Jangan heran kalau anak jaman sekarang sudah banyak yang pacar-pacaran. Anak SD saja sekarang sudah ayah bunda-an.
Jaman memang sudah semakin 'edan'.
Ini kisah antara Miftah Aryoda, seorang siswa kelas sembilan dan Arinda Mutiara. Gadis cantik berlesum pipi yang baru saja duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Mereka berdua sekolah di sekolah yang sama, SMP Harapan Bangsa, kota Bandung.
Dulunya, rumah Miftah dan Arinda hanya berhadap-hadapan. Tetapi karena Pak Aryo dipindah tugaskan di Jogja, akhirnya keluarga Miftah pun pindah. Mereka menetap di Kota Gudek itu selama hampir empat tahun. Pada tahun yang akan memasuki tahun ke empat, Pak Aryo kembali mendapat proyek di Bandung, dan mereka semua memutuskan untuk kembali.
Rumah yang dulu, masih dalam masa sewa orang lain, karena selama di Jogja, rumah Pak Aryo di sewakan. Akhirnya keluarga Pak Aryo untuk sementara waktu menempati rumah hadiah dari keluarga pada saat awal menikah dulu, sambil menunggu rumah mereka selesai disewa.
Sudah saling kenal, satu sekolah yang sama, umur yang sama-sama menginjak remaja, membuat Miftah dan Arinda mempunyai kedekatan dan rasa yang berbeda dengan beberapa tahun lalu saat mereka masih sama-sama mengenakan seragam putih merah.
Rasa mengagumi, hingga rasa ketertarikan antara satu sama lain yang membuat hubungan mereka lebih dari sekedar teman. Bahakan rasa itu lebih dari sekedar rasa sayang seorang kakak kepada adiknya.
Hingga terjadilah, kisah percintaan antara keduanya. Kisah cinta monyet yang seharusnya hanya sebatas cinta-cintaan. Bukan kisah yang membuat hancur keduanya.
Sore itu, Arinda yang seperti biasa pulang bersama Miftah, memutuskan untuk mampir dulu ke rumah Miftah, untuk mengambil kaset PS yang akan digunakannya bersama kedua kakak Arinda.
Entah siapa yang memulai, semua kejadian itu terjadi. Keperawanan Arinda, hanya bisa dia jaga selama tiga belas tahun saja. Karena pada sore itu, selaput tipis nanti ringkih miliknya telah koyak dan robek, ditrobos oleh kekasihnya, Miftah.
Dengan berbekal coba-coba dan modal nekat, mereka melakukan hubungan yang seharusnya tak dilakukan oleh anak-anak seusia mereka.
Rasa nikmat dan puas setelah mencapai pelepasan, membuat mereka melakukan itu hampir setiap hari, setiap pulang sekolah.
Rumah Miftah yang selalu sepi jika di siang hingga sore hari, membuat perbuatan mereka bebas tak tercium oleh kedua orang tua mereke.
Pak Aryo? Beliau menjalankan proyek yang berbeda kabupaten dan akan pulang setiap akhir pekan. Sedangkan Bu Lulu, dia akan membawa Jovanka, anak keduanya untuk ikut menjaga toko pakaian yang ada di pusat kota. Mereka biasanya akan pulang pukul empat sore atau paling telat pukul lima. Lagi pula, Bu Lulu juga mempunyai sebuah rumah makan Padang yang lumayan ramai. Terkadang beliau juga mengontrolnya. Membuat ibu dua anak itu begitu disibukkan dengan bisnis yang dia geluti.
Jangan kalian berfikir, anak nakal itu karena kurangnya perhatian dari orang tua, keluarga yang berantakan atau malah karena keturunan dari orang tuanya.
Karena pada kenyataannya, Miftah adalah seorang anak dari keluarga yang harmonis, keluarga yang penuh dengan kasih sayang. Kedua orang tuanya sangat-sangat perhatian. Semua kasih sayang, mereka curahkan untuk Miftah dan Jovanka, adiknya.Arinda Mutiara, dia pun juga sama. Dia terlahir dari keluarga yang cukup mampu, cukup terpandang dan yang jelas dari keluarga yang taat ibadah.
Papinya, Pak Indra, bekerja di salah satu Kantor Urusan Agama di Bandung. Sedangkan maminya, Ibu Mariana, adalah ibu rumah tangga yang setiap hari dirumah. Arinda adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Dia mempunyai 2 orang kakak laki-laki kembar yang bernama Andi dan Hendi.Mereka semua menyayangi Arinda, menuruti semua keinginannya, menjaganya dan juga selalu memperhatikan tumbuh kembang anak-anaknya.Tetapi... lagi-lagi, orang tua kecolongan! Orang tua terlalu mempercayai anak-anak mereka! Terlalu percaya, bahwa anak-anak mereka tak akan mungkin mengecewakan mereka sebagai orang tua. Terlalu percaya, bahawa anak-anak mereka adalah anak-anak yang taat pada perintah orang tua, mentaati aturan agama dan menjauhi segala larangan yang jelas-jelas sudah diajarkan mereka dalam setiap kehidupan sehari-hari.
Dunia memang sudah tua.
Sudah menunjukkan akhir zamannya.
Cinta membutakam segalanya.
Cinta juga menjerumuskan manusia memasuki lembah dosa dan memasukkannya semakin dalam kedalam NekaraNYA.
"Bu, Miftah, minta uang. Tadi kata wali kelas, mulai minggu depan sudah diadakan les tambahan untuk persiapan UN. "Kataku pada ibu yang sedang menemani Jovanka di depan televisi."Oya? Kamu harus rajin-rajin belajar ya Kak, jadi anak pintar biar kehidupan kamu lebih baik dari ibu dan ayah. Berapa bayarnya ?" Kata ibu menasehati."Iya, bu, siap!" Kataku sambil memberi hormat seperti pasukan kepada atasannya, "Seratus lupa puluh ribu, untuk satu bulan, Bu. Les diadakan seminggu empat kali, di hari Selasa Rabu, Kamis dan Sabtu. " Lanjutku."Oh, ya, udah, nih uangnya. Kamu harus makan yang banyak loh,ya, minum vitamin biar badan tetep vit." Ibu menasehatiku lagi dan menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan."Sisanya buat jajan atau ditabung, ya, sayang. Kalau buat jajan jangan buat jajan yang macem-macem." ibu mengelus pucuk kepalaku, aku hanya mengangguk dan kembali ke kamar.
Aku diam mematung melihat tiga buah tespek digenggaman tangan Miftah. Rasanya, dunia seperti berhenti berputar. Nafasku sesak, seakan malaikat maut akan segera menjemputku.Tuhan.. apa yang harus aku lakukan, kenapa aku bisa hamil secepat ini, jeritku didalam hati.Bahkan untuk meneteskan air mata saja, aku tak mampu. Kuraba perut yang masih rata, ada kehidupan lain didalam sana. Aku tak mau secepat ini, tapi aku jug tak tau harus berbuat apa.Miftah, memegang pundakku. Dia memandangku dengan lekat, juga ikut meletakkan tangannya diatas tanganku yang berada di perut. Matanya berkaca-kaca. Aku yakin, bukanlah kebahagiaan yang dia rasakan."Kita gugurin, ya, yank?" Pintanya dengan tangan yang masih berada di perutku.Aku masih diam, masih belum merespon ucapannya. Sepertinya, otakku mendadak berhenti bekerja, atau malah sudah hilang entah kemana.
Nada dering telpon mengalihkan perhatian Ibu Lulu yang sedang memasak sarapan.Siapa yang telpon pagi-pagi seperti ini, batinya."Kakak, tolong ambilkan hp ibu, Nak, di meja dekat tv" ia sedikit berteriak memanggil Miftah yang sedang memakai sepatu di sofa ruang tamu."Dari Bapak, bu" kata mIftah sambil mengulurkan ponsel sang ibu.Bapak, tumben sekali beliau telpon di pagi hari seperti ini. Apa ada sesuatu yang penting, ya, pikir Bu Lulu."Ya Pak, Assalamualaikum. " Sapa Bu Lulu."...""Sudah di jalan pulang? Tumben sekali, Pak.""...""Loh loh... Ada apa memang nya, pak?" Tanya nya"...""Ah, bapak ini. Bikin ibu takut saja loh. Ada apa sih, pak? ""...""Iya sudah, iya. Nanti Ibu sa
Aku menangis meraung didalam kamar. Segala sesal mengungkum hidupku. Bayang-bayang wajah sedih mami dan papi serasa merasuk hingga ke nadiku. Aku menyesal telah melakukan semua ini. Aku menyesal. Bisa dipastikan aku akan putus sekolah, lalu bagaimana dengan semua cita-citaku, bagaimana dengan impianku yang ingin menjadi Desainer terkenal, bagaimana caranya aku membahagiakan dan membanggakan mami dan papi? Aku pasti telah melukai hati mereka, mereka pasti membenciku, mereka pasti tak mau memaafkan dan menerimaku lagi. Cklek. "Persiapkan dirimu, setelah ini kita ke Rumah Sakit." Kata Papi menginterupsi kegiatan menangisku Aku menegang mendengar kata Rumah Sakit. Apa mereka juga ingin menggugurkan kehidupan yang ada di dalam perutku ini, atau mereka akan memeriksakan ku dan mempertahankan janin ini, tapi aku malu, aku masih sangat terlihat seperti anak dibawah umur "Apa papi akan menggugurkannya" tanyaku hati-hati masih dengan isak tangis
Hari ini aku melihat gadis ku berdiri gelisah di barisannya. Aahh.. Bukan gadis lagi, tapi wanitaku. Wanita yang sekarang sedang mengandung anak ku. Wajah yang setiap harinya selalu berseri dan ceria nampak begitu pucat dan berkeringat. Sesekli dia mengelap keringat di dahinya dengan punggung telapak tangannya. Aku pikir karena terpapar sinar mentari pagi yang membuatnya seperti itu, tapiii... Bruuukk ... "Aaaaa...."Pekikan kaget dari beberapa orang yang berada di dekatnya mengalihkan perhatian semua peserta upacara yang sedang berlangsung. "Rinda ..." Gumam ku Aku berlari menghampirinya yang sedang diangkat oleh Ridhova Akbar, anak kelas VIII, anggota osis yang aku tau dia adalah mantannya. Darah serasa mendidih ketika dia melewatiku dengan menggendong Rinda, diikuti guru bk dan petugas uks dibelakangnga.Tanpa pikir panjang aku langsung mengikutinya untuk me
Menit berganti jam, jam berganti hari dan hari berganti bulan. Usia kandungan ku sekarang sudah memasuki usia 3 bulan. Belum ada banyak perubahan dalam bentuk tubuh ku. Mungkin hanya lebih terlihat berisi terutama pada payudara ku.Hubungan ku dengan Miftah pun belum ada titik terang, masih menggantung karena keegoisan papi. Jangankan untuk tinggal bersama, keinginan untuk menikah dengan Miftah pun masih ditentang keras oleh papi.Terkadang aku mulai lelah untuk semua ini, sikap Miftah pun sekarang menjadi berubah. Dia lebih terkesan cuek terhadap ku. Mungkin Miftah lelah untuk memperjuangkan ku. Entah lah ..."Woyy.. Ngelamun aja kamuu.. Ke kantin yukk" ajak Mira, teman sekelas ku"Males ah, Mir" jawab ku, aku menenggelamkan kepalaku dilipatan tangan"Males muluk kalau diajakin ke kantin. Tapi badan perasaan makin melar" sindirnyaIni bukan pertama kalinya ada yang bilang badanku makin gendut, jadi lebih terlihat cuek dan diam untuk menghin
Dua jam kemudian!Pukul 14.15..Arinda baru saja sampai ke rumah setelah diantar pulang oleh Miftah. Tadi mereka hanya ngobrol dan bermesraan di kost milik Anggun.Arinda jadi berfikir, kenapa uang tabungannya tidak untuk menyewa kamar kost saja seperti Anggun. Toh juga cuma untuk nongkrong, untuk kumpul, untuk bersantai jika penat dirumah, atau bahkan bisa untuk berduaan sama Miftah. Sama seperti Anggun, kostnya itu hanya untuk hal-hal seperti itu. Apa lagi tempat itu sangat berguna jika Anggun di kunciin oleh orang tuanya kalau pulang terlalu malam. Sepertinya menarik, pikir Arinda."Assalamualaikum" sapa Arinda saat membuka pintu utama rumahnya."Waalaikumsalam" jawab Mami tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisiAda rasa sesak tersendiri merasakan sikap mami terhadapnya. Mami yang selalu menyambut dengan ceria sekarang berubah menjadi dingin dan terkesan tidak perduli.Arinda tersenyum getir saat maminya menolak uluran tan
"Arinda sudah tidak mengandung anak dari putra ku! Tidak terlalu harus di perjelas dalam status mereka! Setelah Arinda lulus SMA, mereka baru nikah secara resmi." Kata Aryo "Apa kalau gila?! HAH?! Kau tau pasti, jika nikah siri itu yang pasti di rugi kan adalah pihak perempuan! Apa kau mau menghancurkan anak ku lebih hancur lagi?!" Kata Indra berang, tak terima atas keinginan Aryo "Apa kabar nasip calon cucu ku yang dibiarkan luruh begitu saja?" Kata Aryo dengan alis terangkat setengah "Itu bukan keinginan ku! Salah kan juga anak mu yang membiarkan anak ku meminum obat itu! Salah kan juga anak mu yang malah mendukung aksi bodoh Arinda!" Desis Indra tajam "ITU SALAH MU! Arinda tertekan tinggal di rumah mu ini! Kau tak mengijinkan Arinda tinggal bersama ku, kau pula yang dulu menentang untuk menikah kan secara resmi, dan kau malah mengancam tidak mau menikah kan mereka!" Bentak Aryo "Kau kan tau, nikah dibawah umur itu syaratnya ribet! Har