ログインNara mengerutkan keningnya. Dari banyaknya orang, kenapa dia harus bertemu dengan Saras. Matanya melirik ke arah Giorgio, sementara kakinya melangkah lebih mendekat ke arah Giorgio. Dia ingin Saras tahu bahwa Giorgio akan menikah dengannya.
“Kami sedang memilih cincin. Lihatlah. Apa cincin ini cantik?” jawab Nara menyahuti pertanyaan Saras Giorgio berdehem. “Ah…dia sepupuku. Dan aku sedang mengantarkannya memilih cincin untuk hadiah ulang tahun temannya,” jawab Giorgio dengan begitu santai. Nara mengangga, tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Giorio. Sepupu? Yang benar saja! Dari semua alasan kenapa Giorgio harus menjadikannya sebagai sepupu. Lalu kenapa juga dia tidak mengaku saja yang sejujurnya? Sebenarnya apa yang dia harapkan dengan berbohong terus seperti ini. “Sepupu? Benarkah?” sahut Saras seolah tak percaya. Saras berjalan mendekati Nara. matanya melihat dari ujung rambut hingga ujung kaki, seolah menilai wanita itu. Tatapannya sinis, tak ada senyum sedikitpun di sana. “Cincin pernikahan?” celetuk Saras saat melihat cincin yang tersemat di jari manis Nara.. “Apa kamu ingin menjadikan cincin pernikahan sebagai hadiah ulang tahun temanmu?” imbuhnya menilai secara jeli. Nara berusaha menarik sudut bibirnya. Meredam emosi yang mulai mencuat dalam hatinya. “Lebih baik kamu membelikan temanmu yang ini,” kata Saras menunjuk ke sebuah cincin polos tanpa hiasan. Nara tidak menjawab, ia berjalan mendekat ke arah Giorgio lalu menginjak kaki pria itu. Matanya melirik tajam, memberikan kode pada Giorgio untuk mengusir Saras. Belum satu jam ia bersama wanita itu, rasanya ia sudah muak saja. Bagaimana bisa pria ini tahan dengannya selama ini?” “Maaf, tapi temanku tidak suka sesuatu yang polos,” jawab Nara menolak saran Saras. Saras memberengut kesal. Ia menghentakkan kakinya lalu berjalan mendekati Giorgio, bergelayut manja pada lengan pria itu. “Sayang, aku lapar. Kita makan ya?” ajak Saras dengan suara manjanya. Nara memutar bola matanya, ingin muntah mendengar suara manja Saras yang dibuat-buat. “Makan? Bukankah kamu sedang bersama temanmu. Kamu bisa makan bersama mereka dan aku yang akan membayarnya,” sahut Giorgio. Saras berdecak. Bibirnya mencebik. “Tapi aku ingin makan denganmu. Kita makan bersama ya?” Rayu Saras. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada lengan Giorgio. Matanya menatap menantang seolah menunjukkan bahwa Giorgio adalah miliknya. “Sayang, tidakkah kamu lihat bahwa aku sedang bersama dengan sepupuku,” balas Giorgio. “Kalau begitu ajak saja dia, beres kan.” Nara menatap tajam Giorgio, memintanya menolak tawaran Saras. Sungguh, dia tidak bisa jika harus bersama dengan wanita itu. Namun, bukan Giorgio namanya jika tidak membuat Nara kesal. Pria itu membalas tatapan Nara dengan senyum penuh arti. “Baiklah. Ayo kita makan bersama,” jawab Giorgio yang langsung membuat mata Nara membulat sempurna. Wajah Saras yang tadinya ditekuk kesal, seketika tersenyum senang. Ia langsung mengecup pipi Giorgio sebagai ungkapan rasa senangnya. Namun, tidak dengan Nara, wajah wanita itu ditekuk sempurna membuat Giorgio tertawa senang dalam hati. “Tersenyumlah, mari kita bersenang-senang sebentar saja,” kata Giorgio setengah berbisik saat Saras sudah melepaskan tautannya dan menghampiri temannya. Nara tidak menjawab. Wajahnya sudah cukup menunjukkan jika wanita itu tidak puas dengan apa yang dilakukan oleh Giorgio. Menyimpan dendam di dalam dadanya, Nara tanpa perasaan menginjak kaki Giorgio, kali ini lebih keras dan lebih kuat lagi hingga pria itu mengaduh kesakitan. Bukan takut, Nara justru menjulurkan lidahnya saat Giorgio menatapnya dengan sengit. Ia merasa sangat puas bisa menyakiti pria itu. Biar saja, lagipula tujuan awal mereka memang untuk mencari cincin pernikahan. Namun, semuanya berubah ketika Saras datang. Sebenarnya semuanya tidak akan benar-benar berubah jika Giorgio tidak menerima tawaran Saras begitu saja. Pria itu memang selalu ingin mencari keuntungannya sendiri. “Sayang, ayo!” teriak Saras saat Giorgio tak kunjung datang. Saras yang tadi sudah berjalan di depan kembali menghampiri Giorgio. Matanya menyipit tajam saat melihat Nara masih ada di sekitar kekasihnya. “Kenapa lama sekali. Aku sudah sangat lapar, Sayang,” keluh Saras pada Giorgio. Giorgio hanya tersenyum tipis. Ia mengusap kepala Saras yang tengah bergelayut manja di lengannya. Dan hal itu sukses membuat Nara menggelengkan kepalanya. Andai saja calon mertua atau mamanya bisa melihat ini semua, sudah pasti dia akan senang sekali. Orang yang dibangga-banggakan ternyata tak lebih dari seorang playboy kampungan. “Sayang kita makan itu yuk!” Saras menunjuk restoran sushi. Sebenarnya dia tidak begitu menyukai sushi, namun demi untuk memisahkan dan membuat sepupu Giorgio pergi dengan sendirinya, dia akan melakukan apapun. Termasuk membuat wanita itu bosan. Pertama-tama dia memang akan mengajak wanita itu makan bersama. Namun, nanti diakhir dia akan mengajak sepupu Giorgio berbelanja dan menjadikannya pembantu yang akan membawa barang belanjaannya. “Selamat datang,” sapa pelayan restoran yang berjaga di depan dengan ramah. Saras tersenyum manis, ia melenggang seperti nyonya besar bergandengan dengan Giorgio. Setiap mata menatap ke arah mereka, membuatnya semakin tinggi hati. Inilah yang membuatnya senang jika berjalan bersama Giorgio. Dia akan menjadi pusat perhatian. “Sayang, kita pesan satu set ini saja ya?” saran Saras menunjuk pada menu yang menampilkan beberapa macam pilihan menu sushi dan juga sabu-sabu. “Terserah saja,” jawab Giorgio. Matanya tak lepas dari Nara yang sibuk dengan ponsel di tangannya. “Kamu tidak apa-apa kan jika aku memesan ini?” tanya Saras pada Nara. Nara mengalihkan tatapannya dari ponselnya. Ia melemparkan senyum pada saras sambil menjawab, “Terserah. Aku pemakan segalanya kecuali sampah dan kotoran.” “Kami pesan yang ini saja,” ucap Saras pada pelayan yang berdiri di samping meja mereka. “Baik, Nona. mohon ditunggu!” jawab sang pelayan yang kemudian pergi. Saras tersenyum miring. Matanya masih menatap tak suka pada Nara. Wanita itu membuat kesan tak menyenangkan di hatinya. “Sayang, nanti kita belanja ya. Ada yang ingin aku beli,” ajak Saras. Nara benar-benar muak. Suara saras yang terus dibuat-buat, membuatnya ingin merobek mulut wanita itu. Sambil menunggu makanan mereka datang, Nara terus memikirkan cara untuk mengusir perempuan itu. Sebuah ide muncul dibenaknya saat pelayan membawa pesanan yang mereka pesan. Sebuah obat pencuci perut ia taburkan di salah satu makanan yang ada di depannya, diam-diam tanpa ada orang tahu. “Boleh aku mengambil itu. Aku tidak suka dengan ini,” tanya Nara. “Bukankah tadi kamu mengatakan bahwa kamu pemakan segalanya. Lalu kena kamu tidak memakan ini,” omel Saras. Nara tersenyum lebar, tapi mulutnya tidak menjawab apa-apa. Senyum itu seolah menyiratkan banyak arti. “Ah…Sayang, perutku….”“Ah…Sayang, perutku….”Nara mengulum senyum seiring dengan perginya Saras. Misinya benar-benar berhasil, padahal dia hanya memberikan dosis kecil pada makanan wanita itu.“Bisa tolong temani Saras?” pinta Giorgio pada teman Saras.Teman saras mengangguk. Ia segera pergi menyusul Saras yang berlari mencari toilet.“Kamu yang melakukannya?” tuduh Giorgio pada Nara saat tak ada siapapun di sekitar kita.“Melakukan? Melakukan apa?” sahut Nara bersikap seolah-olah tak tahu apa-apa.Giorgio menghela napas panjang. “Meletakkan obat pencahar itu, kamu yang melakukannya kan.”“Jangan asal menuduh. Siapa tahu kekasihmu itu memang tidak bisa makan makanan seperti ini,” sahut Nara masih tidak ingin mengaku. Biar saja. Salah sendiri siapa suruh mengajaknya makan padahal dia sudah memberikan kode yang jelas-jelas menolak.“Nara maheswara!”“Sayang, maaf ya perutku tiba-tiba saja sakit. Aku rasa sushinya bermasalah,” kata Saras yang tiba-tiba muncul bertepatan dengan Giorgio yang meninggikan suarany
Nara mengerutkan keningnya. Dari banyaknya orang, kenapa dia harus bertemu dengan Saras. Matanya melirik ke arah Giorgio, sementara kakinya melangkah lebih mendekat ke arah Giorgio. Dia ingin Saras tahu bahwa Giorgio akan menikah dengannya.“Kami sedang memilih cincin. Lihatlah. Apa cincin ini cantik?” jawab Nara menyahuti pertanyaan SarasGiorgio berdehem. “Ah…dia sepupuku. Dan aku sedang mengantarkannya memilih cincin untuk hadiah ulang tahun temannya,” jawab Giorgio dengan begitu santai.Nara mengangga, tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Giorio. Sepupu? Yang benar saja! Dari semua alasan kenapa Giorgio harus menjadikannya sebagai sepupu.Lalu kenapa juga dia tidak mengaku saja yang sejujurnya? Sebenarnya apa yang dia harapkan dengan berbohong terus seperti ini.“Sepupu? Benarkah?” sahut Saras seolah tak percaya. Saras berjalan mendekati Nara. matanya melihat dari ujung rambut hingga ujung kaki, seolah menilai wanita itu. Tatapannya sinis, tak ada senyum sedikitpun di sana.
“Bagaimana dengan acaranya tadi?” tanya Arsi terlihat penasaran. Hari ini Arsi tidak bisa menemani Nara untuk melihat pameran pernikahan karena toko kue miliknya sedang menerima pesanan kue dalam jumlah besar, jadi dia harus standbay di toko. “Bagus,” jawab Nara singkat. Ia mengaduk-aduk minuman di depannya. Saat ini dia dan mamanya sedang makan malam di restoran favorit mereka. Arsi tersnyum senang. Ia menggenggam tangan putrinya. “Mama senang kalau semuanya berjalan lancar.” “Andai papamu tahu, dia pasti senang,” imbuhnya. Matanya sudah berair hampir menangis. Namun, ditahannya. Mendengar apa yang dikatakan mamanya, Nara membisu. Pikirannya kalut, antara ingin berhenti atau melanjutkan pernikahan ini. Bukan apa-apa, pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Dia hanya ingin menikah dengan orang yang tepat. Dia tidak ingin bercerai dan menjadi janda. Bukan berarti Giorgio bukan orang yang tepat, hanya saja mereka tidak memiliki ketertarikan. Lagipula Giorgio juga sudah memiliki kek
“Bagaimana menurutmu? Apa kamu sudah mendapatkan dekorasi atau tema pernikahan yang kamu inginkan?”Siang ini Lita mengajak Nara untuk melihat pameran pernikahan. Disana banyak vendor yang menyediakan berbagai jasa pernikahan, mulai dari dekorasi, gaun pengantin, katering, fotografer, hingga perencanaan pernikahan atau WO (Wedding Organizer).Tak hanya itu dekorasi di sana juga seperti berlomba-lomba menunjukkan desain dan tema yang mereka bawa. Selain itu calon pengantin juga bisa melakukan konsultasi langsung dan bertanya sepuasnya pada ahli pernikahan mengenai detail layanan yang mereka miliki. Banyak promo menarik yang juga mereka tawarkan untuk para calon pengantin yang akan menggunakan jasa mereka.“Ini terlalu banyak, Tante. Saya bingung harus memilih yang mana,” jawab Nara jujur.Terlalu banyak vendor yang dilihatnya dan semuanya bagus-bagus. Andai saja dia menikah dengan lelaki yang dicintainya, tentu ini akan menjadi mudah baginya. Masalahnya dia sama sekali tak memiliki ga
“Astaga, kamu semakin ganteng aja.” Arsi–mama Nara memuji ketampanan Giorgio ketika pria itu baru datang bersama Lita–mama Giorgio.Nara berlagak seperti orang ingin muntah saat ibunya memujui ketampanan Giorgio. Dari segimanapun pria itu sama sekali tidak tampan, yang ada dia muak jika melihat pria playboy seperti Giorgio.“Mari masuk Jeng,” kata Arsi mempersilahkan Giorgio dan mamanya masuk.Nara yang memasang wajah datar saat menyambut kedatangan Giorgio dan Lita, dicubit pinggangnya oleh Arsi. Mata wanita berusia lima puluh tahunan itu melotot menatap putrinya.“Senyum, senyum!” ucap Arsi tanpa suara.Nara hanya memutar bola matanya. Tangannya mengusap pinggangnya yang terasa berdenyut nyeri.“Dia itu calon suamimu, bukan musuhmu. Jadi sambut dengan senyuman,” omel Arsi, suaranya berbisik karena Giorgio dan mamanya berjalan di depannya.“Masih calon, Ma, belum pasti,” sahut Nara seolah tak takut dengan tatapan tajam yang diberikan mamanya tadi.“Kamu!” Arsi sudah mengangkat tangan
“Americano double shot.”Nara memutuskan untuk ke kafe selepas pulang bekerja. Perselisihannya dengan Giorgio tadi sukses membuat kepalanya pusing bukan main.Sambil menunggu pesanannya dibuatkan, Nara memilih duduk di kursi yang kosong. Ingatannya terlempar di mana ia masih kecil dulu. Masa dimana ia sering bermain dengan Giorgio dan pria itu akan menggodanya hingga membuatnya menangis. Pernah sekali waktu Giorgio mengatakan bahwa pria itu akan menikahinya nanti ketika mereka dewasa. Dan sekarang semua itu terjadi. Candaan tak berbobot itu kini seperti bom waktu yang terus mendesaknya.Kesal, marah dan jengkel, itulah yang terus dirasakannya sejak dia bertunangan dengan Giorgio. Musuh bebuyutannya itu justru harus menjadi suaminya. Pria yang akan dilayaninya seumur hidupnya, membayangkan saja sudah membuatnya bergidik ngeri.“Sayang, aku suka deh sama konsep prewedding yang tadi. Lucu banget,” ucap seseorang tiba-tiba tepat di arah kanannya.Seketika Nara menoleh, mendapati pria yang







