Share

Bab 7

Langit biru mulai tampak. Matahari bersinar dengan cerahnya. Entah sudah berapa lama sejak peristiwa naas itu terjadi, keluarga Nindya menjadi sangat kacau dan berantakan. Banyak kejadian yang membuat keluarga harus berjuang lebih keras lagi demi kesembuhan Nindya.

Semua sudah duduk rapi di meja makan. Hari ini Kiara memasak spesial makanan favorit Nindya. Tak lupa, kemarin keluarga itu sempat menjemput Alya di rumah orang tua Andy. Mengajaknya bergabung sekaligus untuk mencoba lagi memulihkan ingatan Nindya. Gadis kecil yang cantik dan manis itu sudah duduk di antara nenek dan kakeknya.

Andy juga ada di sana. Lelaki tampan itu duduk dengan jarak satu kursi dari Raya, ia sengaja mengosongkan di tengah agar Nindya duduk di sana.

"Nindya kok belum ke luar dari kamar ya? Biasanya dia selalu bangun lebih awal."

"Kurang tahu, Ma. Papa belum sempat nengok dia."

"Biar aku saja ke kamar Nindya, Ma, Pa, membangunkannya. Mungkin dia masih terlelap," ucap Andy yang kemudian berdiri setelah berhasil menggeser kursi tempat duduknya.

Suami Nindya itu melangkah menuju ke arah kamar Nindya. Beberapa kali ia mengetuk pintu. Namun, tak ada jawaban dari wanita yang sudah beberapa tahun menjadi istrinya itu. Andy mencoba memutarkan knock pintu yang ternyata tak dikunci Nindya.

"Nindya ... Sayang ... apakah kamu sudah bangun?" ucap Andy perlahan. Ia masuk ke dalam kamar.

Lampu kamar tak menyala. Tampak begitu redup oleh cahaya matahari yang masuk dari celah jendela yang tertutup. Andy meraba dinding kamar, meraih saklar lalu menyalakan lampu kamar.

Tempat tidur Nindya kosong. Selimut sudah terlipat rapi. Tiba-tiba dada Andy berdesir hebat. Kepanikan mulai melandanya. Andy menerobos pintu kamar mandi yang tertutup, tapi, pada kenyataannya Nindya tak ditemukannya di sana.

"Nindya hilang ... Nindya hilang ...." beberapa kali Andy berucap seraya melangkahkan kakinya kembali kemeja makan.

"Nindya hilang! Nindya tidak ada di kamarnya!" ucap Andy dengan wajah panik di hadapan semua keluarga.

"Kamu bilang apa, An?" tanya Kiara.

"Nindya tidak ada di kamarnya, Ma."

"Kamu sudah lihat di kamar mandi?" tanya Rendy.

"Sudah, Pa. Dia tidak ada di kamar mandi."

Dibalik kepanikan semua keluarga Raya tersenyum penuh kemenangan. "Akhirnya kamu pergi juga dari rumah ini. Kalau perlu jangan pernah kembali lagi! Pergilah sejauh mungkin. Lupakan semua yang ada di sini. Biarkan aku kembali kepada Andy. Dia adalah hak'ku. Jadi, wajar kalau dia kembali kepadaku," gumam Raya dalam hati.

"Papa rasa ini belum 24 jam. Sebaiknya kita tenang dulu. Siapa tahu dia hanya pergi ke luar sebentar. Ayo kita lanjutkan sarapannya. Setelah itu, kita berpencar untuk mencari keberadaan Nindya. Sekali rasa memang sudah terlalu lama menunggu.

Andy tak bisa fokus menikmati sarapan. Pikirannya jatuh kepada Nindya, sang istri. Ia merasa ini bukanlah hal yang bslisa diktakan baik-baik saja, ia yakin ada sesuatu yang terjadi kepada istrinya.

"Kalau harus kerja, pergi saja, Andy, tidak apa-apa. Nanti papa kabari kalau seandainya Nindya sudah pulang. Kalau pun dia tidak pulang, papa pun akan tetap memberimu kabar dan kita akan menemukannya bersama-sama."

"Baru juga hilang beberapa menit sudah dicariin. Memang ya, anak emas sama anak perak itu perlakuannya beda jauh."

"Kamu bicara apa, Raya? Kapan sih kamu berubah? Mama tidak suka ya sama sikap kamu itu. Ada saja yang dibenci dari Nindya. Kalau kamu tidak suka di sini, kamu bisa pergi! Mama bisa siapkan kamu rumah daripada kamu di sini. Selalu saja bikin kekacauan."

"Jadi Mama ngusir Raya? Sama sekali nggak punya perasaan! Padahal aku anak kandung Mama, tapi, terlihat banget Mama lebih memperhatikan anak tiri Mama daripada aku."

"Ya Tuhan ... Raya! Sampai kapan mulutmu rusak seperti itu? Ini salah Mama yang terlalu memanjain kamu! Ternyata ini hasilnya! Kamu jadi anak yang banyak tingkah dan tidak tahu etika, sopan santun!"

"Terserah Mama mau bilang apa. Ok, karena mama sudah ngusir aku dari sini, maka aku akan pergi! Ga usah kasih aku rumah, aku bisa menemukan rumah aku sendiri. Sekali pun aku harus tinggal di jalanan, aku akan jalani!"

"Sudah! Sudah! Ini bukan waktunya untuk bertengkar. Kita sedang dalam masalah besar. Nindya hilang! Nindya sedang tidak baik-baik saja. Dia sedang sakit, wajar kalau Papa dan Mama kawatir. Tolong kamu paham, Raya."

"Belain saja terus, Pa. Dia kan anak kandung Papa, jadi wajar sih! Yang ga wajar itu Mama. Mama yang adalah ibu kandungku, tapi, Mama yang malah paling membenciku dan lebih menyayangi Nindya. Tidak masuk akal!"

Perdebatan berhenti setelah Raya memutuskan pergi. Gadis itu benar-benar meninggalkan rumah. Ia membawa tas besar yang kemungkinan berisi beberapa pakaian. Ia tak peduli lagi dengan orang tuanya, apalagi dengan Nindya, ia tak mau tahu. Di Hatinya hanya tersimpan aramah dan dendam yang membara.

"Aku berani sumpah. Aku akan merebut kembali apa yang menjadi hak'ku. Aku akan merebut kembali Andy dari sisimu, Nindya. Aku juga akan merebut kembali kasih sayang mamaku yang sudah kamu rebut!" ucap Raya bermonolog. Raya berlalu pergi meninggalkan rumah besar milik Rendy.

Andy juga mertuanya berusaha menghubungi nomor Nindya secara bergantian, tapi sayang, sepertinya nomor sengaja tidak diaktifkan, panggilan dialihkan. Andy semakin khawatir, ia takut terjadi sesuatu kepada istrinya.

"Apa jangan-jangan ini ulah Raya ya, Pa?" Kiara mulai menaruh curiga.

"Kenapa Mama bisa berpikir seperti itu?"

"Mama tahu bagaimana sikap Raya. Ia egois dan berwatak keras, ia bisa saja melakukan apa pun untuk menyingkirkan Nindya."

"Coba berpikir positif, Ma. Semoga semua juga baik-baik saja. Kita tunggu 24 jam. Kalau memang tidak ada yang menemukan Nindya, kita lapor polisi."

"Kalau begitu , aku ke sekolah ya, Ma, Pa, sekalian cari Nindya. Mudah-mudahan aku menemukannya."

***

Di tempat yang berbeda. Tampak sepasang pria dan wanita dengan duduk berdampingan. Keduanya memegang minuman dingin yang sepertinya baru saja dipesan di cafe tempat mereka duduk.

"Sudah terlalu lama aku menunggumu, Sayang," ucap sang pria.

"Aku pun sama. Sebenarnya aku bingung. Aku masih belum bisa menebak apa yang sebenarnya sudah terjadi."

"Jangan terlalu dipikirkan. Bukankah pertemuan kita ini sudah menjadi hal yang baik?"

"Betul katamu, Sayang. Aku setuju!"

"Tapi ... aku masih bingung. Aku harus pergi ke mana setelah ini? Kalau aku pulang, aku yakin aku tidak akan diizinkan keluar lagi."

"Tentu saja kamu akan tinggal di rumahku. Kenapa kamu harus bingung, Sayang? Ada aku yang akan selalu melindungi dan menjagamu."

"Kamu memang terbaik, Dio."

"Dio, nama itu yang selalu ia sebutkan. Bahkan, ia tidak bisa membedakan antara Dio dan Gio. Sebenarnya, itu sungguh menyakitkan, tapi, sudahlah ... yang penting dia akan menjadi milikku sekarang dan selamanya. Aku akan menjadi Dio demi memilikimu, Nindya."

Seorang wanita melangkah mendekat ke arah Nindya dan Gio berada. Gadis cantik dan manis yang berpakaian casual itu sedikit bingung lalu berkata, "Kak Nindya? Kenapa Kakak ada di sini? Siapa pria ini? Kenapa kalian terlihat begitu romantis? Suami kakak mana?"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Christina
makasih kak, uda setia menunggu walau up nya lama... author lg mau ada hr raya...
goodnovel comment avatar
Indah Hayati
raya jahat sekali dri dulu gk pernah berubah gimana mama mu mau suka ama sikap mu kayak gini terus skarang gio lagi mau ambil nindya dri andy gk pikir apa ya kalo nindya itu udh punya anak kira2 sapa ya yg nemuin nindya ama gio moga aja dia bisa kabarin ke andy keberadaan nindya lanjut terus ya thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status