Share

Identitas Asli

“Aku tahu kamu sedang kecewa pada keluarga suamimu. Tapi kenapa kamu melampiaskan kemarahan pada rekanku?” ujar Leonardo setelah berhasil membawa Regita pergi dari café. Mereka sedang berada dalam perjalanan pulang menuju rumah.

“Rekanmu itu memang pantas mendapatkannya. Dia tidak menjaga anaknya dengan baik. Ayah macam apa dia,” balas Regita masih menunjukkan kekesalannya pada tingkah laku Marvin. Dia tidak menyangka jika ternyata Marvin adalah rekan bisnis sang kakak. Padahal Regita belum puas menceramahi pria itu tapi Leon sudah lebih dulu menariknya pergi.

Leon tidak merespon ocehan Regita lebih lanjut. Dia cukup paham sifat adiknya itu meski sudah dua tahun terakhir mereka tidak tinggal bersama. Mereka berpisah semenjak Regita memutuskan untuk menikahi Raka dan tinggal bersama keluarga suaminya.

“Jadi bagaimana? Kau kabur dari rumah suamimu hanya untuk sementara waktu atau untuk seterusnya?” tanya Leon mengalihkan topik pada permasalahan rumah tangga Regita.

“Aku tidak mungkin kembali ke sana lagi karena kami sudah memutuskan untuk berpisah,” jawab Regita lemah namun justru disambut respon antusias dari Leon.

“Waw…itu kabar bagus. Akhirnya kalian bercerai juga,” kata Leon yang sontak mendapat balasan jitakan dari Regita.

“Kakak sialan! Aku sedang bersedih karena Raka memilih untuk menikah lagi dengan perempuan lain dan menceraikanku. Bukannya turut berduka karena pernikahan adiknya berantakan, kau justru merasa sangat senang,” keluh Regita.

“Aku tidak merasa senang karena hatimu terluka sebab perbuatan suami dan mertuamu. Tapi tentu saja aku bersyukur jika itu bisa membuka matamu dan membuatmu sadar. Kamu sudah terlalu jauh meninggalkan jati dirimu sendiri demi cintamu pada Raka. Selama ini kamu hidup dengan identitas palsu dan menahan berbagai tekanan agar bisa diterima oleh keluarga mereka. Sudah cukup. Mulai sekarang hiduplah sebagai dirimu sendiri, seperti Regita yang aku kenal sejak dulu.”

Kata-kata Leon membuat Regita merasa tertampar. Dia sadar dia memang sudah banyak berubah dan dia melakukan semua itu demi cintanya pada Raka. Regita yang asli sangatlah berbeda. Bukannya perempuan yang lugu dan penurut, Regita justru adalah orang yang keras kepala, tidak mau mengalah dan selalu bertindak sesuka hatinya.

Semenjak kematian kedua orang tuanya karena insiden kecelakaan, perempuan pemilik nama Regita Axelia itu hanya hidup berdua dengan sang kakak yaitu Leonardo. Usia Leonardo sudah cukup dewasa sehingga bisa menggantikan posisi orang tua untuk Regita. Meski hidup sebagai yatim piatu namun mereka tidak kekurangan harta.

Orang tua mereka meninggalkan warisan raksasa bisnis yang langsung diambil alih pengelolaannya oleh Leonardo. Bahkan tidak hanya perusahaan, ayah mereka juga memiliki jaringan bisnis di dunia hitam. Mereka sama-sama tahu bahwa selain sebagai pengusaha, ayah mereka juga memiliki identitas sebagai seorang mafia.

Awalnya mereka tidak mempermasalahkan hal itu. Tidak hanya Leon, bahkan Regita sendiri juga sempat melibatkan diri dalam jaringan mafia melanjutkan posisi sang ayah. Namun semua berubah setelah Regita mengenal Raka.

Regita mulai menarik diri dari lingkungan itu. Dia bahkan sengaja merahasiakan identitas aslinya karena takut Raka tidak bisa menerimanya jika tahu kehidupan asli Regita yang tergabung dalam jaringan mafia. Pernikahan dengan Raka diniatkan Regita sebagai langkah awal untuk memulai hidup baru.

Regita bermaksud meninggalkan dunia kelam itu untuk selamanya. Itu sebabnya selama ini dia  juga membatasi interaksi dengan Leon walau kakaknya itu adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki. Leon selalu membujuk Regita untuk kembali. Tidak hanya kembali ke rumah, namun juga kembali pada lingkaran mafia.

“Sudah jangan melamun. Ayo turun! Kita sudah sampai di rumah,” tegur Leon menyadarkan Regita yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri.

Regita turun dari mobil dan mengikuti langkah Leon. Sudah sangat lama dia tidak menjejakkan kaki di rumah peninggalan orang tuanya itu. Beberapa pekerja langsung sigap membawakan barang bawaan Regita tanpa perlu diperintah.

Akhirnya tuan putri kembali ke istana. Sungguh jauh berbeda kehidupan Regita di rumah itu dengan kehidupannya di rumah Raka. Regita yang menjadi babu di rumah sang ibu mertua nyatanya adalah seorang ratu di rumah milik keluarganya.

Selama ini Regita tidak pernah mengeluhkan untung rugi hidup bersama Raka. Dia berpikir bisa hidup bahagia dengan cinta walau harus meninggalkan kemewahan di istananya. Tapi ternyata dia keliru. Orang yang dia cintai melakukan pengkhianatan setelah dua tahun pernikahan. Tentu saja Regita masih mencintai Raka. Tapi dia benci sikap laki-laki itu yang tidak bisa tegas pada keinginan ibunya.

Leon mengantar Regita ke kamar untuk beristirahat. Meski sudah lama ditinggalkan namun kamar itu masih bersih dan terawat. Tak lama, Leon pun kembali berpamitan.

“Kau mau ke mana?” tanya Regita.

“Aku harus pergi untuk membereskan kekacauan yang sudah kau lakukan,” jawab Leon.

“Kekacauan apa maksudmu?” tanya Regita dengan kening berkerut. Dia masih tak mengerti.

“Meminta maaf pada Marvin atas kejadian di café tadi.”

“Ya ampun, kenapa kau terlalu memikirkan pria itu? Biarkan saja. Bia memang pantas dimarahi,” bantah Regita.

“Tidak begitu, Regita. Kita punya kepentingan bisnis dengan Marvin. Mau tidak mau kita tetap harus menjaga hubungan baik dengannya,” jelas Leon.

“Terserah kau saja,” ujar Regita pasrah. Dia tidak mau terus berdebat dengan sang kakak.

“Tapi ingat satu hal, jangan meminta maaf pada pria itu dengan mengatas namakan diriku. Aku tidak sudi,” imbuh Regita membuat Leon geleng-geleng kepala. Dia senang karena dia bisa melihat kembali sosok Regita yang keras kepala dan tidak mau mengalah meski adiknya itu kembali ke rumah dalam kondisi batin yang terluka. Leon pun pergi meninggalkan Regita sendiri.

Sepeninggal Leon, Regita sibuk memperhatikan bayangan dirinya di cermin. Dia menatap dirinya sendiri dari ujung kepala hingga ujung kaki. Perkataan Leon kembali terngiang di telinganya. Regita yang sekarang memang jauh berbeda. Selama dua tahun dia menahan diri dengan hal-hal yang sebenarnya tidak bisa dia terima.

Seiring sakit hatinya karena pengkhianatan Raka, Regita pun sadar bahwa dia sudah banyak memaksakan diri. Dua tahun sudah cukup baginya untuk menyiksa batin. Regita tidak mau terus mengalah dan tidak berdaya di hadapan orang-orang yang tidak menghargainya.

“Mulai sekarang aku harus berubah. Apa mereka pikir aku akan menangis meratapi pengkhianatan? Mereka tidak tahu siapa Regita yang sesungguhnya,” gumam perempuan itu bermonolog.

Tidak sekedar ucapan, Regita kemudian beranjak membuka pintu lemari. Dia mendapati pakaian-pakaian yang pernah ia tinggalkan masih tersimpan di sana. Regita tersenyum miring. Dia mengambil beberapa pakaian untuk dipadukan dan mulai bersiap diri. Jiwa nakalnya sudah kembali.

Regita merasa melihat dirinya yang sudah lama ia tinggalkan. Dia mengenakan silky tank top berwarna hitam. Outfit itu dipadukan dengan jaket kulit berwarna senada dan hot pants jeans berwarna putih.

Regita juga mengambil salah satu koleksi boot heels yang ia miliki. Rambut panjangnya dia gerai dengan style sedikit curly. Tampilannya jauh berbeda dibandingkan tampilannya sehari-hari saat menjadi babu di rumah sang suami.

Regita seolah sedang merayakan kebebasan diri. Setelah merasa siap, dia kemudian mengambil teleponnya dan menghubungi seseorang.

“Joe, apa kau dan teman-teman bisa main ke tempat biasa malam ini? Aku akan menemui kalian di sana,” ujar Regita.

“Regita? Kau kembali?” balas seseorang dengan nada tak percaya.

“Tentu saja. Sudah cukup lama aku meninggalkan kalian semua. Mari kita berpesta,” kata Regita dengan senyum miring. Ucapan itu disambut sorak sorai kegembiraan dari sekelompok orang.

Panggilan diakhiri. Regita pun bersiap untuk berangkat. Dia langsung pergi tanpa mengabari Leon. Dia bahkan tidak menggunakan jasa sopir keluarga dan lebih memilih naik taksi online.

Tak berapa lama kemudian, Regita sudah sampai di basecamp tempat ia biasa menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Teman yang Regita maksud adalah anak-anak geng motor yang terdiri dari para pria. Meski Regita hanya satu-satunya perempuan dalam kelompok itu, tapi mereka tidak berani berbuat macam-macam. Mereka semua tahu siapa Regita dan keluarganya. Bahkan bisa dikatakan Regita adalah pimpinan mereka.

Kedatangan Regita disambut antusias oleh teman-temannya. Mereka semua senang pimpinannya kembali. Meski tak sedikit dari mereka yang merasa aneh dan mempertanyakan alasan kembalinya perempuan itu.

“Angin apa yang membawamu kembali ke sini, Nona Axel?” tanya salah seorang teman Regita yang bernama Joe.

“Aku bebas. Aku sudah berpisah dari suamiku yang tak punya pendirian itu. Jadi mari rayakan malam ini dengan berpesta. Mau ke club?” ajak Regita dengan kerlingan mata.

Ajakan Regita jelas disambut baik oleh teman-temannya. Mereka pun berangkat ke sebuah club malam di kota itu. Regita dibonceng oleh Joe. Sepanjang perjalanan dia terus berteriak-teriak mengekspresikan rasa sakit hatinya.

Di club malam itu, Regita melepaskan segala kekecewaannya. Dia minum dan menari sesuka hati. Dia tidak memikirkan apa pun selain mengurangi lukanya sendiri. Pernikahan yang dia pertahankan dengan penuh kesabaran selama dua tahun harus berakhir dengan pengkhianatan.

Kesenangan Regita terusik saat mendapat telepon dari Leon. Dia menjauh dari kerumunan sampai keluar club karena tidak bisa mendengar suara sang kakak. Regita berjalan sempoyongan dalam kondisi setengah mabuk.

Alih-alih fokus dengan perkataan Leon, dia justru tak sengaja menabrak seseorang dan kehilangan keseimbangan. Untungnya seseorang yang Regita tabrak langsung dengan sigap menahan tubuhnya. Regita mendarat di pelukan pria yang tampak terkejut itu.

“Kau lagi? Bukankah kau adiknya Leonardo?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status