Share

Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)
Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)
Penulis: Christina

Bab 1

Penulis: Christina
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-13 13:58:46

"Aku iri! Padahal jelas-jelas dia yang dulu merebut Andy dariku, kenapa dia yang harus bahagia? Sementara aku? Hidupku berantakan, pernikahanku gagal, aku diusir dan Gio memaksaku untuk kembali ke tanah air."

Raya menghela napas pelan, bulir-bulir bening mulai memenuhi sudut matanya. Ia hampir saja menangis. Namun, sebisa mungkin ditahannya.

Pemandangan yang tampak di depan mata membuatnya terluka. Hatinya teriris perih melihat sosok laki-laki yang dulu pernah mengisi hatinya tertawa bahagia bersama dengan seorang wanita cantik yang berstatus sebagai istrinya. Candaan gadis kecil yang berusia kurang lebih 5 tahun juga seakan-akan menambah kelengkapan kebahagiaan keluarga kecil itu.

"Papa berangkat dulu ya, Alya? Nindya ... Sayang, aku pamit dulu." Andy Melambaikan tangannya kepada Nindya juga Alya, tentu saja setelah ia berhasil meluncurkan kecupan hangat di kening keduanya.

"Jangan lupa nanti belikan es krim ya, Pa?" pinta Alya sedikit berteriak.

"Siap, Bos Kecil!" Andy menaikkan tangannya sebatas pelipis, seakan-akan sedang memberi hormat pada Alya, kemudian ia berlalu meninggalkan keduanya.

Dada Raya semakin sesak. Sepertinya keluarga yang tengah ia saksikan keakrabannya itu tak pernah merasakan duka seperti apa yang dialaminya.

Baru saja, Nindya dan Alya hendak masuk ke dalam rumah. Tanpa sengaja ia menoleh ke teras di mana Raya sedang duduk menatap mereka.

"Lo, Kak Raya? Kapan dia pulang?" ucap Nindya lirih. Tentu saja itu tidak didengar oleh Raya karena jarak mereka.

Nindya menggendong Alya, lalu melangkah mendekat ke arah Raya. Menghampiri wanita yang sejak lama berstatus sebagai kakak tirinya itu.

"Kak Raya, kapan datang? Kok ga ngasi kabar? Kan aku dan Andy bisa jemput Kakak di Bandara."

"Takut merepotkanmu dan Andy, Nin."

"Astaga, Kak. Tidak ada yang direpotkan. Toh juga aku jemput Kakak, bukan orang lain."

"Ini anakmu ya, Nin? Lucu sekali."

"Iya, Kak. Ini Alya, yang sering aku ceritain."

Ah, hampir saja Nindya lupa. Ia memang sering bercerita soal Alya pada Raya, tapi itu dulu. Terakhir kali mungkin dua tahun lalu. Setelahnya Raya menghilang bak ditelan bumi. Bahkan nomor ponselnya tidak bisa dihubungi lagi.

"Halo, Alya. Keponakan tante Raya yang cantik. Apa kabar, Sayang?"

"Baik, Tante." Alya menciun punggung tangan Raya setelah mendapat anggukan dari Nindya.

Raya mulai bercerita kepada Nindya, tentang kisah pilu pernikahannya dengan Gio yang berakhir tragis. Tak ada yang Raya lewatkan. Semua ia ceritakan secara rinci. Bagaimana Gio sebenarnya menikahinya hanya untuk balas dendam karena tidak bisa mendapatkan Nindya dulu.

Di LN, Raya disiksa, disakiti, bahkan Gio juga berselingkuh dengan gadis di sana, Singapore tepatnya.

Raya terisak menceritakan kisah pernikahannya yang sama sekali tak ada kebahagiaan itu. Bagaimana Gio mencampakkannya, dan memilih gadis lain yang ternyata sudah ada sejak awal pernikahan mereka.

"Sabar ya, Kak. Tenangin diri dulu. Sebentar, aku ambilkan air buat Kakak. Papa sama mama?"

"Mereka pergi, tadi pagi."

Nindya masuk, ke rumah kedua orang tuanya lalu menuju dapur, mengambil air minum untuk Raya, sementara Alya tengah asik bermain. Gadis kecil itu memang sengaja disediakan ruang bermain oleh kakek dan neneknya di rumah mereka. Tujuannya agar Alya betah berada di sana.

Raya menyeringai, ia menghapus air matanya dengan kasar seraya tersenyum licik. "Aku tidak akan pernah membiarkan kamu bahagia, Nindya. Seharusnya Andy adalah milikku. Kamu sudah menghancurkan segalanya, merebutnya dariku. Sekarang aku datang! Aku akan mengambilnya kembali darimu," gumam Raya dalam hati.

"Minum, Kak." Nindya menyodorkan segelas air putih.

Raya kembali bersandiwara, memasang wajah sedihnya yang sudah bersih dari air mata.

Setelah ngobrol beberapa saat, Nindya kembali pulang dengan mengajak Alya. Mereka berencana untuk pergi berbelanja ke mall lalu mampir ke cafe lanila untuk bertemu dengan Bella juga Wina. Persahabatan mereka cukup abadi, meski semua sudah menyandang status sebagai seorang istri dan ibu, ketiganya kompak. Selalu menyempatkan diri bertemu di waktu luang.

***

"Pak Andy, ada tamu." Seorang guru menghampiri Andy ketika ia masih mengajar di dalam kelas.

"Iya, Bu Rina. Siapa ya?"

"Saya kurang tahu, Pak, tapi sudah disuruh menunggu."

"Apakah itu istri saya?"

"Bukan, Pak. Kalau istri Bapak, semua orang juga pasti kenal."

"Baik, Bu Rina. Saya akhiri dulu jam mengajar saya. Sebentar lagi saya datang."

"Siap, Pak."

Andy melangkah, ke luar kelas setelah mengakhiri pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa-siswinya. Andy menuju ke ruang tamu sekolah. Sosok wanita sudah duduk di sana menunggunya.

"Maaf, siapa ya?" tanya Andy.

Wanita yang pandangannya tadi terfokus pada benda pipih yang dipegang, akhirnya menoleh setelah mendengar suara Andy.

"Raya? Kapan kamu datang?"

"Semalam."

"Lalu, untuk apa kami ke sini?"

"Aku bawakan kamu makan siang."

"Makan siang?"

Andy merasa ada yang janggal. Makan siang? Untuk apa Raya repot-repot membawakannya makan siang segala? Padahal Nindya pun dilarangnya saat hendak mengantar makan siang, alasannya ada kantin di sekolah. Jadi, Andy selalu meminta Nindya lebih fokus dengan Alya saja.

Andy tak mengambil pemberian Raya. Ia sedikit mendorong pelan tangan Raya yang tengah menyodorkan tas berisikan kotak makan siang itu.

"Kamu menolak? Makan siang ini aku buat spesial untukmu. Tidak bisakah kamu menghargainya?"

"Raya, kalau Nindya tahu, dia sebagai istriku pasti akan kecewa. Bahkan bekal makan siang darinya pun sering aku tolak, kan lucu kalau aku malah menerima bekal makan siang darimu?"

"An ...." Raya berdiri, mendekat ke arah Andy yang masih berdiri.

Mereka kini berhadapan. Raya mencoba menatap lekat kedua bola mata Andy. Mencari celah dan mencari keberadaan rasa cinta yang dulu pernah ada di sana.

"Ah ... suatu saat nanti, aku percaya, akan ada cinta untukku di sinar matamu sama seperti dulu," gumam Raya dalam hati.

"Pulanglah, Raya. Jangan bertingkah aneh seperti ini. Hargai Gio sebagai suamimu, hargai Nindya, adikmu."

"Aku sudah bercerai dengan Gio, dan Nindya? Siapa dia? Dia hanya adik tiriku saja. Dia yang sudah merebutmu dariku. Dia yang sudah menghancurkan hubungan kita."

"Kamu sendiri yang sudah menghancurkan hubungan kita dulu! Berhentilah menyalahkan orang lain. Pergilah, Raya. Kalau kamu sudah bercerai dengan Gio. Percayalah, akan ada laki-laki lain yang akan menerima kamu kelak, tapi bukan aku."

"Kita bisa mengulang semua dari awal, Andy. Kita bisa kembali seperti dulu. Ingatlah masa-mada indah kita, Sayang."

"Cukup, Raya! Hentikan omong kosongmu! Pergilah!"

Raya tak bergeming, ia masih pada posisi yang sama. Andy sedikit geram. Namun, ia coba menahannya, ia tak ingin membuat keributan yang berakibat fatal nantinya. Andy melangkah pelan, hendak meninggalkan Raya begitu saja, sayang, aksinya terlambat. Raya menarik lengannya, membuatnya kembali berbalik, dan Raya menjatuhkan tubuhnya di dada bidang Andy, tangannya menggenggam erat tangan Andy.

"Ayo, kita kembali! Ayo kita rajut lagi kisah cinta yang dulu hilang karena Nindya!"

"Andy? Raya? Apa yang kalian lakukan?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 15

    Rendy, Kiara, Andy dan juga Nindya sepakat untuk mengajak Raya ke rumah sakit memeriksakan kondisinya. Semua sudah dibicarakan semalam tanpa sepengetahuan gadis itu. Ada rasa sakit di hati Kiara, sebagai sang ibu yang sudah membesarkannya ia merasa terluka. Ia merasa perlakuan Rendy terhadap putrinya sungguh tidak adil. Meski sikap dan sifat Raya yang selama ini sedikit meresahkan, Kiara tetap menyayanginya."Raya, bersiaplah, Nak. Mandi dan segera bergabung ke meja makan." Kiara menghampiri putrinya yang masih berbaring di balik selimut. Padahal, hari sudah sangat pagi. Jam di dinding kamar pun sudah menunjuk angka 08.45 pagi. Tak bisa dipungkiri, gadis itu memang jauh berbeda dengan Nindya.“Hmmm … ini masih pagi, Ma. Memangnya kita mau ke mana?” tanya Raya setelah membuka mata. Beberapa kali gadis itu menggeliat lalu menguap.Kiara menggenggam tangan putri kesayangannya. Ada perasaan menyesal yang terbesit tiba-tiba. Kiara menyesal pernah menyakiti hati putrinya itu. “Kita mau jala

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 14

    "Apa yang sebenarnya terjadi, An? Ada apa ini?""Tadi siang, Raya mengancam bunuh diri. Ia hampir sja menoreh lengannya dengan pisau kecil. Aku replek, terpaksa mengatakan bersedia mendampinginya.""Astaga! Kenapa kamu seceroboh itu? Sekarang bagaimana? Nindya juga sangat membutuhkan kamu! Apalagi Alya, coba pikirkan, apa yang ada dibenaknya melihat ulah papanya?""Pa ... Kenapa yang ada di pikiran Papa hanya Nindya? Aku tahu dia putrimu. Salahkah aku jik aku pun ingin membahagiakan putriku? Putriku yang entah hidupnya berapa lama lagi. Tolong berilah waktu untuknya mengecap kebahagiaan walau tak selamanya. Ia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya sebentar saja." Kiara mulai membela putrinya."Tidak seperti ini juga caranya, Ma. Papa tidak setuju. Ini cara yang salah. Sebaiknya Raya kita bawa ke rumah sakit terlebih dahulu.""Apakah Papa menuduh Raya berbohong? Bukankan sudah jelas surat keterangan dari dokter yang tempo hari ditunjukkan Raya pada kita?""Apa salahnya kita memeriksak

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 13

    "Mama sehat? Mama sadar dengan apa yang barusan mama katakan?""Please, Nin. Tolong lah.""Ma ... jangan mentang-mentang aku anak tiri Mama, Mama malah seenaknya mengajukan permintaan yang menurutku tidak masuk akal. Mama lupa? Aku sedang sakit juga. Aku sedang butuh perhatian dan dukungan untuk memulihkan kembali ingatanku. Mama lupa?""Raya lebih butuh Andy daripada kamu. Raya bisa dipanggil Tuhan kapan aja. Salahkah mama mengabulkan permintaannya? Sementara kamu, kamu punya waktu untuk sembuh dan kamu akan memiliki Andy sepenuhnya. Nin, mama tidak meminta Andy menikahi Raya, tidak sama sekali! Tapi, berikan kesempatan dia bahagia dengan lebih dekat dengan Andy. Please ...."Nindya terdiam. Meski ia melupakan perasaannya pada Andy, tapi itu tak membuat dia bisa melepas Andy begitu saja. Ini benar-benar tidak masuk akal baginya. Bagaimana mungkin ia harus merelakan Andy membagi kasih sayang dengan Raya. Tiba-tiba Kiara berlutut, ia memohon pada Nindya seraya memegang kedua kaki Nindy

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 12

    Nindya sudah diperbolehkan pulang setelah beberapa lama berada di rumah sakit. Tak ada masalah yang berarti pada kesehatannya. Dokter hanya menyarankan agar Nindya tidak terlalu berusaha keras mengingat semua hal yang ia lupakan. Dengan dukungan beberapa obat, diharapkan ingatan Nindya bisa kembali pulih.Andy mengantarkan Nindya masuk ke dalam kamar, berharap wanita yang begitu sangat ia cintai bisa bertahan istirahat lebih banyak lagi. "Tidurlah, Sayang. Nanti kalau butuh apa-apa panggil aku ya?""Iya, Sayang. Oh ya, boleh nggak aku minta supaya Alya tinggal di sini saja? Tidak usah khawatir tentang aku, aku juga ingin agar lebih cepat mengingat semua tentang kita juga Alya. Mungkin dengan seringnya aku berinteraksi dengan Alya, aku akan mengingat banyak hal yang sudah terlupakan lebih cepat.""Kalau memang itu keinginan kamu, tidak masalah. Aku akan menjemput Alya besok. Kamu beristirahatlah, ini sudah malam.""Terima kasih, Sayang. Kamu mau ke mana? Kamu tidak lelah? istirahat saj

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 11

    Gio dan Raya kembali bertemu, mereka mulai memikirkan cara untuk memisahkan Andy dan Nindya. Keduanya masih tak mau mengalah, keduanya masih tak mau menerima keadaan dan takdir yang sudah seharusnya. Rasa cinta yang terlalu dalam membuat Gio dan Raya bersikeras untuk mencari segala cara agar bisa meraih keinginan mereka.Tiba-tiba Gio memiliki ide yang brilliant. Ia merasa ide cemerlangnya akan berhasil dan membuatnya bisa bersatu dengan Nindya. Gio membisikkan ide yang datang tiba-tiba itu pada Raya. Tentu saja Raya sangat menyetujui itu. Raya merasa itulah cara terbaik dan yakin akan berhasil."Kita mulai dari mana?""Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya?""Astaga! Gio! Aku serius, kenapa malah ngajak bercanda sih?""Hahahha ... enggak. Aku hanya ngerasa lega akhirnya menemukan ide yang luar biasa ini.""Jadi keputusannya gimana?""Kita harus menemui seseorang. Tidak mungkin kan, tanpa bukti kamu tiba-tiba ngomong ke orang tuamu? Mereka tidak akan percaya.""Jadi?""Ikut aku!"Gio dan Ra

  • Jangan Rebut Papaku, Tante! (Sequel Jadi Suamiku Ya, Om?)   Bab 10

    Di tempat yang berbeda. Gio baru saja membuka mata. Seulas senyuman tersirat di bibirnya. "Ah ... akhirnya sebentar lagi aku akan memiliki Nindya," gumamnya.Gio beranjak, ia kemudian mengambil handuk lalu bergegas menuju kamar mand, membersihkan dirinya perlahan, sesekali ia bersiul. Sudah sejak lama hatinya tak sebahagia ini, bahkan saat bersama Raya dulu, tak sekali pun ia bisa melemparkan senyuman semanis ini.Pria tampan itu bergegas menuju kamar di mana Nindya tidur. "Inilah saatnya aku benar-benar memilikimu," ucapnya lirih setelah sampai di depan pintu.Gio menghela napas pelan. Ia lalu mengetuk pintu, tapi sayang, tak ada seorang pun yang merespon dari dalam sana. Gio mulai curiga, lalu segera membuka pintu, ia panik saat menyadari Nindya sudah tak ada lagi di sana.Gio berbekas meraih ponselnya lalu mencoba menghubungi nomor Nindya, tapi yang memberikan jawaban hanyalah operator telepon."Sial! Kenapa aku bisa kecolongan!" umpatnya penuh emosi.Gio bergegas menghubungi Raya.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status