Share

mereka

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-02 03:36:44

Mereka terkejut bukan kepalang, setengah juga takut melihat anak mereka yang duduk mematung, anak itu terlihat bingung sembari memanggil kedua orang tuanya.

"Ibu, Ayah ...."

"Kalian sudah puas bermain cinta, kalian sudah puas mereguk asmara tanpa memikirkan orang lain yang mungkin tersakiti?!"

"Ya-yanti ...." Mas Imam mengucek matanya, seolah ingin meyakinkan diri bahwa yang sedang dilihatnya adalah aku.

"Iya, ini aku," jawabku tersenyum tipis.

"A-apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan suara bergetar sementara aku menatapnya tajam, wanita yang juga kupelototi itu nampak ketakutan dan langsung bersembunyi di belakang suamiku.

"Untuk melihat pengkhianatanmu!"

"U-untuk apa kau bawa pisau?" tanyanya lagi melihat pisau yag tergelatak di meja, lantas menyuruh istrinya untuk mengambil Raisa.

Brak!

Pisau yang sedari tadi kugenggam erat itu kulempar ke arah wajah Mas imam, sayang meleset dan menancap di pintu, hanya beberapa centi saja dari telinga Mas Imam. Melihat pisau yang mengkilat Mas imam menelan ludah dan berusaha menenangkanku.

Ya, selama menjalani biduk rumah tangga aku dan Mas imam tidak pernah bertengkar, jangankan bertengkar, selisih paham pun jarang. Jadi mungkin dia terkesiap dengan sorot amarah yang kini berapi-api di mataku.

Karena takut dan cemas, dengan cepat wanita itu mengambil anak perempuannya dan memasukkannya ke dalam kamar. Wajahnya terlihat tegang dan gelagapan.

"Tadinya pisau itu untuk diriku sendiri, aku berniat ingin mati di depanmu, karena perlakuan baikmu ini sudah tak bisa kuterima," ujarku dengan nada sarkasme.

"Itu bukan salah Mas Imam, akulah yang telah memintanya menikahiku," sela wanita itu yang tiba tiba merangsek dari balik pintu kamarnya, dia kembali ke luar setelah mendengar percakapan kami.

"Kenapa harus suamiku, hei, kau wanita yang tak layak kusebut wanita!"

"Karena aku jatuh cinta pada kebaikannya dan kurasa selama kita berjalan di jalan yang benar, aku tidak merasa bahwa itu adalah dosa."

"Bukan dosa bagimu adalah kesalahan bagiku. Jadi, ini dia orang yang katamu kecelakaan dan harus kau tanggung hidupnya karena mengalami cacat permanen?"

Wanita itu terkejut bukan main, dia memandangku dan Mas Imam bergantian, ia menatap dengan sorot tak percaya seraya menggelengkan kepalanya.

"Kecelakaan maksudnya gimana, Mas?"

"Ya, dia mengaku padaku kalau kau adalah orang cacat yang tidak berdaya dan harus disantuni layaknya pengemis!"

"Yanti! Apa yang kau katakan!" Mas imam membentak dan hendak melayangkan pukulan.

"Lho, bukannya itu yang telah kau katakan padaku, kau tidak ingin mengakuinya di depan gundikmu?"

Mas Imam kalap, dia tak tahu harus menjelaskan padaku atau harus mengambil hati istri barunya yang kini mulai menangis.

"Diam dulu kamu, bagaimana aku bisa jelaskan jika kau terus mencecar dengan pertanyaan, apa kau ingin menyudutkanku?"

"Menyudutkan bagaimana, bukan hanya dia yang butuh penjelasan, tapi kami juga!"

Tiba tiba Bapak datang, diikuti ibu dan orang tua Mas imam, ditambah adik-adiknya, ketua RT setempat dan tetangga.

"Apa ... kau mengundang mereka semua?" tanya Mas Imam menelan ludah.

"Ya, aku telah mengundang mereka jauh-jauh hari untuk merayakan kebahagiaanmu yang diam diam menikah lagi. Kenapa? Kau tidak suka?"

"Tentu saja ...!" Mas Imam hendak marah, namun ia nampak malu pada semua orang sementara wanita itu juga tertunduk sambil menggenggam tangan anak mereka.

"Jangan khawatir, aku juga sudah menelpon anak-anak untuk melihat kenyataan yang sebenarnya, bagaimana kelakukan ayah mereka, mereka pasti terharu sudah punya adik perempuan tanpa pemberitahuan," ungkapku tertawa pahit.

Sedih juga rasanya, karena aku membayangkan betapa syoknya mereka mendapati orang tua mereka sedang disidang dan dikerumuni banyak orang.

"Jadi ini kelakuanmu di belakang anakku, jadi karena kami semua memghargaimu kau menjadi seenaknya saja?" tanya Bapak dengan nada tegas.

"Tunggu dulu, tolong ... ini bisa dibicarakan baik-baik," bujuk Ibu Mas Imam yang umurnya nyaris sama dengan orang tuanku.

"Kalau begitu jelaskan kenapa bisa menikah tanpa izinku?"

"Ya, mereka menikah baik-baik, Mbak, mereka menikah dengan petugas KUA dan saya adalah salah satu saksinya," jawab Pak RT.

"Lalu pada saat itu anda yakin bahwa pria yang anda nikahkan dengan salah satu warga anda adalah pria lajang?"

"Statusnya menduda, dan saya telah memeriksa surat keterangan pengantar nikah dari kantor di mana Pak Imam berdomisili tinggal," jawab Pak RT sambil menatap kami.

"Oh, kalau dia mengaku menduda artinya secara tersirat dia telah menceraikan saya, iya kan?"

"Saya tidak tahu, Bu, fatwa itu adalah hak ulama, bukan saya, saya hanya membantu warga saya yang hendak menyempurnakan agamanya," jawab Pak RT dengan raut wajah yang juga tak kalah malunya. Aku paham, dia tidak tahu apa-apa.

"Jadi kau telah menganggapku tidak ada, ketika memutuskan untuk menikahi dia? kau lupa bahwa aku menunggu di rumah dengan setia pada saat kau tak mampu membendung hasrat ingin bercinta?"

"Tolong ...."

Warga masyarakat yang berbondong-bondong berjejal di pintu ingin melihat suasana perdebatan kami menjadi riuh, sebagian menyalahkan Mas Imam, sebagian membelaku dan sebagian lain membela tetangga mereka, wanita karbitan yang tidak bisa mengendalikan diri terhadap suami orang.

"Si Bapaknya itu yang gatal, masak menikah gak kasih tahu istri dulu," gumam seorang Ibu.

"Wah, ternyata punya istri ya," timpal ibu yang lain.

"Bukan hanya punya istri Bu, dia sudah punya dua bujang yang mungkin beberapa tahun akan menikah juga."

Warga masyarakat makin riuh, keributan tak terhindarkan hingga seorang warga yang terlihat cukup disegani menyuruh mereka diam.

"Diam dulu Ibu-ibu kami sedang bicara!"

Seketika suasana menjadi hening, wanita yang sedari tadi memeluk anaknya kini menangis sesenggukan, dia tahu dirinya tidak ada yang membela.

"Sa-saya tidak tahu apa apa ...."

"Tidak tahu apanya? bukannya kau baru saja mengaku bahwa kau jatuh cinta pada suamiku dan meminta dia menikahimu, menghalalkan kelaminmu!"

Jujur saat itu aku sungguh sakit hati hingga tak sanggup mengendalikan ucapanku di depan banyak orang.

"Harusnya orang yang akan menikah memastikan dulu calonnya pasangannya seperti apa, siapa keluarga dan latar belakangnya, bukan main akad saja?"

"Itu memang salahku, karena sudah begitu, aku rela diceraikan, tapi tolong jangan menghinaku!" Dia menangis semakin menjadi jadi.

"Wanita ini pintar sekali mencari muka, dia bersikap seolah dialah korban semua ini."

"Sebenarnya Imam sudah memberi tahu kami rencana dia yang ingin menikah lagi," ucap Ibundanya pelan, dia menatapku dan wanita itu bergantian dengan tatapan yang ... entahlah.

"Jadi, Ibu tidak ingin memberi tahuku, ibu tidak kasihan pada kedua anakku?" Tanyaku dengan mata terbelalak. Terkejut, juga kecewa, tak menyangka bahwa mereka bekerja sama.

"Imam memang minta izin tapi kami tidak memberi jawaban apa-apa," sela Bapak mertua.

"Kebungkaman Bapak membuat semuaya terjadi begitu saja, berlarut larut. Dan setelah mereka punya anak, dan suasana jadi kacau, baru Bapak mau mengungkapkan semuanya? Aku tidak percaya kalau Bapak tidak pernah menemui cucu perempuan Bapak," jawabku yang kini tak sanggup menahan air mata.

"Ini semua di luar kendaliku, Yanti, aku minta maaf," jawab Bapak mertua pelan.

"Maaf, hanya itu ...?"

Aku tentu tak bisa menahan tangis, dadaku sakit, kecewaa karena ternyata semua pengabdianku selama ini sia sia. Nyatanya.sekuat apaoun bertahan, ikhlas dalam berbakti, nasibku tetap juga tragis, rumah tanggaku porak poranda.

Suasana menjadi hening, warga tercekat dengan tatapan nanar pada kami bertiga, sementara wanita yang kini memeluk anaknya hanya diam, tertunduk bungkam. Di saat itu juga samar-samar kudengar suara anak-anak yang menyibak kerumunan.

Dan terkejutlah mereka mendapati kami dalam keadaan seperti itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jangan Beri Aku Uang Lagi    ending 2

    Mendengar ucapan Mas Hamdan yang sangat lugas tentu saja ibu mertua merasa tidak enak kepada calon menantunya yang kini menangis tersedu dan putus asa ibu mertua segera bangkit dan mencegah mas hamdan melanjutkan perkataannya sambil mendekati Haifa dan merangkul wanita itu."Cukup Hamdan, cukup!""Ibu, biarlah Haifa tahu kenyataan sebenarnya agar dia tersadarkan dan bisa membuka hatinya untuk cinta yang baru. Wanita itu adalah wanita yang cantik dan sukses, dia bisa dapatkan laki-laki manapun yang dia inginkan.""Sudah cukup Mas, Kamu sudah menikah jantungku dengan kalimat-kalimatmu ucap wanita itu sambil merangkum tangisannya yang melolong sedih kedua anak kami yang baru saja pulang sekolah juga kaget melihat drama yang terjadi di ruang tamu. Mereka memandang kami dengan kernyitan dahi yang begitu heran."Ada apa Bunda?""Pergilah ke dalam.""Gak bisa Bund, kami juga berhak tahu," jawab Erwin."Ini masalah kami berempat, pergilah ke dalam," tegasku.Setelah memastikan anak-anak be

  • Jangan Beri Aku Uang Lagi    ending

    “Mas, aku sungguh minta maaaf atas apa yang terjadi Mas, situasinya memanas, Yanti mulai melawan ibu dan menyerang mental beliau, Yanti mulai menunjukkan taring dan keberaniannya untuk mendominasi di dalam rumah ini. Aku sungguh tidak menyangkanya Mas," ujar Haifa yang segera saja ingin mendapatkan pembelaan, dengan panik dan memasang wajah polos dia berusaha untuk mendapatkan kepercayaan Mas Hamdan.Dia pikir suamiku akan percaya semudah itu padanya. "Aku dengar percakaan kalian dari luar.'“Tapi itu hanya sebagian kan Mas? kau pasti tidak dengar dengan detil dari awal?” ucap haifa yang terus be rusaha meracuni pikiran suamiku.Sekuat apapun dia berusaha untuk meyakinkan mas hamdan wanita itu tetap dijauhi, jangankan mau disentuh, dihampiri daja suamiku langsung menjauh menjaga jaraknya.“Mas kamu kok hindarin aku?”“Kita ini bukan mahram! jaga sikapmu, kau bersikap seperti anak kecil di hadapan ibu dan istriku, apa kautak sadar?”“Saya masih tunangannya Mas…" Ada bola bening yang t

  • Jangan Beri Aku Uang Lagi    murka

    "Apa?!"Kedua wanita itu kompak berteriak dengan mata terbelalak Haifa sendiri sampai berdiri dari tempat duduknya sambil menatapku dengan tatapan melotot.""Apa kau yang menghasut Hamdan untuk memutuskan semua ini, Yanti?""Sudah ku bilang aku tidak berminat ikut campur, tapi aku hanya akan berdiri sesuai dengan batasan dan tugasku. Aku mengikuti apa saja kehendak mertua dan suami .... tapi semenjak mengetahui bahwa suamiku sendiri tidak setuju dengan sandiwara yang kalian buat dan pernikahan settingan ini, aku jadi punya kekuatan untuk membela Mas Hamdan," jawabku."Kau pikir kau hebat? kau pikir pengaruhmu telah mengubah Hamdan sepenuhnya dan membuat dia tidak akan mendengarkan orang tuanya, hah?" Ibu berteriak, tapi setelahnya Dia terpaksa mendudukkan diri karena akhirnya wanita itu tersengal-sengal capek dengan emosinya sendiri.Sebenarnya aku sama sekali tidak mempengaruhi Mas Hamdan tapi prinsip dan kemampuan lelaki itulah yang membuat dia akhirnya mengambil keputusan untuk men

  • Jangan Beri Aku Uang Lagi    bertengkar dengan dua wanita

    "Oh iya? sok jago sekali kamu ingin menunjukkan dominasi dan betapa hebatnya kau di rumah ini, padahal kamu hanya orang datangan yang tidak pernah tahu apa-apa," ucap Ibu Syaimah sambil mengacungkan jemarinya ke wajahku."Saya memang orang datang dengan ibu namun saya terikat secara emosional dan secara hukum dengan keluarga ibu. Hamdan adalah suamiku dan ibu adalah mertuaku di mana aku harus memperlakukannya dengan pantas sebagai orang tua. Jadi harusnya Ibu pun memperlakukan aku seperti anak.""Dirimu jadi anakku? Sejak kapan? Sejak kapan kau punya pemikiran seperti itu. Selama ini hanya aku yang bersikap baik padamu, sementara kau, acuh tak acuh saja, kadang aku melihat bahwa kau tidak pernah tulus dalam mengurusiku!"Astagfirullah, tega-teganya Ibu mengatakan hal demikian padahal aku selalu tulus mengurusnya, penuh cinta kasih menyiapkan makanannya dan selalu memberinya perhatian yang pantas ia dapatkan. Tega-teganya Ibu mengatakan itu di hadapan Haifa dan mempermalukanku."Jadi

  • Jangan Beri Aku Uang Lagi    lalu yg terjadi

    "Saya pergi dulu, permisi ya Pak, Bu, saya minta maaf dan memohon perngertiannya."Klik.Akhirnya ponsel pun di matikan, dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Aku paham betul posisi mas Hamdan yang telah dengan sekuat tenaga mengumpulkan keberanian dan ketenangan dirinya untuk bicara pada keluarga yang emosional itu. Nampaknya mereka semua sangat tidak terima dengan keputusan Mas Hamdan dan merasa kecewa sekali serta tidak mampu menyembunyikan kemarahannya.Sekarang setelah suamiku mengumpulkan keberanian untuk menemui keluarga Haifa maka aku sendiri juga akan bertindak untuk menyelesaikan masalah yang ada di rumah ini. Masalah itu harus diperselesaikan bersama tidak boleh hanya di bebankan pada satu bahu saja.Segera kurapikan diriku dan jilbabku lalu turun ke ruang tamu di mana Ibu dan Haifa masih sibuk berbincang dan membicarakan masa depan mereka.Aku ketuk pintu sambil mengumpulkan nafas, aku tarik dalam-dalam nafas lalu membuangnya, kemudian mendorong pintu dan masuk

  • Jangan Beri Aku Uang Lagi    murka

    "Tapi Nak Hamdan, sudah terlanjur bahagia dengan pertunangan itu, semua keluarga juga sama, terutama Nenek Haifa yang kini sakit sakitan, kami khawatir mengetahuinya cucu dicampakkan Ibuku akan sangat syok dan kena serangan jantung.""Saya bisa memaklumi itu, tapi tidak bisa memaksakan keadaan, kalaupun saya tetap berpura-pura jadi tunangan Haifa maka itu akan melahirkan kebohongan demi kebohongan berikutnya. Saya bukan tipe orang yang suka berbohong dan bersandiwara."Tiba-tiba dari seberang sana aku bisa mendengar ibunda Haifa menangis terisak dengan kesedihannya. Di sisi lain di rumah ini Haikal dan ibu mertua sedang tertawa-tawa di ruang tamu khusus wanita. Mereka bersenda gurau layaknya ibu dan anak, sementara diri ini dan Mas Hamdan berada di tengah-tengah kegalauan dan kebingungan itu."Ibu tolong maafkan saya ya, saya mau pergi dulu," ucap Mas Hamdan."Baiklah, Nak Hamdan. Jika itu keputusanmu, maka kami akan pasrah, tapi tolong, jika ibumu mengharapkan Haifa jadi menantunya,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status