Share

05. Ketahuan

Author: silent-arl
last update Last Updated: 2024-11-28 12:26:53

Rapat akhirnya selesai, Alia pamit ke kamar kecil untuk merenungkan semua yang sedang terjadi. Kakinya lemas sampai terduduk di toilet dengan mata tertutup.

“Kenapa aku harus ketemu Dimas? Aku pengen hidup tenang.” Batin Alia nelangsa.

Alia keluar setelah 10 menit menenangkan diri. Belum sempat kembali ke ruangannya, Alia sudah di panggil oleh direktur pemasaran yaitu Dimas.

Kepala Alia pening, sebenarnya apa lagi yang Dimas inginkan.

Gadis itu menggetuk ruangan Dimas.

“Masuk.” Teriak Dimas dari dalam ruangan.

Aila menunduk seakan tidak ingin bicara dengan Dimas.

Dimas menggerutkan keningnya sembari menatap Alia tajam “Apa kabar, Al?”

“Baik, pak.”

“Aku Dimas, bukan direktur pemasaran.”

Kini Alia yang mendengus kesal, matanya berubah dari takut menjadi berapi-api “Maaf pak Dimas, saya tidak paham. Setahu saya, Pak Dimas dan saya tidak saling kenal.” Desis Alia sebal.

Bibir Dimas berkedut, dia tidak tahu kenapa Alia bisa sekesal itu “Setelah aku pindah, ibuku bilang kalau kamu datang kerumah. Awalnya aku tidak mau memberi kabar, tapi sepertinya kamu mencariku.”

Alia tidak habis pikir dengan penjelasan Dimas yang sangat egois “Kita masih punya hubungan waktu itu, Pak Dimas. Tapi semua sudah selesai, kan?”

Jelas, Alia tidak ingin Dimas tahu soal anaknya. Dimas sama sekali tidak memberikan kontribusi pada kehidupan Alia dan Ivan. Dimas tidak berhak atas kehidupan Alia.

Dimas mencoba meraih tangan Alia, dia tidak melihat ada cincin di jari manis mantan kekasihnya itu.

“Kamu belum menikah, Al?”

Alia menoleh dengan tajam “Memang kamu perlu tahu. Berhenti Dim. Aku keluar dulu.”

Langkah kaki Alia terhenti saat hampir sampai di ruangannya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Alia tidak tahu harus berbuat apa untuk menghindari Dimas. Kini Alia benar-benar membenci pria itu.

Alia tidak terima, karena selama ini Dimas tidak pernah hadir. Sampai nanti, Alia akan merahasiakan tentang identitas Ivan.

***  

Dimas mengikuti Alia yang baru keluar dari kantornya. Entah kenapa Dimas penasaran dengan kondisi mantan pacarnya yang masih membuatnya bergetar.

Alia berhenti di depan sekolah Ivan yang juga menyediakan penitipan anak.

Gadis itu membungkuk menyambut Ivan yang berlari menghampirinya.

Mata Dimas terpaku menatap Ivan yang amat mirip dengannya. Bagai pinang di belah dua. Jari Dimas mengetuk setir mobilnya berkali-kali.

Melihat Alia mengandeng tangan Ivan dengan manja. Dimas yakin kalau usia Ivan seperti anak pertamanya yang juga masih TK.

Saat hendak membuka pintu rumahnya, tangan Dimas menahan pintu itu dari belakang Alia yang terkejut.

“Siapa anak ini, Al” geram Dimas. Dia menahan semua kalimat yang hendak keluar dari mulutnya.

Ivan mendongak menatap Dimas dan Alia secara bergantian. Ivan cemberut melihat ayahnya yang menahan pintu rumah mereka.

Dimas tidak menggubris tatapan Ivan.

“Jawab Al, dia anak siapa?!” bentak Dimas membuat Ivan dan Alia terlonjak.

Alia mengerjab dan menarik Ivan mendekatinya “Dimas, kamu ngapain di sini?”

“Jawab aku Alia. Cepat.” Geram Dimas mulai kehabisan kesabarannya, dia mencekal tangan Alia sampai Ivan tersentak.

Alia menghempas tangan Dimas dan membuka pintu “Ivan masuk dulu, ibu mau bicara sama temen dulu ya.”

“Iya bu.” Jawab anak itu dengan patuh. Sebelum masuk ke rumah, Ivan melirik Dimas. Ada kemarahan di tatapan anak tersebut. Ivan marah karena teman ibunya memperlakukan Alia dengan buruk.

“Dimas, tolong pergi dari sini.” Alia mendorong tubuh Dimas setelah memastikan Ivan masuk ke dalam rumah.

Dimas menatap pintu yang sudah tertutup.

“Alia, kamu sudah menikah?”

“Apa urusannya denganmu? Iya, dia anakku. Puas Dimas?”

Keduanya sama-sama naik darah, Dimas tahu ada yang salah, kalau memang tidak ada hubungan dengannya, seharusnya Alia tidak coba untuk menyembunyikan sosok Ivan.

“Dia anakku?”

Alia membeku dan menatap Dimas dengan sinis “Peduli apa kamu. Pergi sana, jangan ganggu kehidupanku lagi. Dia bukan anakmu, dia anakku.” Tegas Alia.

Dimas juga tidak mau kalah, dia menekan kenop pintu dan masuk ke rumah sewa Alia. Dia melihat Ivan yang sedang duduk manis di kursi depan tv.

Buru-buru Alia menghalangi pandangan Dimas dari Ivan “Dim, aku mohon. Pergi dari sini.”

Dimas semakin mendekat, menghampiri kedua orang yang kini sangat familiar untuknya.

“Aku tidak mungkin salah, dia anakku kan?”

Diamnya Alia membuat Dimas yakin kalau Ivan adalah anaknya. Bagaimana Dimas tidak yakin, Ivan benar-benar mirip dengannya.

Alia lelah ribut dengan Dimas, dia akhirnya mendesah panjang “Sudahlah Dimas, aku dan Ivan sudah baik-baik bahkan tanpa kehadiranmu. Jadi, berhenti menganggu aku.”

Tangan kanan Dimas kini menggosok dahinya dengan cepat “Kenapa kamu nggak cari aku?”

Alia menyeringai sinis “Sudah Dim, tapi aku langsung menyerah saat kamu bilang mau menikah. Tenang saja, aku tidak akan meminta pertanggung jawaban soal anakku.”

Dada Alia mendadak sesak, akhirnya rahasia soal anaknya terungkap juga. Tapi, apa yang akan berubah soal itu?

Sementara Dimas merasa sangat dikhianati, melihat Ivan memubuat rasa bersalahnya muncul. Apalagi Dimas tidak memiliki anak laki-laki dengan istrinya yang sekarang.

“Aku mau bicara dengan anakku.” Tukas Dimas, dia maju dua langkah untuk melewati Alia.

Gadis itu tentu saja tidak tinggal diam, dia menggeleng dan merentangkan tangannya “Dia bukan anakmu, dia anakku.”

“Tapi aku ayahnya. Kamu mau melupakan bagian itu, Al. Dia tetap darah dagingku.”

“Dimas, jangan egois. Kamu sudah punya keluarga sendiri, aku juga tidak mau dia punya ayah seperti kamu. Jadi berhenti pura-pura kalau kamu butuh kesempatan, kita sudah selesai dari beberapa tahun yang lalu.” Alia mendelik, membuat Dimas berdegik ngeri karena gadis itu bisa berubah menjadi sangat buas kalau menyangkut sang anak.

Dimas harus menyerah hari ini.

Begitu Dimas pergi dari sana, Alia baru menyadari kalau Ivan sedari tadi bersembunyi di belakang tubuhnya. Anak kecil itu menutup matanya rapat-rapat.

Matanya mendadak sesak melihat sang anak yang ketakutan karena Dimas.

“Maafin ibu, nak.” Alia memeluk Ivan yang menggelungkan tangannya di leher Alia.

“Tadi  siapa, bu. Ivan nggak suka om tadi.”

Sudah terlanjur tahu, Alia ingin menjelaskan kepada Ivan siapa sebenarnya Dimas. Dan, berharap Ivan tidak akan takut pada Dimas. Ivan tidak perlu mengakui Dimas sebagai ayahnya. Karena Alia tidak akan mengharapkan Dimas menjadi sosok ayah untuk Ivan.

Padahal dia sedang bahagia karena akhirnya bisa mendapat pekerjaan yang bagus, dan bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anaknya. Malah kini, ada kegelisahan karena sosok Dimas yang tiba-tiba muncul.

*** 

Malam itu, Dimas baru pulang. Sampai rumah dia malah berlama-lama di dalam mobil dan mengingat-ingat tentang Alia dan Ivan.

Selama ini dia hidup tenang dengan Emily. Istrinya itu memberinya tiga anak perempuan yang lucu. Namun, tidak bisa dipungkiri, Dimas masih mengharapkan Alia.

Sebab, putusnya mereka adalah karena kehamilan Emily yang mendadak. Emily juga mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Jerman. Pertemuan itu membuat Dimas dan Emily akrab hingga mereka melakukan hal-hal yang seharusnya belum mereka lakukan kala itu.

Dia keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Pembantu keluarga itu menyambut Dimas.

“Emily mana, bi?” tanya Dimas melepas dasinya.

“Lagi di atas, pak. Tadi nungguin pak Dimas pulang.”

Dimas mengangguk, dia menaiki tangga sambil memikirkan Alia. Saat masuk ke kamar. Dimas melihat Emily yang sedang menyusui anak ketiga mereka.

“Baru pulang? Aku tadi nunggu di bawah, kamu tumben banget pulang malam.” Protes Emily yang menggerutkan kening.

Dimas memijat pelipisnya karena pusing, ia melepas jas hitamnya.

“Banyak pekerjaan yang belum selesai.” Jawab Dimas, dia mulai melepas kancing kemejanya. Sudah gerah sekali dia memakai kemeja itu seharian.

Emily menaruh anak ketiganya ke ranjang kecil sebelah ranjang utama.

Gadis berambut ikal itu memeluk sang suami dan menciumnya singkat “Kamu kelihatan kesel banget? Banyak banget ya kerjaan kamu?”

Seketika Dimas merasa bersalah karena sudah memikirkan wanita lain ketika sang istri begitu mencintainya. Dimas mengusap pipi Emily yang lembut.

“Sorry, Em. Aku lupa ngabarin kamu.”

“Nggak apa-apa, aku cuma khawatir tadi.” Suara lembut dan merdu itu membuat Dimas semakin digerogoti rasa bersalah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Pilih Aku   END

    Ivan hampir tersedak saat mendengar ibunya memberitahu soal perjodohan dengan salah satu anak kenalannya. Malam itu, Ivan sedang mengajak ibunya makan malam. Awalnya dia menyetujui karena sang ibu yangg memintanya. Tapi sekarang dia menjadi ngeri karena mendengar kata ‘dijodohkan’.Karena sebenarnya jarang sekali Alia mengajak Ivan keluar berdua saja. Biasanya semua adiknya akan ikut, bahkan kalaupun sang Ayah sedang keluar kota.Baru saja dia ingin mencoba mendekati Anya. Tapi sekarang dia harus mendapat ide yang Alia anggap sangat cemerlang ini.“Bu, Ivan boleh menolak saran ibu tadi?” tanya Ivan dengan lembut.Alia menatap anaknya penuh kesedihan “Kenapa, nak? Kamu belum mau pacaran, ya.”Ivan menggeleng dan tersenyum kecut “Ada yang Ivan suka. Dan sekarang Ivan sedang mencoba mendekatinya.”Alia mengedipkan matanya untuk menutupi keterkejutannya “Kalau ibu boleh tahu, siapa cewek itu?”Lelah menutupi, Ivan akhirnya mendengus sambil menjawabnya “Anya.”Alia terdiam sejenak “Lah, An

  • Jangan Pilih Aku   S2. Ivan Story 5

    Hari itu, perasaan senang yang lama dirindukan oleh Ivan akhirnya tiba juga. Dia menghabiskan sisa harinya dengan bercengkrama dengan keluarga dan juga Anya.Semua terasa begitu lengkap, ada ibunya, ayahnya juga wanita yang ia kagumi.Mungkin terdengar berlebihan, namun inilah yang Ivan rasakan. Seperti kembang api meletus dalam dadanya secara serentak. Indah dan mendebarkan.Dia melihat banyak sisi Anya yang tak pernah ia ketahui. Ternyata gadis itu masih berusia 20 tahun. Anya juga tidak memiliki Ibu, maka dari itu, dia senang sekali ketika Alia memperlakukannya dengan baik.Ada hal yang lebih membuat Ivan kaget. Rupanya Anya sangat dewasa. Dia tidak sedang berlibur, melainkan mendapat kesempatan untuk magang. Padahal, papanya adalah pemilik dari perusahaan yang besar.Hidup Anya terjamin, tapi dia malah memilih untuk mencoba berdiri sendiri.Sayangnya, waktu berjalan terlalu cepat. Ivan harus pulang, enggan rasanya berpisah dengan Anya.Ivan berharap momen seperti ini bisa terulang

  • Jangan Pilih Aku   S2. Ivan Story 4

    Anya meminta nomor telepon Ivan karena dia merasa memiliki hutang pada Ivan.Entah kenapa Ivan dengan ikhlas memberikan data pribadinya pada Anya. Bahkan dia tidak merasa terganggu saat Anya melanjutkan kembali mengerjakan tugasnya.Bahkan ketika Anya menanyakan saran pada Ivan, pria itu dengan sadar membantunya.“Aku pulang dulu. Kamu pulang sama siapa?” tanya Ivan yang sedang mengemasi barangnya.“Rumahku di sebelah, deket banget.” Anya yang masih fokus pada laptopnya.Ivan menagangguk “Aku duluan.”*** Keesokan harinya.Ivan terdiam ketika ternyata pekerjaanya bisa selesai lebih cepat dari yang dijadwalkan. Seharusnya dia bahagia, rupanya dia masih ingin berada di kota yang jaraknya sekitar 4 jam dari kotanya.Sayangnya, Ivan tidak memiliki nomor Anya.Ivan pamit kepada Pak Kusuma. Bahkan saat sampai di luar kantor, dia celingukan mencari seseorang yang menggangu hati dan pikirannya.Baru pertama kali ada yang begitu mengusiknya.Namun, dia juga menjadi takut kalau rasa penasaran

  • Jangan Pilih Aku   S2. Ivan Story 3

    Setahun setelah Ivan lulus kuliah, dia yang hampir berusia 23 tahun menjadi sangat mudah emosi ketika berada di kantor. Ivan tidak langsung diangkat menjadi Direktur , melainkan menjadi manager di bawah pengawasan sang ayah langsung.Ivan sangat percaya dengan kalimat ‘percaya pada proses’, maka dari itu Ivan selalu menggerutu tiap bawahnya melakukan kesalahan yang sepele.Meski masih terbilang muda, Ivan sudah sangat diperhitungkan oleh para rekannya.Hari ini, Ivan harus menghadiri rapat di luar kota sendirian. Ivan sangat anti disupuri oleh orang lain. Maka dari itu dia selalu sendiri setiap rapat di luar kota.Kalau naik pesawatpun dia selalu menolak di jemput. Pokoknya Ivan selalu merasa bisa melakukan semuanya sendiri.“Selamat siang, saya Anya senang berkenalan dengan anda.” Ucap wanita yang mengenakan baju super rapi, wanita itu mengulurkan tangannya menunggu Ivan menyambutnya.Ivan menjabat tangan wanita itu “Saya Ivan, senang berkenalan dengan anda.”Anya terkikik melihat be

  • Jangan Pilih Aku   S2. Ivan Story 2

    Ivan tetap diberi ijin kepada Opanya untuuk mengambil kesempatan magang yang Saka berikan. Bagi Opanya, lebih baik Ivan menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu.Toh beberapa bulan lagi dia sudah resmi lulus.Ivan duduk di kamarnya dengan perasaan gusar karena dia terus terusik oleh Diana. Tadi siang gadis itu menelepon Ivan dan mengajak ketemuan besok siang di dekat parkiran. Ada yang ingin dia bicarakan.Tentu saja Ivan tidak langsung menyetujui hal itu. Sambil menatap ponsel, Ivan menggetuk-ngetuk kakinya ke lantai.“Sebenarnya dia mau apa?” gumam pria itu kesal, dia mendongakan kepala menatap langit-langit kamarnya yang remang-remang.Ivan beranjak dari kursinya ketika Omanya mengetuk pintu.“Van, ada yang cariin kamu.” Teriak Oma dari balik pintu.“Ya, Ma.”***Seorang wanita berdiri tidak jauh dari pajangan foto yang menunjukan semua anggota keluarga dari rumah tersebut.Wanita itu menatap Alia dengan hati-hati. Dengan parasnya yang cantik, Diana terhenti ketika melihat Ivan yang

  • Jangan Pilih Aku   S2. Ivan Story

    Ivan tidak pernah keberatan menjadi anak dari ayah sambungnya meski kini dia tahu kalau dia bukanlah anak kandungnya.Ayahnya bukan orang sembarangan, Saka Salendra, adalah seorang CEO yang sukses setelah berhenti dari pekerjaan lamanya yang merupakan seorang dokter.Setelah itu, dia menikah dengan ibunya, Alia. Melahirkan tiga adik yang usianya tidak berjarak jauh dari Ivan.Ada Arka, Saika, dan Raida.2 anak laki-laki dan dua lagi perempuan.Sekarang Ivan berusia 20 tahun, dia masih berkuliah di sebuah universitas swasta di kota. Sebenarnya Ivan lebih banyak menghabiskan waktu dengan Oma dan Opanya. Karena mereka mulai kurang sehat, Ivan dengan sukarela menawarkan diri untuk menjaga mereka.Tapi pada dasarnya, Ivan memang lebih akrab dengan mereka ketimbang dengan orang tuanya sendiri.Bukan karena dibedakan, tapi, dia hanya malas dengan kondisi yang ramai. Ivan lebih pendiam dari yang dibayangkan.Sosok Ivan yang suka bicara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status