ログイン“Ah…Sayang, perutku….”
Nara mengulum senyum seiring dengan perginya Saras. Misinya benar-benar berhasil, padahal dia hanya memberikan dosis kecil pada makanan wanita itu. “Bisa tolong temani Saras?” pinta Giorgio pada teman Saras. Teman saras mengangguk. Ia segera pergi menyusul Saras yang berlari mencari toilet. “Kamu yang melakukannya?” tuduh Giorgio pada Nara saat tak ada siapapun di sekitar kita. “Melakukan? Melakukan apa?” sahut Nara bersikap seolah-olah tak tahu apa-apa. Giorgio menghela napas panjang. “Meletakkan obat pencahar itu, kamu yang melakukannya kan.” “Jangan asal menuduh. Siapa tahu kekasihmu itu memang tidak bisa makan makanan seperti ini,” sahut Nara masih tidak ingin mengaku. Biar saja. Salah sendiri siapa suruh mengajaknya makan padahal dia sudah memberikan kode yang jelas-jelas menolak. “Nara maheswara!” “Sayang, maaf ya perutku tiba-tiba saja sakit. Aku rasa sushinya bermasalah,” kata Saras yang tiba-tiba muncul bertepatan dengan Giorgio yang meninggikan suaranya. “Kamu sedang memarahi sepupumu?” tanya Saras pura-pura peduli. “Jangan terlalu keras padanya, Sayang. Bukankah dia datang kesini ingin ditemani untuk belanja, jadi bersikaplah sedikit lunak padanya,” sambung Saras seolah-olah begitu peduli pada Nara. Nara hanya tersenyum miring. Tipe-tipe wanita seperti Saras, dia sudah sangat hafal. Dan dia tidak akan dengan mudahnya tertipu dengan kebaikan yang manipulatif seperti itu. “Ah….” Saras kembali merintih, dia memegangi perutnya berusaha untuk tidak ke belakang lagi. “Mau kebelakang lagi?” tanya Giorgio saat Saras kembali memegangi perutnya. Saras berusaha tersenyum meski perutnya melilit. Kali ini dia tidak akan kalah dengan rasa sakit yang dirasakannya. “Tidak Sayang, aku baik-baik saja,” kata Saras. “Kamu yakin?” tanya Giorgio sedikit khawatir. Keringat di wajah Saras semakin deras menetes. Saras terus memaksakan senyumnya. “Iya Sayang.” Perut Saras semakin melilit. Senyum yang tadi mengembang kini berganti kerutan. Keringatnya semakin banyak, wajahnya juga terlihat pucat. “Sayang aku….” Suara kentut terdengar begitu nyaring. Saras langsung pergi ke toilet dengan menahan rasa malunya. Banyak orang yang memperhatikannya tadi. “Nara, kali ini kamu benar-benar keterlaluan!” sungut Giorgio. Wajahnya mengeras, tak seperti tadi. “Keterlaluan?” ulang Nara menantang. “Aku bahkan tidak melakukan apa-apa!” sambung Nara dengan nada yang mulai naik satu oktaf. Giorgio memijit pelipisnya. Matanya menatap lurus Nara yang terlihat tenang dan tidak terganggu sedikitpun. “Apa? Masih tidak percaya padaku?” seru Nara saat Giorgio terus menatapnya. “Ayolah Nara, bersikap dewasalah sedikit. Katakan iya dan aku tidak akan marah,” balas Giorgio tak tahu harus bicara seperti apa terhadap Nara. Nara menyunggingkan senyumnya. “Bersikap dewasa?” Nara menirukan ucapan Giorgio. Bukankah aku yang harusnya mengatakan itu padamu,” sambung Nara. Kening Giorgio mengkerut, menatap Nara dengan tatapan tak mengerti. “Apa maksudmu?” “Kamu sengajakan menerima tawaran kekasihmu itu untuk makan bersama hanya untuk membuatku kesal.” “Kamu tahu, sikapmu ini sungguh kekanak-kanakan.” Suara Nara berubah rendah, namun penuh penekanan. Matanya menatap tanpa takut mata Giorgio yang juga tengah menatapnya. “Aku tahu kamu sangat membenciku, tapi menyeretku untuk melihat kemesraan kalian itu sungguh keterlaluan!” omel Nara. Mulut wanita itu tak bisa diam. Dia terus saja mengomel meski Giorgio tak lagi menanggapinya. Pria itu memilih diam dan mendengarkan semua perkataan yang ingin dikatakan oleh Nara. “Aku kemari bukan untuk itu jika kamu lupa!” tegas Nara. “Kita datang kesini untuk mencari cincin pernikahan.” Giorgio menarik napasnya dalam-dalam sebelum berbicara. “Aku tahu itu, tapi aku tidak tahu jika kita akan bertemu dengan kekasihku,” balas Giorgio. Sudut bibir Nara tertarik ke atas. “Karena tidak tahu lantas kamu menuruti semuanya. Apa yang dia mau dan mengorbankan apa yang seharusnya kita lakukan.” “Aku hanya membalas kekasihmu dengan memberinya obat pencahar, aku rasa itu cukup setimpal. Jadi….” Byuurrr…. Cairan cokelat turun membasahi wajah Nara. di sampingnya Saras berdiri dengan wajah merah padam, sementara Giorgio hanya diam menatapnya dengan tatapan tak bisa diartikan. Sepertinya wanita itu mendengar apa yang mereka bicarakan jika melihat dari wajah marah Saras. “Aku sangat membencimu, Giorgio Aditama!”“Ah…Sayang, perutku….”Nara mengulum senyum seiring dengan perginya Saras. Misinya benar-benar berhasil, padahal dia hanya memberikan dosis kecil pada makanan wanita itu.“Bisa tolong temani Saras?” pinta Giorgio pada teman Saras.Teman saras mengangguk. Ia segera pergi menyusul Saras yang berlari mencari toilet.“Kamu yang melakukannya?” tuduh Giorgio pada Nara saat tak ada siapapun di sekitar kita.“Melakukan? Melakukan apa?” sahut Nara bersikap seolah-olah tak tahu apa-apa.Giorgio menghela napas panjang. “Meletakkan obat pencahar itu, kamu yang melakukannya kan.”“Jangan asal menuduh. Siapa tahu kekasihmu itu memang tidak bisa makan makanan seperti ini,” sahut Nara masih tidak ingin mengaku. Biar saja. Salah sendiri siapa suruh mengajaknya makan padahal dia sudah memberikan kode yang jelas-jelas menolak.“Nara maheswara!”“Sayang, maaf ya perutku tiba-tiba saja sakit. Aku rasa sushinya bermasalah,” kata Saras yang tiba-tiba muncul bertepatan dengan Giorgio yang meninggikan suarany
Nara mengerutkan keningnya. Dari banyaknya orang, kenapa dia harus bertemu dengan Saras. Matanya melirik ke arah Giorgio, sementara kakinya melangkah lebih mendekat ke arah Giorgio. Dia ingin Saras tahu bahwa Giorgio akan menikah dengannya.“Kami sedang memilih cincin. Lihatlah. Apa cincin ini cantik?” jawab Nara menyahuti pertanyaan SarasGiorgio berdehem. “Ah…dia sepupuku. Dan aku sedang mengantarkannya memilih cincin untuk hadiah ulang tahun temannya,” jawab Giorgio dengan begitu santai.Nara mengangga, tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Giorio. Sepupu? Yang benar saja! Dari semua alasan kenapa Giorgio harus menjadikannya sebagai sepupu.Lalu kenapa juga dia tidak mengaku saja yang sejujurnya? Sebenarnya apa yang dia harapkan dengan berbohong terus seperti ini.“Sepupu? Benarkah?” sahut Saras seolah tak percaya. Saras berjalan mendekati Nara. matanya melihat dari ujung rambut hingga ujung kaki, seolah menilai wanita itu. Tatapannya sinis, tak ada senyum sedikitpun di sana.
“Bagaimana dengan acaranya tadi?” tanya Arsi terlihat penasaran. Hari ini Arsi tidak bisa menemani Nara untuk melihat pameran pernikahan karena toko kue miliknya sedang menerima pesanan kue dalam jumlah besar, jadi dia harus standbay di toko. “Bagus,” jawab Nara singkat. Ia mengaduk-aduk minuman di depannya. Saat ini dia dan mamanya sedang makan malam di restoran favorit mereka. Arsi tersnyum senang. Ia menggenggam tangan putrinya. “Mama senang kalau semuanya berjalan lancar.” “Andai papamu tahu, dia pasti senang,” imbuhnya. Matanya sudah berair hampir menangis. Namun, ditahannya. Mendengar apa yang dikatakan mamanya, Nara membisu. Pikirannya kalut, antara ingin berhenti atau melanjutkan pernikahan ini. Bukan apa-apa, pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Dia hanya ingin menikah dengan orang yang tepat. Dia tidak ingin bercerai dan menjadi janda. Bukan berarti Giorgio bukan orang yang tepat, hanya saja mereka tidak memiliki ketertarikan. Lagipula Giorgio juga sudah memiliki kek
“Bagaimana menurutmu? Apa kamu sudah mendapatkan dekorasi atau tema pernikahan yang kamu inginkan?”Siang ini Lita mengajak Nara untuk melihat pameran pernikahan. Disana banyak vendor yang menyediakan berbagai jasa pernikahan, mulai dari dekorasi, gaun pengantin, katering, fotografer, hingga perencanaan pernikahan atau WO (Wedding Organizer).Tak hanya itu dekorasi di sana juga seperti berlomba-lomba menunjukkan desain dan tema yang mereka bawa. Selain itu calon pengantin juga bisa melakukan konsultasi langsung dan bertanya sepuasnya pada ahli pernikahan mengenai detail layanan yang mereka miliki. Banyak promo menarik yang juga mereka tawarkan untuk para calon pengantin yang akan menggunakan jasa mereka.“Ini terlalu banyak, Tante. Saya bingung harus memilih yang mana,” jawab Nara jujur.Terlalu banyak vendor yang dilihatnya dan semuanya bagus-bagus. Andai saja dia menikah dengan lelaki yang dicintainya, tentu ini akan menjadi mudah baginya. Masalahnya dia sama sekali tak memiliki ga
“Astaga, kamu semakin ganteng aja.” Arsi–mama Nara memuji ketampanan Giorgio ketika pria itu baru datang bersama Lita–mama Giorgio.Nara berlagak seperti orang ingin muntah saat ibunya memujui ketampanan Giorgio. Dari segimanapun pria itu sama sekali tidak tampan, yang ada dia muak jika melihat pria playboy seperti Giorgio.“Mari masuk Jeng,” kata Arsi mempersilahkan Giorgio dan mamanya masuk.Nara yang memasang wajah datar saat menyambut kedatangan Giorgio dan Lita, dicubit pinggangnya oleh Arsi. Mata wanita berusia lima puluh tahunan itu melotot menatap putrinya.“Senyum, senyum!” ucap Arsi tanpa suara.Nara hanya memutar bola matanya. Tangannya mengusap pinggangnya yang terasa berdenyut nyeri.“Dia itu calon suamimu, bukan musuhmu. Jadi sambut dengan senyuman,” omel Arsi, suaranya berbisik karena Giorgio dan mamanya berjalan di depannya.“Masih calon, Ma, belum pasti,” sahut Nara seolah tak takut dengan tatapan tajam yang diberikan mamanya tadi.“Kamu!” Arsi sudah mengangkat tangan
“Americano double shot.”Nara memutuskan untuk ke kafe selepas pulang bekerja. Perselisihannya dengan Giorgio tadi sukses membuat kepalanya pusing bukan main.Sambil menunggu pesanannya dibuatkan, Nara memilih duduk di kursi yang kosong. Ingatannya terlempar di mana ia masih kecil dulu. Masa dimana ia sering bermain dengan Giorgio dan pria itu akan menggodanya hingga membuatnya menangis. Pernah sekali waktu Giorgio mengatakan bahwa pria itu akan menikahinya nanti ketika mereka dewasa. Dan sekarang semua itu terjadi. Candaan tak berbobot itu kini seperti bom waktu yang terus mendesaknya.Kesal, marah dan jengkel, itulah yang terus dirasakannya sejak dia bertunangan dengan Giorgio. Musuh bebuyutannya itu justru harus menjadi suaminya. Pria yang akan dilayaninya seumur hidupnya, membayangkan saja sudah membuatnya bergidik ngeri.“Sayang, aku suka deh sama konsep prewedding yang tadi. Lucu banget,” ucap seseorang tiba-tiba tepat di arah kanannya.Seketika Nara menoleh, mendapati pria yang







