata ini, melihat sekeliling ruangan bercat kan putih bersih. Tak ada seorang pun menemani. Aku terbaring dengan selang infus yang menancap di punggung tangan kiriku. Ini, ini bukan mimpi. Ini nyata. Apa yang ku lihat tadi benar adanya. Anakku Miftah, yang dikroyok oleh kedua kakak dari Arinda, menantuku sendiri. Lalu, menantuku juga yang memukul kepala Miftah menggunakan vas bunga. Bapak, bapak juga tak sadarkan diri karena syhok melihat putra semata wayangnya babak belur, bersimbah darah, tanpa ada yang berniat untuk menolongnya. Perlahan, aku mendudukka tubuh. Menikmati rasa pusing juga nyeri di dada. Pikiranku sekarang tertuju kepada Willma. Bagaimana keadaannya, apa dia terluka karena aku jatuh pingsan t

  • Janda Muda   Cerai 2

    "Bagaimana?" tanya Aryo.Diam-diam Miftah menyunggingkan senyum kemenangan. Dia bersyukur bahwa Bapaknya masih mau membelanya, karena Miftah tau, kalau bapaknya, sangat menyayanginya."Arinda tidak apa-apa, Pih, kalau pun Arinda harus jadi janda." Kata Arinda dengan nada yang begitu tenang tapi terdengar tegas."Kamu gak bisa gitu dong, Rin! Nanti kalau kamu hamil lagi, gimana? Selama ini kan kita selalu melakukan itu, tanpa alat pengaman!" Bentak Miftah. Dia tidak Terima dengan pernyataan Arinda yang bersedia menjadi janda."Gak menutup kemungkinan kamau kamu bisa hamil lagi anak aku!" Lanjut Miftah."Yang sopan, lo, kalau ngomong! " Teriak Andi menunjuk muka Miftah."Aku yang akan hamil. Berarti jikalau dia hadir kembali, dia adalah milikku!" Desis Arinda dengan aorot mata yang menajam."ITU BENIHKU! AKU BAPAKNYA!" bentak Miftah dengan nada tinggi. Dia t

  • Janda Muda   Cerai?

    Update ulang!!Baca lagi!!Lebih panjang!!Jangan lupa kasih vote!Jangan lupa koment!Seminggu telah berlalu sejak kejadian Arinda yang mengamuk histeris di ruang makan itu dan semua yang di ceritakan kakaknya itu pun tak ada yang bisa membuktikannya.Arinda sudah berulang kali mendesak Andi dan Hendi, juga Papi dan Maminya, tapi semua nihil. Tak ada yang mau membuktikan semua ucapan Andi itu.Seminggu ini pun sikap Miftah begitu lembut dengannya, hampir setiap ada kesempatan selalu di manfaatkan Miftah untuk meminta hak nya. Diam-diam, Maura memberikan Pil KB kepada Arinda, agar tak mengulangi kesalahan dimasa lalu.Maura tak ingin anaknya kembali hamil untuk waktu dekat ini, ia tak ingin masa depan anaknya hancur karena hamil diusianya yang masih begitu muda. Untunglah Arinda dan Miftah pun tak ada yang curiga dengan P

  • Janda Muda   Skorsing

    pdate ulang!Baca lagi!Jangan lupa vote!Jangan lupa koment!"Brengsek!" Umpat Miftah dan kembali melayangkan tinju ke wajah Dova dengan membabi buta.Teriakan histeris dari murid-murid perempuan menghiasi kelas VII A tersebut. Beberapa murid laki-laki mencoba melerai pertiaian mereka. Dova yang sudah kehabisan kesabaran pun ikut menghajar Miftah, tapi sayang, Miftah yang tengah kesetanan tetap memimpim adu jotos yang mereka lakukan.Arinda panik dan begitu merasa ketakutan. Ditambah, kepalanya berdenyut nyeri, seakan kepalanya itu mengeluarkan asap dan siap akan meledak."Miftah, Jangan!""Miftah, ampun!" Jerit Arinda tiba-tiba.Seketika, Miftah menghentikan aksi brutalnya dan menoleh ke belakang. Melihat tepat dimana Arinda berdiri dengan memegangi kepalanya. Arinda menangis tergugu dan berulang kali meneriakkan kata ampun dan menyebut-nyebut nama Miftah. Miftah dengan cepat memegan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status