Home / Romansa / Jangan Pegang, Coach / Bab 24 : Kembali

Share

Bab 24 : Kembali

Author: Mey_Lee
last update Last Updated: 2025-08-15 16:53:09

Kamar hotel di Kemang rasanya kayak purgatory.

Bukan heaven, jelas bukan hell, cuma… limbo.

Dinding putih steril, furnitur standar hotel, view parkiran. Persis kayak kondisi hati Mey,stuck di antara dua hidup, dan nggak punya keduanya.

Udah tiga hari dia di situ, hidup dari room service, nonton TV yang bahkan nggak seru, dan sengaja nge-ignore semua panggilan dari Nina, Lisa, apalagi Rafael.

HP-nya nggak berhenti bunyi. Chat Rafael berubah dari khawatir → terluka → marah → pasrah:

Hari ke-1: “Kamu baik-baik aja? Cuma mau pastiin kamu aman.”

Hari ke-2: “Aku ngerti kamu butuh space. Take your time.”

Hari ke-3: “Aku di sini kalau kamu udah siap ngomong.”

Hari ke-4: “Aku cinta kamu. Itu nggak berubah.”

Hari ke-5: Nggak ada pesan.

Dan justru silence itu yang paling nyakitin.

Hari ke-6, muncul notif lain. Nama yang berbeda. Dimas.

"Kudengar kamu lagi stay di hotel. Mau ngobrol?"

Gimana dia bisa tau? Mun
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 75 : Peluang Munich

    Senin Pagi - 8 AM - Kantor London"BMW München," Rafael nyeletuk sambil ngebolak-balik dokumen presentasi, sambil pegang kopi panas di tangannya. "Klien beginian tuh bisa bikin kita dipandang serius sebagai konsultan internasional.""German automotive, lagi pengen ekspansi Asia," Mey nambahin, nyebarin print out riset di meja meeting. "Match banget sama expertise kita."“Timingnya juga pas. Partnership kita baru aja formal, Garuda masih fresh di kepala, tim juga lagi solid.”Mey ngangguk sambil coret-coret highlight di laporan. “Tapi pressure-nya jelas lebih gede. Klien Eropa kan detail banget, decision making panjang, ekspektasi tinggi.”“Ya artinya besok kita harus flawless,” jawab Rafael serius. “Presentasi, Q&A, follow-up… semua harus rapi.”Mereka habisin pagi buat deep dive. Data pasar, analisis kompetitor, regulasi di Asia, sampai tren konsumen. Kerjaan yang bikin kepala ngebul tapi juga bikin mereka sinkron: Rafael yang d

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 74 : Social Proof

    Kamis Sore – Kantor LondonSeharian energi di kantor agak lain. Nggak ada yang blak-blakan bilang apa-apa, tapi vibe-nya kebaca. Beberapa kolega lempar komentar ringan kayak, “Wah, kalian makin kompak ya,” atau “Dynamic partnership-nya udah enak banget dilihat.”Mey cuma senyum diplomatis. Rafael jawab santai, “Ya, sinkronisasi kerjaan kita memang target dari awal.”Tapi mereka sama-sama tau: orang bisa ngerasain energi. Dan sekarang, energinya beda.Jam 3 sore – Ruang MeetingMereka lagi bahas follow-up kontrak Garuda. Di tengah diskusi, salah satu staff nyeletuk, “Kalau boleh jujur, approach kalian tuh udah kayak udah bertahun-tahun tandem bareng. Jarang ada partner bisnis yang klik kayak gini.”Mey lempar senyum profesional. “Syukurlah kalau kelihatan gitu. Itu berarti struktur partnership kita jalan.”Tapi dalam hati, dia tahu “klik” yang orang lihat jauh lebih dalam daripada sekadar bisnis.Jam 5 sore – Coffee B

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 73 : Integration

    Kamis Pagi – 7 AM – Flat MeyMey kebangun pas cahaya matahari nyusup lewat tirai tipis. Rafael masih tidur di sampingnya, satu tangan melingkar di pinggang, napasnya tenang di tengkuknya.Semalam bukan cuma soal “domestic experiment.” Itu kayak breakthrough. Nggak cuma fisik, tapi juga emosional. Untuk pertama kali, mereka bener-bener nggak nahan apa pun.Oh, jadi gini rasanya integration.“Morning,” suara Rafael serak, setengah sadar.“Morning.”Dia nyium pelan bahu Mey. “How do you feel?”“Complete. Kayak semua pieces akhirnya nyatu.”“No regrets?”“Nggak ada. Kamu?”“Cuma nyesel kenapa baru sekarang.”Mey ketawa tipis. “Mungkin memang waktunya harus pas. Kita juga mesti siap dulu buat sampai ke titik ini.”“Yeah, maybe.”Mereka diem sebentar, tapi heningnya enak. Bukan awkward.“Raff?” Mey manggil.“Mmm?”“Aku pengen pastiin semalam itu b

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 72 : Eksperimen Domestik

    Rabu Sore - 6:30 PM - Flat Mey, LondonMey sibuk beres-beres flat dengan energi setengah gugup yang nggak dia kira bakal muncul. Rafael udah pernah main ke sini sebelumnya, tapi malam ini beda. Malam ini mereka sepakat nyobain sesuatu yang lebih nyata: domestic experiment.Flat Mey lebih kecil dibanding punya Rafael, tapi jauh lebih personal. Buku-buku berantakan tapi tertata, tanaman di jendela, print art di dinding, bantal sofa yang warnanya nggak nyambung tapi anehnya cocok. Tempat yang jelas-jelas nunjukin siapa Mey, bukan tempat yang dibuat buat “ngeselin tamu.”Jam tujuh pas, bel bunyi.“Hey,” Rafael muncul di pintu bawa wine sama paper bag gede. “I brought supplies.”Mey ngangkat alis. “Supplies apa?”“Bahan masakan buat dinner, dessert, sama wine biar ada alasan buat toast sukses partnership kita.”Kepala Mey geleng. “Kamu nggak harus repot gitu—”“Justru pengen. Lagian aku penasaran sama skill dapur kam

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 71 : Profesional dan Pengakuan

    Selasa Malam – 7 PM – Restoran Central LondonMey datang lima menit lebih awal. Dress navy yang rapi tapi tetap elegan, rambut ditata simpel, polished tapi nggak ribet. Malam ini penting—pertama kali dia datang ke client dinner bukan sebagai support staff, tapi sebagai partner.Rafael udah nunggu di bar area. Dark suit, aura authoritative banget. Begitu lihat Mey, dia senyum—kombinasi antara bangga secara profesional dan personal.“You're perfect,” katanya pelan.“Business-appropriate?”“Business-appropriate dan confident. Persis yang kita butuhin malam ini.”Mr. Suharto dan Mrs. Chen dari Garuda muncul tepat waktu. Rafael dan Mey berdiri berdampingan, presenting diri mereka sebagai satu tim yang solid."Good evening," Rafael extend hand untuk handshake. "Thank you for making time to this follow-up discussion.""Our pleasure," Mr. Suharto respond. "And Ms. Mey, delighted to see you again.""Th

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 70 : Antara Pekerjaan dan Perasaan

    Senin Pagi - 8:30 AM - Kantor Bersama LondonMey sengaja datang lima menit lebih awal dari Rafael. Dia butuh waktu buat settle dulu sebelum ngetes gimana dinamika baru mereka di kantor.Kopi udah ready, laptop nyala, dokumen Garuda follow-up rapi di meja. Mode kerja: on.Rafael masuk dengan kemeja navy andalannya. Langkahnya percaya diri, tapi tatapannya lain—hangat, ada familiar vibe yang cuma mereka berdua ngerti.“Pagi,” katanya, suaranya biasa, tapi ada sesuatu di baliknya.“Pagi. Kopi udah siap.”“Thanks.”Interaksi kelihatan profesional, tapi di bawah permukaan ada subtext yang cuma mereka rasa. Persis kayak yang mereka omongin weekend kemarin.Rafael duduk, nyalain laptop. Tapi beberapa kali nyuri pandang ke Mey, kasih senyum kecil yang jelas-jelas bukan senyum standar kantor.“Agenda hari ini?” dia balik ke mode bisnis.“Refinement Garuda presentation, call sama Singapore project jam du

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status