Share

32

Author: Dentik
last update Last Updated: 2025-03-08 23:33:51

Aku mengemudikan mobil pulang ke rumah. Sesampainya di gerbang komplek, Pak Budi memintaku untuk menurunkan kaca mobil. Kuturi permintaan pria itu, kalau bukan hal penting ia tak akan meminta apapun pada penghuni kompleks.

"Maaf meghambat perjalanan Bu Maya. Saya ingin melapor, 30 menita lalu David dengan plat xxx-xx ingin mengunjungi rumah Bu Maya. Tapi kami tidak mengizinkannya sesuai permintaan Ibu." Pak Budi selaku satpam di komplek ini mengatakannya dengan sangat sopan dan tegas. aku pun mengulas senyum di bibir.

"Terima kasih," ucapku padanya. Aku kembali menaikkan kaca mobil dan mengemudikan perlahan melewati gerbang setelah mengangguk kepada Pak Satpam. Hujan rintik-rintik membasahi kaca depan, menciptakan bayangan cahaya lampu jalan yang berpendar samar. Aku menghela napas panjang, merasa lega sekaligus sedikit gelisah.

David datang mencariku lagi.

Tanganku menggenggam setir lebih erat. Sudah beberapa tahun sejak aku memutuskan untuk benar-benar membatasi hubungan dengannya,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   33

    "Saya mohon, Pak. Saya sampai berlutut seperti ini!"Aku menengok sebentar ke arah bawah tempat Kenzo dan Rosa berada. Dan benar saja, rota tengah berlutut di depan sahabatku dengan air mata berderai. Salah satu tangan wanita itu memegang kaki kenzo sangat erat."Apa yang ingin kamu bicarakan? Hanya dua menit," jawab sahabatku dengan wajah memaling. Sepertinya ia tak sanggup melihat wanita yang pernah ia hamili bersimpuh di hadapannya. Meskipun bayinya lenyap karena perbuatan Rosa sendiri, tapi aku bisa mengerti Kenzo masih memiliki rasa iba padanya."Saya ingin kembali seperti dulu, Pak. Maafkan saya karena tiba-tiba menikah dengan pria lain." Kenzo menghela napas panjang, jemarinya mengepal di sisi tubuhnya. Aku bisa melihat rahangnya mengeras, pertanda bahwa ia tengah berusaha menahan diri. “Rosa, kamu sendiri yang memilih pergi. Kamu sendiri yang menghancurkan semuanya,” ucapnya datar, tapi suaranya terasa seperti luka yang dalam. Rosa semakin erat memegang kaki Kenzo, air m

    Last Updated : 2025-03-09
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   34

    Kuketuk pintu ruangan CEO-ku dengan lembut. Pria yang sebelumnya sedikit memunggungiku itu menatapku sekilas dan memutuskan teleponnya."Nanti kuhubungi lagi, ada banyak urusan yang harus kuselesaikan hari ini juga," akhir pria itu.Kuulas sedikit senyum padanya. "Maaf, Pak. Ada dokumen tambahan dari Pak Jacson." Kulangkahkan kakiku mendekati meja kerja Tristan. Aku menaruh dokumen dari Pak Jacson di atas meja Tristan dengan hati-hati. Pria itu mengambilnya sekilas, lalu kembali menatap layar laptopnya dengan ekspresi tajam. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, menandakan bahwa pikirannya sedang bekerja keras.Dia kembali bekerja dengan gesit, sedangkan aku tetap duduk di depannya sembari menyiapkan notes untuk point-point penting.Ucapannya kembali terngiang di kepalaku.'Kartu David sudah ada di genggamanku. Dia pasti akan sangat berguna untukku.'Itu sangat mengusik diriku, ini pasti soal aku bukan? Namun, segera kugelengkan kepala guna fokus pada pekerjaan kami."Maya."Ak

    Last Updated : 2025-03-10
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   35

    Aku membaca pesan tersebut dengan degup jantung yang sulit dikontrol. Kutatap dokumen kerjasama antara Garnett Holdings dan Panthelis Corps dengan nanar. Perlahan aku bisa merasakan suhu tubuhku meningkat. Tanganku tremor tak sanggup membawa ponsel dalam genggamanku. Apakah pekerjaan ini sungguh mendatangkan celaka dalam hidupku? Aku tidak bisa terus-terusan berprasangka tanpa adanya bukti. Jadi kubaca dokumen tersebut dengan lebih teliti.Halaman demi halaman kutelusuri dengan cermat. Semakin lama, semakin banyak kejanggalan yang kutemukan.Kontrak kerja sama ini terlihat sah di permukaan, dengan tanda tangan dari kedua belah pihak serta materai resmi. Namun, ketika aku menelusuri bagian keuangan, ada sesuatu yang tidak beres.Garnett Holdings mengajukan sejumlah besar dana untuk proyek ekspansi, tetapi laporan keuangan dari pihak Panthelis Corps tidak menampilkan rincian penggunaan dana yang jelas. Ada bagian yang sengaja dikaburkan, beberapa angka yang tidak sesuai dengan laporan

    Last Updated : 2025-03-10
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   35

    Tristan menatapku dalam. “Kau tidak pernah bertanya kenapa Kenzo begitu tertarik dengan kasus ini, Maya?”Dadaku terasa sesak. Kenzo sahabatku? Apa hubungannya dengan semua ini? “Apa maksud Anda?” suaraku terdengar lebih tajam dari yang kumaksudkan. Sikap waspadaku mendadak aktif karena situasi yang mengejutkan. Aku tidak menyangka akan terlibat kasus sebesar dan serumit ini.Tristan menghela napas. “Kenzo bukan sekadar sahabat baikmu, Maya. Dia punya koneksi dengan Garnett Holdings. Dan dia mungkin terlibat lebih dalam dari yang kamu kira.”Aku menggeleng, mencoba menyangkal. Tidak mungkin. Kenzo selalu ada untukku. Dia selalu membantuku. Dia tidak mungkin… Tapi kalau Leonard Garnett meninggal 5 bulan lalu, itu adalah masa-masa di mana Kenzo masih suka absen tak beralasan. Kalau memang begitu, bagaimana Tristan bisa mendapatkan foto-foto ini?“Aku ingin kamu berhati-hati,” Tristan melanjutkan. “Kalau kamu percaya padaku, aku akan melindungimu. Tapi kalau kau masih ingin percaya pad

    Last Updated : 2025-03-10
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   36

    Tristan tersenyum kecil. "Bukan umpan, tapi kartu as." Badanku merinding mendengar kata-katanya. "Jadi, apa rencana Anda?" tanyaku lugas. Tristan mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. "Kita akan cari tahu siapa dalangnya. Tapi kita harus bermain hati-hati. Jangan sampai mereka tahu kita sedang menyelidiki mereka." Aku mengangguk pelan. "Jadi, apa langkah pertama kita?" Tristan menyeringai tipis. "Kita akan menguji seseorang." Aku menajamkan pandangan. "Siapa?" Dia menatapku lekat-lekat sebelum menjawab. "Kenzo." Hatiku mencelos. "Apa maksud Anda? Kenzo—" "Dia mencurigakan," Tristan memotong. "Aku ingin kamu mengujinya. Lihat bagaimana reaksinya saat kamu memberitahunya sesuatu yang tidak benar." Aku menggigit bibir. Kenzo adalah orang yang selama ini kupercayai. Tapi bagaimana kalau Tristan benar? Bagaimana kalau Kenzo adalah bagian dari ini? Aku mengangguk pelan. "Baik. Saya akan mencobanya." Tristan menatapku sejenak sebelum akhirnya berkata, "Bagus. J

    Last Updated : 2025-03-11
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   37

    “Kajian internal tentang beberapa proyek yang didanai Garnett Holdings selama lima tahun terakhir,” jawabnya sambil bersandar ke meja, lengannya terlipat di dada. “Aku sudah lama curiga kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka. Tapi aku butuh seseorang untuk memastikan sebelum aku mengambil tindakan.”Aku menatap amplop itu ragu-ragu. “Kenapa saya?”Dia tersenyum miring, tapi tatapannya tetap serius. “Karena kamu orang yang teliti, cerdas, dan yang paling penting kamu bukan bagian dari mereka.”Jantungku berdegup kencang. Sekarang aku seperti di batas medan perang, ucapan atasanku terlalu berat untuk kuterima.Aku menarik napas panjang, lalu mengangguk. “Baik, saya akan menelitinya.”Malam itu, aku menatap amplop cokelat yang terbuka di depanku. Dokumen-dokumen di dalamnya berisi laporan keuangan, catatan transaksi, dan beberapa surat perjanjian yang sudah ditandatangani.Semakin aku membacanya, semakin aku menyadari bahwa ini lebih besar dari yang kuduga.Ada proyek-proyek fi

    Last Updated : 2025-03-11
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   38

    “Maya, aku butuh bicara.”Aku pura-pura sibuk merapikan dokumen di mejaku. “Tentu, ada apa?”Kenzo melirik sekeliling sebelum menurunkan suaranya. “Ada sesuatu yang aneh di laporan keuangan ini.”Aku mengangkat alisku. “Oh? Apa maksudmu?”Dia menyodorkan tablet miliknya, menunjukkan angka yang telah kami masukkan sebagai jebakan. “Ini tidak cocok dengan data sebelumnya. Sepertinya ada kesalahan.”Aku berusaha tetap tenang. “Mungkin bagian keuangan yang melakukan revisi. Aku hanya meneruskan data yang diberikan.”Kenzo menatapku dengan mata yang sulit kubaca. “Siapa yang menyuruhmu memasukkan angka ini?”Jantungku berdetak lebih cepat. “Itu dari bagian keuangan.”Dia menatapku beberapa detik lebih lama sebelum akhirnya menghela napas dan mengangguk. “Baiklah. Aku akan cek lagi.”Saat dia berbalik pergi, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres.Apakah dia percaya? Atau justru dia mulai mencurigai sesuatu? Aku menggenggam pulpen di tanganku erat-erat. ~Malam itu, Bimo sedang tidur, beg

    Last Updated : 2025-03-11
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   39

    Pria itu tersenyum tipis, tapi tatapan matanya penuh dengan strategi yang matang. "Kita buat dia mengakui semuanya."Aku menelan ludah. “Bagaimana caranya?”Tristan menyandarkan tubuhnya ke kursi, jemarinya bertaut, ekspresinya penuh perhitungan. “Aku sudah menyiapkan rencana. Tapi aku butuh bantuanmu.”Jantungku berdegup lebih kencang. Ini bukan pertama kalinya Tristan memintaku melakukan sesuatu di luar tugas sebagai sekretaris. Sebelumya ia memintaku menganalisis Proyek, kemudian memata-matai Kenzo, dan sekarang memerintahkanku untuk membuat Bu Ratna mengakui kejahatannya.“Apa yang harus saya lakukan?” tanyaku, berusaha menenangkan diri.Tristan mendorong map lain ke arahku. Aku membuka dan membaca isinya. Ini adalah transkrip komunikasi internal yang tampaknya berasal dari email rahasia. Isinya cukup mengejutkan, percakapan antara Bu Ratna dan seseorang dari Garnett Holdings, membahas “pengamanan dana” serta “rencana cadangan” jika Andre gagal menutup celah yang mereka buat.Aku

    Last Updated : 2025-03-11

Latest chapter

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   94

    Aku terkekeh kecil melihat ekspresi cemberut Mama di layar ponsel. Sementara di sampingku, Tristan memasang wajah tak bersalah, seolah dia bukan biang kerok dari semua perjalanan panjang ini.“Kami rindu, Ma… tapi kan sekalian kerja. Lagian tiap malam video call, kan?” sahutku, mencoba menenangkan.“Iya, iya, tapi kalian harus pulang. Mama kangen. Bimo juga udah mulai rewel nyariin kalian, padahal kemarin dia bilang mau tinggal seminggu lagi. Tapi sekarang tiap malam nanya kapan Mama pulang,” suara Mama melembut, kali ini tidak menyindir lagi, hanya kerinduan tulus seorang nenek dan ibu.Tristan menoleh padaku. Matanya menyiratkan pertanyaan yang tidak ia ucapkan. Tapi aku tahu, aku pun merindukan Bimo. Dua bulan ternyata cukup untuk memulihkan luka, menata hati, dan kini… waktunya kembali.Aku mengusap perutku perlahan, refleks. Gerakan kecil itu belum tampak jelas, tapi kehadirannya sudah nyata. Aku tahu waktunya memberi kabar.“Ma…” aku menggigit bibir, sedikit gugup. “Kami akan pu

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   93

    Aku mengeratkan pegangan tanganku pada Tristan. Entah kenapa dadak mendadak sesak. Kurasa akan ada berita buruk sebagai kelanjutan kata 'tapi'."Keep calm, darling," bisik Tristan menangkanku. Suamiku sangat menyadari bagaimana keresahanku. Kuanggukkan kepala. "T-tapi apa, Ma?" tanyaku memberanikan diri.Helaan napas keluar dari kedua mertuaku. Bu Ayu menatapku sembari menggigit tipis bibirnya. Kedua tangannya di taruh ke atas meja. "Biarkan Bimo tinggal di sini."Tubuhku menegang. Kali ini aku tidak bisa mengontrol emosi yang akan meluap."Tenang, Maya. Aku tidak bermaksud memisahkan kamu dengan Bimo." Bu Ayu berusaha memberikan penjelasan. Namun, hatiku sangat takut."Kami tidak akan mengambil putramu. Niat kami hanya memberikan kalian ruang dan waktu sebagai pengantin baru. Tolong tenang..."Air mataku jatuh ke pelupuk begitu saja.Aku tidak bisa mengontrol diri."Tenang, darling." Suamiku berusaha menenangkanku, tetapi saat ini aku benar-benar tidak bisa dikontrol. Bu Yati dan Pa

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   92

    Pagi ini aku terbangun dengan perasaan bahagia. Ada hal berbeda dari rutinitasku sebelumnya. Kini, saat membuka mata, kudapati suamiku menatapku penuh cinta."Morning, Darling," sapanya dengan suara serak basah.Kuberikan senyum terbaikku. "Morning."Tangan Tristan membelai rambutku dengan lembut. Matanya tak lekat menatapku.Kami berbaring sebentar, hanya saling menatap. Aku bisa mendengar detak jantungnya, tenang, stabil—seolah memberitahuku bahwa kini aku aman. Benar-benar aman.Lalu Tristan mencium keningku, turun ke hidung, dan berhenti tepat di bibirku. Sentuhannya ringan, seperti pagi itu sendiri."Ayo kita mandi bareng," ucapnya pelan.Aku mengerutkan dahi sambil menahan senyum malu. "Kamu serius?"Ia mengangguk, lalu bangkit dan menarik tanganku lembut. “Aku pengen mulai hari ini dengan kamu. Dari hal paling sederhana.”Kamar mandi kami dipenuhi aroma lavender dari diffuser yang menyala sejak semalam. Air hangat mengalir dari pancuran seperti hujan lembut. Tristan menggulung

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   91

    Hari ini.Hari yang dulu kupikir hanya akan jadi angan-angan. Hari di mana aku, seorang janda dengan anak autis, berdiri di depan cermin dengan kebaya putih gading yang dijahit rapi mengikuti lekuk tubuhku. Makeup tipis, veil menjuntai, dan senyum gugup yang tak bisa kusembunyikan.“Maya sayang... kamu cantik banget. Kayak kalau bulan purnama minum kolagen terus ikutan audisi Putri Indonesia,” Paulo berseru dari balik pintu dengan suara cemprengnya. “Aku nggak nangis kok, ini cuma... eyeliner aku meleleh karena... ya, aku terlalu flawless.”Aku tertawa pelan, menatap pantulan wajahku di cermin.“Hari ini kamu resmi jadi istri, May,” gumamku pada diri sendiri. “Dan kamu nggak sendiri lagi.”**Di pelaminan mini tempat akad digelar, suasana begitu syahdu. Dekorasi nuansa putih dan hijau pastel menghiasi seluruh ruangan. Bunga melati menjuntai, cahaya matahari masuk dari jendela besar, menciptakan nuansa sakral yang hangat.Tristan duduk di depan penghulu. Wajahnya tegang tapi penuh teka

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   90

    Beberapa minggu berlalu, kami mempersiapkan pernikahan. Karena ini adalah acara pernikahan pertama untuk keluarga Kusuma, jadi Mama dan Papa mertua menyiapkannya begitu mewah. Hari ini pun, aku berada di butik bersama keluarga calon suamiku, putraku Bimo, Bu Yati, dan Paulo si cowo feminim. “Sayang, kamu harus pasrahkan tubuhmu pada karya Tuhan bernama siluet couture, oke?” Paulo berseru sambil memutar scarf warna-warni di lehernya. “Jangan ngaku pengantin kalau belum ngerasain dijahit sambil setengah pingsan karena korset!”Aku tertawa pelan. “Jangan nakut-nakutin dong, Poo.”Salah satu asisten butik membantu memakaikanku gaun pertama. Kainnya menjuntai sempurna, detail bordir kristal Swarovski menyebar dari bahu hingga ekor panjang seperti ombak.Ketika tirai fitting room dibuka, semua mata tertuju padaku.Bu Ayu memandang diam-diam, matanya berkaca-kaca tapi penuh kekaguman. Pak Kusuma tersenyum lebar. Bu Yati langsung bertepuk tangan.Tapi, tentu saja… yang paling heboh, Paulo.“

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   89

    Kulepaskan pelukan Tristan, kembali menatap Bu Ayu. Menunggu jawaban yang dilontarkan Pak Kusuma."Jawab, Ma.""A-aku..." Bu Ayu tampak ragu. Namun aku tau jika beliau memang berat memberikan restu kepada kami."Bisakah kamu merestui mereka? Apa kamu mau nasib kita turun ke putra kita?"Bu Ayu menatap Pak Kusuma dengan mata yang nanar. "Aku menikahimu karena terpaksa, Ayu.""Tapi aku tulus, Mas!" Tampak air muka wanita itu tersakiti. "Maaf. Aku benar-benar minta maaf sama kamu." Kini Pak Kusuma berlutut di depan Bu Ayu. "Sekarang aku menyadari kesalahanku. Waktu itu aku menerima perjodohan karena dipaksa orangtuaku. Tapi, sekarang aku tidak mau Tristan melalui hal sama. Bagaimana kalau pernikahan dia seperti kita?" Pak Kusuma memengang kedua tangan istrinya. "Kalau kamu memisahkan putra kita dengan wanita yang dicintainya, kisah antara aku, kamu, dan Ratna bisa terulang."Air mata Bu Ayu luruh. "Kamu jahat, bagaimana bisa kamu main belakang dengan dia, Mas. Kenapa-""Maaf. Aku sanga

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   88

    "Ma, kami di sini untuk memberitahu kalau akan menikah. Tidak peduli mama merestui hubungan kami atau tidak, aku tetap menikahi Maya." Tristan menjadi garda terdepat sebelum Bu Ayu menyerangku.Napas wanita paruh baya itu tampak memburu. "Lebih baik kamu menikah dengan Rosa, Tristan. Dia lebih baik dari wanita itu!" seru Bu Ayu sembari menunjuk ke arahku."Tidak, Ma. Tidak ada yang lebih baik dari Maya.""Jangan cela pilihan Mama, Tristan. Mama mencegah penyesalanmu di kemudian hari." Bu Ayu menoleh ke arah mantan rekan kerjaku. "Benarkan, Rosa?""Benar, Ma." Rosa menjawabnya penuh percaya diri.Tristan menghela napas. "Ternyata kamu munafik banget, Ros." Kulontarkan sarkasme untuk menembak kemunafikan wanita itu.Mata Rosa melotot ke arahku. "Justru kamu yang munafik, May!" Napasnya memburu bak banteng. "Benar! Kamu menggoda anakku, kan?! Menjijikkan!" Bu Ayu meludah ke lantai. "Maya tidak menggodaku, justru aku yang mengejar-ngejar Maya, Ma!" Tristan meledak."Mama tidak percaya.

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   87

    Rentangan tangan pria itu perlahan mengendur. Sorot matanya seakan kehilangan cahayanya. Bibirnya yang semula melengkung ke atas, kini berangsung datar. Aku tak tahan melihat ekspresinya yang seperti itu. Apa yang dipikirkannya saat ini?Kulangkahkan kakiku mendekat ke arahnya. Aku semakin sedih karena membuat Tristan sedih."Pulanglah. Besok malam jemput aku," ujarku merengkuh tubuh kekasihku yang sangat kucintai. Tristan membeku dalam pelukanku. Napasnya tertahan sejenak, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa semua ini nyata, bukan hanya imajinasinya yang kesepian.Perlahan-lahan, aku merasakan kedua lengannya melingkari tubuhku. Ragu-ragu di awal, tapi kemudian semakin erat, seolah takut aku akan menghilang lagi."May..." bisiknya parau di dekat telingaku. "Kamu serius?"Aku mengangguk di dadanya, membiarkannya merasakan jawaban itu lewat detak jantungku yang berdebar cepat. "Pulanglah dengan Papamu, besok jemput aku. Kita meminta restu ke mamamu."Pak Kusuma terlihat mendekat k

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   86

    Sebelum pria itu benar-benar bersimpuh, aku segera menghadangnya. Ekspresinya yang tak berdaya membuatku iba. "Silakan masuk, Pak." Putusku sebelum mempertimbangkan lebih jauh. Aku tak bisa membiarkan Pak Kusuma bersimpuh di hadapanku. Pria paruh baya itu mengikutiku dengan langkah lunglai. Dia seperti mayat berjalan, entah apa yang terjadi. Aku tak tahan melihat pemandangan yang menyedihkan ini.Bu Yati yang masih berdiri di depan kamarnya, sontak mematung saat aku mempersilakan Pak Kusuma bertamu."Tolong, teh," kodeku padanya. Aku kemudian berbalik dan menatap tamuku seramah mungkin. "Silakan duduk, Pak."Dia segera duduk dan menunduk. Aku menunggu untuknya bicara, tetapi keadaannya terlihat belum siap untuk mengobrol. Sampai-sampai Bu Yati menyeduhkan minuman dan snack, pria itu masih saja tertunduk dengan tangan mengepal. Bu Yati melihatku seakan bertanya, 'Kenapa?'Aku hanya mengendikkan bahu, karena tak tau apa yang membuat Pak Kusuma seperti itu. Bu Yati segera undur diri d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status