LOGINMey adalah seorang wanita dewasa yang berada di titik jenuh pernikahannya. Suaminya adalah sosok yang sibuk, dingin, dan tak lagi peduli pada kesejahteraan emosional Mey. Untuk pelarian, Mey rutin ke gym,tempat di mana dia bisa merasa "hidup". Di sana ia bertemu Rafael, pelatih pribadi baru yang ditugaskan untuk mendampinginya beberapa bulan ke depan. Awalnya hubungan mereka profesional. Tapi seiring waktu, ketegangan emosi dan fisik mulai tumbuh. Sentuhan kecil, bisikan, dan momen latihan yang intens perlahan membuka sisi Mey yang selama ini terpendam. Suatu malam, saat hatinya lelah dan tubuhnya butuh pelukan yang tak lagi ia dapat di rumah, Mey terjerumus pada keputusan yang tak pernah ia rencanakan bersama Rafael. Tapi cinta mereka tidak berjalan mudah. Ada banyak hal tak terucap, rasa bersalah, dan luka yang tak selesai. Sampai akhirnya Mey harus memilih: kembali ke hidup yang dingin namun “aman”, atau membuka jalan baru yang mungkin lebih jujur, meski penuh resiko.
View MoreMey datang ke gym bukan karena pengen langsing atau ngejar goals badan ideal. Bukan juga karena dia suka olahraga. Jauh dari itu. Gym cuma pelariannya, tempat buat narik nafas sebentar, jauh dari rumah yang makin lama, makin asing. Tempat dimana dia bisa pura-pura sibuk sambil dengerin musik keras-keras dan ga di tanya suami. "Kamu kenapa sih?"
Pagi itu Mey datang lebih awal dari biasanya. Langit masih kelabu, udara masih dingin. Rambutnya setengah kering habis mandi, dan dia pakai tanktop abu-abu yang mulai pudar warnanya. Legging hitam favorit, sepatu training yangvudah agak belel. Nggak niat tampil. Nggak mikir akan ketemu siapapun. Tapi begitu masuk, matanya langsung berpapasan dengan seseorang. Bukan orang yang asing banget. tapi juga bukan wajah yang biasa dia lihat di gym ini. "Pagi, Kak. Mau latihan apa hari ini? " Suara cowok. Dalam, tapi santai. Nggak sok akrab, tapi cukup bikin kepala Mey refleks menoleh. Tinggi, pakai kacamata bening, bahu lebar. Kaos hitam pas badan yang melekuk seluruh otot di tubuhnya, celana training gelap, dan ada name tag tergantung di dada kanannya bertuliskan Rafael. Mey cuma melirik, lalu jawab sekenanya. "Nggak tahu, liat mood. Bisa aja langsung pulang kalau males. " Rafael ketawa. Nggak keras tapi tulus. Kaya beneran ketawa karena lucu, bukan karena basa-basi. "Aku Rafael, pelatih pengganti selama dua bulan ke depan. Kalau butuh bantuan untuk latihan, tinggal bilang aja. " Mey cuma angguk. Nggak sopan? Mungkin. Tapi hari itu energinya nggak cukup buat basa-basi. "Nah liat dari histori kamu, program latihannya cukup konsisten, lho. Lumayan rajin. " "Karena itu pelarian. " ceplos Mey, tanpa mikir. Rafael menoleh. " Apa? " " Nggak. Maksudnya, kerjaanku fleksibel, jadi bisa atur waktu. " kata Mey buru-buru. Dia nggak nanya lebih lanjut. Cuma senyum tipis dan angguk. Latihan mereka di mulai. Push up, plank, shoulder press, semua gerakan di jalani tanpa banyak bicara. Tapi Rafael kayak tahu kapan harus bantu. Kapan diam. Kapan kasih handuk kecil, waktu keringat mulai netes dari dagu. "Tiap kamu angkat beban, kayak ada yang pengen kamu tahan. Tapi bukan soal beban latihan. " katanya tiba-tiba. Mata Mey membulat. Lalu ia menggeleng pelan. "Nggak. Tapi iya. " Lagi-lagi Rafael nggak nanya apa-apa. Nggak coba korek cerita. Tapi dari cara dia lihat Mey, ada rasa ngerti. Dan entah kenapa, itu cukup bikin bahu Mey sedikit turun. Agak lebih ringan. --- Setelah latihan, Mey duduk lama di ruang ganti. Nafas sudah stabil, tapi hatinya belum. Ponsel di tangan vibrate pelan. Pesan masuk dari suaminya. "Jangan lupa bayar listrik. Bulan ini udah dibayar belum? " Nggak ada kata "selamat pagi." Nggak ada "lagi apa?". Nggak ada "kamu capek?". Cuma satu kalimat. Dingin dan fungsional. Mey tatap layar ponsel itu lama. Terus, tanpa balas, dia mematikan layar dan memasukan ponsel ke tas. Dia nggak marah. Nggak nangis juga. Tapi itu justru yang bikin aneh, karena biasanya hal kaya gini, bisa bikin hatinya remuk. Tapi hari ini...dia cuma diam. Keluar dari gym, langkah kakinya beda. Lebih pelan, tapi juga lebih ringan. Nggak muter lagu, nggak buka medsos. Jalan aja, ngelewatin trotoar yang basah sisa hujan semalam. Mey tahu, luka di hatinya nggak akan sembuh dalam semalam. Tapi pagi itu, ada yang berubah. Bukan banyak, tapi cukup buat bikin dia sadar. Dia ga sepenuhnya sendiri. Mungkin Rafael cuma pelatih pengganti. Mungkin dia cuma peka karena trained to be so. Tapi caranya nggak menghakimi, nggak sok tahu, dan nggak mencoba jadi hero.. justru bikin Mey bisa tarik nafas sedikit lebih panjang. Dan itu, untuk hari seperti ini, sudah lebih dari cukup.Tiga bulan berlalu tepatnya hari ini tanggal 15 November, langit pagi di Bali begitu cerah sempurna. Nggak terlalu panas, angin sepoi-sepoi, ombak tenang. Kayak sengaja di setting biar hari ini jadi hari paling manis buat mereka.Rafael bangun jam enam pagi di villa terpisah dari Mey. Mereka sepakat buat ikut tradisi 'Nggak tidur bareng sebelum akad'. Iseng-iseng aja, biar ada vibe spesial. Gerry udah bangun duluan, duduk di balkon sambil nyodorin kopi."Morning, groom," kata Gerry."Morning." Rafael ambil kopinya sambil senyum. "Hari ini gue beneran nikah ya, Ger?""Iya, lah. Lo nervous?""Nggak. Excited tapi bikin deg-degan.""Bagus dong. Berarti lo emang udah siap."Rafael cuma angguk, ngerasain kenyataan itu pelan-pelan. Today is the day."---Di villa lain, Emma ribut sendiri masuk kamar Mey sambil bawa tray sarapan."GOOD MORNING, BRIDE," teriak Emma antusias.Mey kebangun,
Tiga bulan berlalu sejak engaged di rooftop BodyZone. Hidup berubah banyak, wedding planning jalan pelan tapi pasti, bisnis mereka sama-sama naik, dan satu perubahan paling besar: mereka akhirnya pindah dari apartemen ke rumah kecil di Kemang.Cincin engagement di jari Mey sekarang udah kayak bagian dari daily life. Setiap kali Mey liat itu, dia selalu inget perjalanan panjang yang mereka lewatin bareng.Dan hari ini, mereka packing barang terakhir di apartemen.---Di apartemen, kardus-kardus berserakan dimana-mana. Beberapa udah di tape rapi, beberapa masih setengah penuh.Mey duduk di lantai ruang tamu, pegang jurnal lama yang dia temukan di laci meja kerja."Apa itu?" tanya Rafael yang lagi nge-tape box di sebelahnya."Jurnal lama. Dari... dua tahun lalu."Rafael duduk di sebelah Mey. "Boleh baca?""Boleh, bagian yang nggak dark aja."Mey buka beberapa halaman, baca dalam hati dulu, la
Enam bulan berlalu sejak grand opening RafFit Studio. Enam bulan yang penuh dengan pertumbuhan, stabilitas dan antisipasi.RafFit Studio Jakarta udah jalan. Consulting X dapat empat corporate klien baru. Dan Rafael sama Mey? Mereka ada di fase adem, dewasa, paling... nyaman.Promise ring masih di jari kanan mereka, reminder kecil tentang komitmen yang udah mereka buat di Bali.Tapi Rafael punya rencana, yang Mey nggak tau. Rencana yang udah di persiapkan sejak dua bulan lalu.---Di RafFit studio, Rafael ngecek rooftop Bodyzone yang sekarang di sulap jadi private event space."Ger, semuanya aman?" kata Rafael."Udah rapi semua, bro. Catering datang jam enam. Lampu udah di pasang. Guest list cuma lima belas orang sesuai requet lo."Rafael ngangguk sambil nahan nafas, "Sip."Gerry liat Rafael yang nervous. "Lo deg-degan banget. Santai, bro. Dia bakal bilang yes.""Aku tau. Tapi tetep... ini
Setelah seminggu di Bali, mereka kembali ke Jakarta dengan energi yang beda. Promise rings di jari kanan mereka jadi pengingat konstan tentang komitmen yang udah mereka buat.Alarm bunyi jam setengah enam pagi, Rafael dan Mey bangun hampir bersamaan. Masih jetlag dari Bali tapi energized."First day back to reality." kata mey sambil streching."Reality yang lebih baik." jawab Rafael, cium kening Mey."Karena sekarang kita punya ini." Mey tunjukkin promise ring di jari kanannya."And clarity tentang masa depan kita.""Exactly."Mereka siap-siap berangkat ke rutinitas kerjaan. Rafael ke BodyZone buat finalize preparation grand opening RafFit Studio yang di jadwalkan akhir minggu ini. Sementara Mey harus ke kantor karena ada meeting dengan calon klien besar."Dinner bareng nanti?" Rafael nanya sebelum pisah di lobby apartemen."Always. Kasih kabar ya kalau udah selesai.""Pasti."Mereka s






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews