Share

Bab 3

Baru saja Alya hendak menghampiri papanya, gadis kecil itu tiba-tiba terdiam, menghentikan langkahnya. Alya ketakutan melihat tatapan Raya yang tajam, seakan-akan mengintimidasi gadis kecil itu agar tidak mendekat kepada lelaki yang berstatus sebagai ayahnya, Andy.

Luna meraih tangan Alya, ia menyadari ada yang berbeda dan tidak masuk akal dengan kelakuan Raya. LLun merangkul Alya kembali, lalu membawanya ke dalam pangkuan.

"Apa yang terjadi dengan istriku? Dia baik-baik saja bukan?"

"Maaf, Pak. Istri dan putri Bapak mengalami kecelakaan. Saat ini, kondisi istri Bapak sedang kritis, silakan segera menghubungi dokter untuk menyetujui tindakan yang akan diambil."

"Kamu siapa?"

"Saya bukan siapa-siapa. Hanya kebetulan tadi lewat di lokasi kejadian dan membantu si kecil ini ke luar dari dalam mobil yang sudah terbalik," jawab Luna.

Andy tidak berucap apa pun lagi. Ia mengangguk tanda mengerti lalu menyempatkan diri mengusap pucuk kepala Alya dan bergegas ke ruangan dokter.

"Aku ikut, Andy," teriak Raya yang mulai mengekor.

"Semua gara-gara kamu, Raya! Berhentilah mengikutiku! Kamu seperti parasit, cepat hubungi kedua orang tua kamu, mereka harus tahu kondisi Nindya dan Alya."

Raya mendengus kesal, ia meraih ponselnya di dalam sakut tas yang dibawa lalu segera menghubungi kedua orang tuanya. Ia memberi kabar tentang kecelakaan yang menimpa Nindya dan Alya.

"Mudah-mudahan Nindya mati, agar aku segera bisa merebut Andy kembali." Raya menyeringai.

Benturan hebat di kepala Nindya membuat wanita itu mengalami pendarahan yang hebat. Selain itu ia juga mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuhnya. Dokter menyarankan untuk melakukan tindakan koperasi sesegera mungkin.

"Istri saya pasti bisa diselamatkan kan, Dok?" tanya Andy dengan raut wajah yang begitu khawatir.

"Sebisa mungkin kami akan berusaha melakukan yang terbaik. Pihak keluarga, berdoalah, minta keselamatan kepada yang di atas sebagai pemilik kehidupan."

Kedua orang tua Nindya sudah datang. Mereka terlihat terburu-buru. Tampak begitu jelas raut wajah mereka penuh dengan kekhawatiran. Rendy dan Kiara menghampiri Alya. Kiara bergegas menggendong gadis kecil itu, sementara Rendy segera menghampiri Andy, menanyakan apa yang sebenarnya sudah terjadi.

Luna yang merasa seluruh keluarga Nindya juga Alya telah tiba, memutuskan untuk berpamitan. Ia sempat mencium kening Alya lalu berbisik di telinga gadis kecil itu. "Sayang, kalau Tante itu jahat sama kamu, ngadu aja sama papa dan nenek, kakek kamu ya?"

Alya mengangguk tanda ia mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Luna.

"Tante, besok datang lagi ya?" ucap Alya dengan lugunya

"Tante usahain ya, soalnya tante masih kuliah."

Rendy dan Kiara juga mengucapkan terima kasih kepada Luna sebelum gadis itu benar-benar menghilang dari hadapan mereka.

"Raya, kamu kenapa bisa bareng sama Andy?" tanya Kiara yang mulai Curiga dengan putrinya

"Tadi Tante Raya peluk Papa," celoteh Alya tiba-tiba.

Ucapan gadis kecil itu sontak membuat semua orang menoleh kepadanya.

"Apa maksud ucapan Alya, Andy, Raya? Jelaskan!" Rendy menatap tajam ke arah menantu juga putri tirinya.

Secara perlahan Andy mulai menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi antara dirinya dan Raya tadi. Tentang kesalah pahaman yang sudah membuat Nindya kecewa.

Raya hanya diam tak bergeming. Ia tidak bisa mematahkan apa yang dikatakan oleh Andy. Janda muda itu mencoba mengalah sebelum ia kembali mencari cara untuk merebut Andy kembali dari adik tirinya.

"Baru saja kamu sampai di Indonesia, kamu sudah bikin ulah lagi Raya. Mama kecewa sama kamu! Tidak bisakah pengalaman hidupmu kamu jadikan pelajaran? Kenapa sifatmu tidak berubah? Jangan-jangan perceraianmu dengan Gio, kamulah penyebab utamanya."

"Kenapa Mama jadi nyalahin aku? Seharusnya Mama membelaku. Bukankah Mama tahu sendiri, dulu Andy itu milikku dan Nindya datang menjadi penghancur di dalam hubungan kami. Rasanya hal yang wajar jika sekarang aku berusaha merebut kembali hakku."

"Kamu gila ya? Semua orang juga tahu perbuatanmu. Jelas-jelas yang membuat Andy pergi meninggalkan kamu itu adalah dirimu sendiri, sekarang kamu mulai lagi mencoba lagi menyalahkan orang lain. Sebaiknya kamu pulang dan mama cam'kan padamu, jangan pernah lagi merusak hubungan Andy dan Nindya!"

"Tante Raya jahat!" bibir mungil Alya kembali berceloteh.

Andy bergegas mengambil Alya dari gendongan Ibu mertuanya. Pria itu mengusap lembut rambut putri kecilnya. "Kenapa Alya ngomong seperti itu, Sayang? Tidak boleh ya, itu tantenya Alya lo."

"Tante Raya tadi melotot!" ucap Alya yang menatap Raya sesaat kemudian mendekap papanya menyembunyikan pandangannya dari Raya karena takut.

"Kamu sudah sangat keterlaluan Raya! Pulanglah! Kita bicarakan semua nanti di rumah. Apa yang sebaiknya kita lakukan agar kamu bisa berubah." Rendy yang selama ini diam, tidak terlalu mau sibuk mengurusi Raya karena merasa canggung dengan istrinya, kini tak dapat lagi menahan amarah.

"Kamu dengar kata Papa? Raya pulang sekarang!" teriak Kiara lagi.

Raya mendelik penuh emosi. Bukannya kapok, ia malah semakin menjadi-jadi. Egoisnya semakin naik dan terobsesi untuk benar-benar menghancurkan hubungan Nindya dan Andy.

***

Operasi Nindya berjalan dengan lancar. Kondisinya sudah stabil. Wanita itu kemudian dipindahkan ke ruang rawat kelas VIP. Andy ingin yang terbaik untuk istrinya.

Nindya masih tak sadarkan diri, dengan sabar Andy menemani di ruang rawat. Sementara Rendy dan Kiara memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dengan mengajak Alya.

Matanya masih terpejam. Namun, aura kecantikan Nindya masih terlihat. Ibu satu anak itu masih terlihat begitu manis walau dalam keadaan tidak baik-baik saja. Beberapa kali tangannya bergerak, menandakan kondisinya sudah mulai membaik.

"Siapa kamu?" Suara lirih Nindya menyadarkan lamunan Andy. Pria itu terperangah mendengar sebaris pertanyaan yang dilemparkan oleh sang istri.

"Nindya, aku suamimu. Apa kamu tidak mengenaliku?"

"Suami? Kapan aku menikah?"

***

"Istri anda mengakami amnesia traumatis. Amnesia traumatis terjadi karena cedera pada kepala yang diakibatkan oleh kecelakaan, benturan, pukulan atau jatuh dari ketinggian. Ingatan yang hilang akan bergantung pada bagaimana trauma atau kerusakan pada area otak yang dialami. Amnesia jenis ini dapat membuat seseorang kehilangan ingatan secara sementara atau permanen," ucap dokter.

"Apakah istri saya bisa sembuh, Dok?"

"Kita lakukan beberapa terapi untuk memulihkan ingatannya."

"Terapi okupasi, terapi yang mengajarkan pasien untuk mengenalkan informasi baru dengan ingatan yang masih ada. Teori kognitif, bertujuan untuk memperkuat daya ingat pasien dengan cara bantuan teknologi, seperti telepon, tablet, agenda elektronik, atau tablet.

Pemberian vitamin dan suplemen untuk mencegah kerusakan otak yang lebih pparah Keluarga juga bisa membantu dengan mengajak pasien berkomunikasi, mencoba mengingat-ingat kenangan sebelum kejadian." Dokter memberikan informasi mengenai beberapa langkah untuk memulihkan ingatan Nindya.

"Tolong, Dokter. Saya mohon, selamatkan istri saya, pulihkan ingatannya."

"Tenang, kami akan berusaha. Pihak keluarga juga diharapkan untuk membantu."

Andy memijit pelipisnya. Ia benar-benar tidak pernah mengira jika Nindya akan berada posisi saat ini. Dengan langkah gontai, ia kembali menuju kamar rawat Nindya. Pikirannya kacau, sudut matanya mulai basah.

"Nindya, Sayang, coba ingat sekali lagi. Apakah kamu benar-benar tidak mengingatku?" tanya Andy perlahan setelah ia berhasil meletakkan bokongnya pada kursi kecil tepat di sisi ranjang rawat Nindya.

Nindya menatap Andy, tatapan yang sama sekali tak bisa di terka. "Dio di mana?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status