Satu hari satu malam berada di gudang bawah tanah, Alena hanya bisa menagis sambil meringkuk memeluk kedua kakinya.
Makanan yang diantar oleh pelayan, sama sekali tidak ia sentuh. Untuk apa dia hidup ? Kalau hanya disiksa oleh Briyan setiap hari. Mati adalah pilihan yang tepat untuk Alena saat ini.
Di sisi lain, Asep berusaha membujuk tuannya untuk membebaskan Alena dari ruangan gelap itu.
"Apa kamu ingin mengajariku?" Ucap Briyan kepada Asep.
"Bu...bukan begitu, tuan." Asep gugup, "Jika nyonya tidak makan sepanjang hari, tentu akan terjadi sesuatu kepada beliau. Dan tuan tidak akan bisa balas dendam"
Briyan terdiam sesaat, "keluarkan dia."
Asep bergegas meninggalkan ruang kerja Briyan, dengan langkah seribu kaki jenjangnya menuju gudang bawah tanah.
Saat pintu terbuka, Asep melihat Alena meringkuk di sudut ruangan. Wanita cantik berambut hitam itu, sama sekali tidak menoleh untuk melihat siapa yang datang.
Asep melangkah menghampiri Alena, ia menjatuhkan lututnya di lantai. "Ayo kita ke luar dari ruangan ini, nyonya," ucapnya dengan lembut dan hormat.
Alena menatap sendu Asep, ia menggelengkan kepala. "Aku tidak ingin lagi, ke luar dari sini pak," ucapnya.
"Kenapa nyonya? Tempat ini gelap dan kotor, nyonya."
"Aku lebih nyaman di tempat gelap dan kotor ini pak, daripada di istana megah tinggal bersama iblis berwujud manusia" tegas Alena.
Asep menarik napas dalam-dalam, ia sudah bersusah payah membujuk tuannya. Tetapi Alena justru memilih tinggal di sana.
"Aku tahu apa yang nyonya rasakan saat ini. Tapi, apa nyonya menyerah begitu saja? Dan tidak ingin tahu yang sebenarnya?"
Akhirnya Alena ke luar dari gudang, setelah Asep banyak berbicara dan memberikannya semangat.
Setibanya di kamar, Alena masuk ke dalam kamar mandi. Ia rendah tubuhnya di dalam bathtub, kedua matanya terpejam berusaha untuk menenangkan hati dan pikirannya.
Tok...tok...tok..."apa nyonya sedang mandi?" Suara ketukan pintu seiring dengan suara pelayan Rati.
"Iya bi." Sahut Alena dari dalam.
Rati dengan setia menunggu Alena hingga ke luar dari kamar mandi. Wanita berusia 40 tahun itu, sudah menyiapkan makanan dan pakaian untuk Alena. Tentu Rati melakukan itu semua atas perintah dari tuannya.
"Apa ini, bi?" Tanya Alena, melihat pakaian yang terletak di atas tempat tidur.
"Tuan meminta nyonya untuk memakainya malam ini."
Alena tersenyum sinis sambil menggelengkan kepala. Pria tampan itu lagi-lagi memintanya untuk mengenakan lingerie. "Dasar pria mesum. Selain dia psikopat, dia juga budak seks." Gumam dalam hati Alena.
"Baik bi, nanti aku pakai," ucapnya kepada Rati.
"Kalau begitu, saya permisi nyonya." Rati meninggalkan kamar Alena dan kembali melanjutkan tugasnya.
Setelah Rati pergi, Alena mengenakan lingerie, ia berdiri di depan cermin, ditatapnya tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seketika rasa geli itu muncul, hingga Alena kembali membukanya dan mengenakan baju piyama.
"Aku tidak akan memakainya, jika dia membunuhku hanya karena itu ! Mungkin itu sudah yang terbaik." Gerutu Alena.
Ia pasrah mati di tangan Briyan, daripada harus mengenakan lingerie. Saat mengenakan pakaian minim itu, Alena merasa dirinya seperti wanita-wanita yang ada di film dewasa. Mungkin karena Alena wanita polos dan tidak pernah memakainya selama ini.
Tidak lama kemudian, pintu tiba-tiba terbuka lebar. Briyan berdiri di bibir pintu dengan posisi kedua tangan terlipat di dada. Pria tampan itu memperhatikan Alena yang duduk di sisi ranjang dengan balutan piyama. Sedangkan lingerie yang ia berikan tadi, berceceran di lantai.
"Kamu memang hebat, kamu persis seperti ayahmu," ucap Briyan sambil melangkah menuju Alena.
Alena menegakkan kepala untuk melihat Briyan, ditatapnya pria tampan itu dengan tatapan penuh kebencian. Hal itu membuat Briyan semakin kesal dan marah.
Jari rampingnya mencengkram kedua pipi mulus Alena, "jangan menatapku seperti itu. Tatapan itu, seharusnya kau berikan kepada ayahmu." Bisik Briyan dengan nada lembut.
Ada apa dengan ayah Alena? Kenapa Briyan sangat membencinya? Bukankah dulu ayah Alena adalah sopir kesayangan keluarga Wijaya? Bahkan keluarga Wijaya sampai menjodohkan putri, putri mereka. Agar silaturahmi tetap terjaga dan persahabatan menjadi keluarga.
Alena menepis tangan Briyan dari pipinya, "kesalahan apa yang diperbuat ayahku kepadamu?" ucapnya.
"Kamu ingin tahu?" Tanya Briyan sambil tersenyum sinis. "Tanyakan langsung kepada ayahmu," lanjutnya.
Briyan menunduk untuk meraih lingerie dari atas lantai, lalu melemparnya dengan kasar ke wajah Alena.
"Pakai sekarang juga, atau kamu tidak akan pernah lagi bertemu dengan tuan Hendarto," ucapnya untuk mengancam Alena.
Keberanian Alena selalu menciut setiap kali Briyan mengancam keselamatan ayahnya. Kasih sayangnya kepada ayahnya membuat ia, rela melakukan apapun.
Alena bangkit dari tempatnya, ia menanggalkan seluruh pakainya di hadapan Briyan, lalu mengenakan lingerie.
Sebagai pria normal, tentu gairah Briyan memuncak melihat kemolekan dan kemulusan tubuh istrinya.
Deg!
*
****Tangan kekar Briyan menarik lengan Alena dengan kasar, lalu melemparkannya ke atas tempat tidur. Ia menindih tubuh wanita cantik itu, menghujani ciuman di seluruh leher jenjang Alena dan meninggalkan beberapa tanda kepemilikan di sana.Sikap dingin dari Alena, membuat Briyan mengubah aksinya menjadi lebih kasar. Ia meremas benda kenyal milik Alena dengan kasar, hingga wanita cantik itu merintih kesakitan.Melihat Alena memejamkan mata, membuat Briyan berpikir kalau istrinya mulai menikmati permainannya. Namun dugaan Briyan salah, justru Alena semakin dingin bagaikan patung. Wanita cantik itu menutup mulutnya rapat-rapat dan menegangkan tubuhnya.Anjas menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya dengan kasar. Ia bangkit dari tubuh Alena, melangkah menuju meja untuk meraih ponsel dan menghubungi seseorang."Lakukan tugasmu, dan buang mayatnya ke jurang," ucap Briyan kepada lawan bicaranya.Mendengar ucapan Briyan, Alena segera bangkit dari tempat tidur. Berlari, memohon di kaki Briyan,
Panggilan yang masuk ke ponselnya, membuat Briyan mengurungkan niat untuk menghukum Alena. Pria tampan itu meminta Asep untuk mengurus Alena, selama ia pergi."Urus Alena dengan baik, jangan sampai dia kabur atau bunuh diri. Aku belum puas menyiksanya, bahkan ayahnya belum melihat seperti apa derita putrinya," ucap Briyan sebelum masuk ke dalam mobil yang akan mengantarnya ke bandara.Asep menunduk sopan, "baik tuan."Setelah Briyan meninggalkan kediaman Wijaya, Asep meminta Rati untuk mengantar makanan ke kamar Alena. Rati hanya mengantarnya saja, setelah itu ia langsung pergi. Sedangkan Asep, masih tetap di sana menemani Alena hingga selesai makan."Apa nyonya masih butuh sesuatu?" Tanya Asep.Alena menggelengkan kepala, "tidak pak.""Baiklah nyonya, kalau begitu saya permisi dulu." Asep bergegas menuju pintu."Tunggu sebentar pak." Panggil Alena.Asep menghentikan langkahnya, ia memutar tubuh menghadap Alena, "iya nyonya," sahutnya.Alena bangkit dari sofa, melangkah menghampiri As
Dua jam berlalu, akhirnya Alena membuka mata setelah dokter memberikannya suntikan. Ia membuka mata secara perlahan, dan bayangan wajah Briyan langsung menyambut penglihatannya yang masih buram."Alena, Alena. Tidak semudah itu kabur dariku." Ucap Briyan.Pria tampan itu, duduk di sofa dengan posisi kedua kaki diletakkan di atas meja.Alena sama sekali tidak merespon ucapan Briyan, ia justru memalingkan wajah untuk menghindari tatapan manusia iblis itu.Briyan menurunkan kedua kakinya, ia bangkit dan melangkah menghampiri Alena yang terbaring lemah di atas tempat tidur."Aw...jangan." ucap Alena saat tangan Briyan menerobos masuk ke dalam selimut dan mengelus paha mulusnya.Briyan menarik tangannya, ia tersenyum seribu arti. "Ternyata kamu masih memiliki tenaga," ucapnya."Tolong bebaskan aku dari sini, jika ayahku memiliki salah kepada keluarga ini, aku mohon maaf yang sedalam-dalamnya." Alena mengucapkan kata-katanya sambil berurai air mata.Briyan menatap dingin Alena, ia tertawa s
Dua hari telah berlalu, kondisi Alena sudah semakin membaik. Pagi ini Aurel akan membawanya ke luar dari sana."Ini." Aurel memberikan sesuatu ke tangan Alena.Alena memutar mata melihat telapak tangannya, "apa ini?" Ucapnya."Aku tahu, kamu pasti tidak memiliki uang. Jadi pakai lah uang ini untuk biaya kamu pergi dari kota ini." Alena tersenyum haru, ia sangat berterima kasih kepada Aurel. Bagi Alena, Aurel adalah malaikat penyelamat. Tetapi di balik semua itu, Alena tidak tahu kalau Aurel melalukan itu semua bukan karena kasihan kepadanya. Tapi, agar Aurel bisa memiliki Briyan seutuhnya. "Alena, kamu masuk ke bagasi ya?" Aurel membuka bagasi mobilnya, dibantunya Alena masuk ke dalam.Setelah itu Aurel masuk ke dalam mobil, bibirnya tersenyum bahagia sambil kakinya menginjak gas.Tin....tin...tin...."pak, saya ke luar sebentar. Mau belanja ke supermarket," ucap Aurel kepada penjaga gerbang."Baik nona."Aurel menginjak gas mobil, dengan secepat kilat ia meninggalkan kediaman Wijaya
Briyan mengunci Alena dengan menyandarkan kedua tangannya di tembok. Mata birunya menatap tajam kedua mata indah Alena."Apa kamu kembali, karena ayahmu?" Tanya Briyan dengan nada lembut. Bahkan napas pria tampan itu terasa di bibir Alena.Alena hanya diam, tubuhnya tegang dan matanya berkedip-kedip seperti boneka. Rasanya ingin menjawab Briyan, tetapi entah mengapa bibirnya kaku sehingga sulit untuk dibuka."Jawab." Sentak Briyan karena tidak ada jawaban dari Alena."Ha...i...i....iya" jawab Alena terbata-bata.Briyan tersenyum seribu arti, "jika kamu ingin ayahmu hidup lebih lama lagi! Jangan berani-berani untuk melangkah dari rumah ini. Ingat! Keselamatan ayahmu ada di tanganmu sendiri." Butiran bening itu menetes membasahi kedua pipi mulus Alena. Apakah hidupnya tercipta hanya untuk disakiti? Dan entah kesalahan apa yang sudah diperbuat ayahnya di masa lalu?"Tolong izinkan aku bertemu dengan ayahku." Ucap Alena dengan bibir bergetar dan nada yang lembut."Kamu bisa bertemu denga
Satu malam Alena tidak bisa tidur, seluruh tubuhnya terasa remuk. Bahkan keningnya terasa panas seperti orang demam.Alena membaringkan tubuhnya di sofa, sedangkan Briyan di tempat tidur. Pria dingin itu, sama sekali tidak peduli dengan Alena. Padahal ia tahu kalau wanita cantik itu sejak tadi resah dan tak bisa tidur."Nyonya, nyoya." Rati membangunkan Alena.Alena membuka mata dengan malas, "iya bi.""Tuan menunggu nyonya di ruang tamu." "Hm... sebentar lagi aku turun."Sebelum menemui Briyan, Alena terlebih dulu membersihkan tubuhnya ke kamar mandi. "Apa tuan memanggil saya?" Tanya Alena yang berdiri di hadapan Briyan.Briyan menatapnya dingin, "cuci semua pakaian ini." Briyan menendang keranjang pakaian kotor yang ada di hadapannya.Alena tidak membantah atau menolak, tetapi wajahnya terlihat kesal dan marah. Menantang tidak akan ada gunanya, justru pria iblis itu akan memberinya hukuman.Alena mengangkat semua pakaian kotor dan membawanya ke kamar mandi. Dengan tubuh lemah, tan
Setelah melakukannya sebanyak 3 kali, Briyan meninggalkan Alena di kamar. Dia meminta pelayan wanita untuk mengurusnya.Tentu Rati merasa sedih melihat kondisi Alena, bahkan dia sampai meneteskan air mata melihat wanita cantik itu tertidur pulas di atas ranjang, dengan tubuh lemah dan polos tanpa pakaian. Ini kedua kalinya Rati menemukan bercak darah di atas seprai Alena.Darah itu bukanlah darah luka, melainkan darah perawan Alena. Rati membersihkan tubuh polos Alena dengan air hangat, di sana terlihat jelas tanda kepemilikan Briyan. Seluruh leher, dada hingga kedua paha mulus Alena, dipenuhi tanda kiss mark.Selesai membersihkan tubuh Alena, Rati bergegas menemui tuannya ke ruang kerja di lantai tiga. Ia mengeluhkan kondisi tubuh Alena yang terasa hangat."Bibi, jika Alena sakit! Tidak perlu mengatakannya padaku. Cukup ambil ponselmu dan hubungi dokter untuk memeriksanya." Ucap Anjas dengan santai."Baik tuan." Rati menunduk sopan lalu pergi.Dia menghubungi dokter pribadi keluarga
Tanpa terasa, satu Minggu telah berlalu. Namun kondisi Alena sudah lebih baik, walaupun tenaganya belum pulih seutuhnya. Setiap hari Alena hanya berdiam diri di dalam kamar, sambil berkhayal kapan dia bertemu dengan ayahnya dan terbebas dari siksa neraka itu?Kata-kata yang terucap dari Asep satu Minggu yang lalu, selalu terngiang-ngiang di telinganya dan berputar-putar di otaknya seperti baling-baling pesawat."Aku harus menemui pak Asep," ucap Alena pada dirinya sendiri.Dia bergegas ke luar dari kamar, menuju dapur menemui Rati untuk bertanya di mana Asep."Untuk apa nyonya mencari pak Asep?" Tentu Rati bertanya demikian! Karena tidak biasanya Alena mencari Asep."Ada hal penting yang ingin aku tanyakan, bi." Jawab Alena."Baik nyonya, aku akan meminta pak Asep untuk menemui nyonya.""Baik bi, terima kasih." Alena kembali ke kamar.Hanya menunggu 15 menit, terdengar suara ketukan pintu."Masuk." Sahut Alena dari dalam.Asep menjulurkan kepala dari balik pintu, "permisi nyonya." P