Share

Bab 7 Aku Hamil, Lun

Una menitipkan rumahnya kepada salah satu tetangga yang sudah begitu baik kepada dirinya dan almarhum ibunya. Uuna meminta agar rumah itu dikontrakan atau ditempati oleh tetangganya agar rumah mendiang orang tuanya bisa terawat dengan baik.

Sesampainya di kota, Una dan bibinya tiba di kost tempat Uuna selama ini tinggal. Pagi itu hari masih terlalu pagi bahkan matahari seolah enggan untuk memperlihatkan sinarnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 05:20. Sepertinya cuaca mendung yang menjadi penyebab utama matahari enggan untuk memancarkan sinar seterang mungkin.

Kamar kost Uuna tidak begitu luas, tapi cukup untuk ditinggali oleh dua orang jika digunakan hanya untuk tidur saja. Pagi itu setelah membersihkan dan membereskan barang-barangnya Una dan bibi terlelap begitu nyenyak karena kelelahan. Bahkan tubuh Uuna begitu lemah walaupun hanya digerakkan saja.

Bibi Ai yang terbangun lebih dulu merasa kasihan melihat wajah Uuna yang kelelahan bahkan terlihat pucat. Ia pun bergegas membersihkan diri dan memutuskan untuk keluar mencari makanan.

Sementara di sebuah rumah sakit besar seorang dokter SpOG tengah terbaring koma akibat kecelakaan yang dialaminya dua Minggu lalu.

Keluarga dokter Nadia memutuskan untuk membawa Nadia keluar negeri guna mendapatkan perawatan medis yang lebih canggih. Bukan berarti di rumah sakit itu fasilitasnya tidak lengkap, hanya saja keluarga Ibrahim Hayes menunggu kesembuhannya yang akan memberitahukan informasi mengenai siapa gadis yang tengah mengandung anak dari cucunya Ibrahim Hayes.

Nadia yang menutup rapat informasi mengenai identitas Uuna membuat semua orang kesulitan mencari tahu siapa wanita yang tengah mengandung anak dari Darren Hayes.

Pagi itu Nadia di terbangkan langsung mengunakan pesawat pribadi milik Ibrahim Hayes menuju negeri singa meninggalkan semua misteri yang ia bawa pergi dalam mimpi indahnya.

Di jam yang sama tepanya di apartemen milik Darren Hayes. Seorang pria tengah memandangi sebuah foto seorang gadis yang menabraknya di rumah sakit.

Lagi-lagi Darren harus menunggu informasi mengenai gadis itu. Sepuluh hari yang lalu anak buahnya hanya dapat memberikan beberapa foto yang diambil dari rekaman CCTV.

Darren yang kini sudah tahu nama dari gadis pelayan kantin yang sering ditugaskan untuk mengantarkan makanan pada staf di rumah sakit itu bernama Uuna Mikhayla putri, mahasiswa angkatan semester akhir dan hanya itu yang dia dapat.

Darren memang tahu alamat kost dan kampus dimana gadis itu tinggal. Tapi berkali-kali orang suruhannya mengecek kesana selalu saja pulang dengan tangan kosong. Gadis yang kini diketahui namanya oleh Darren seperti hilang ditelan bumi. Gadis itu seperti tidak ada di manapun.

"Kenapa hanya dengan memandang wajahmu membuat hati dan pikiranku menjadi tenang ... siapa kamu sebetulnya?" Darren terus memandangi foto itu, bahkan sesekali ia mendaratkan bibirnya disana dengan senyum indahnya.

**

Pagi itu tempat kost di mana Uuna tinggal diketuk dengan begitu keras. Uuna yang tengah tertidur sampai terlonjak kaget. Dengan menguap lebar ia pun bangun dari mimpi indahnya. Uuna mengedarkan pandangannya kesana kemiri mencari sosok bibinya yang ternyata tidak ada dikamar.

Uuna kembali mendengar gedoran di pintu. Ia pun memutuskan untuk membukakan pintu. Tanpa melihat siapa yang datang, Uuna langsung membuka pintu kamarnya lebar-lebar. Mata Uuna begitu berbinar ketika tahu yang datang adalah sahabatnya Luna.

"Ya ampun, kebangetan banget! Kamu tidur atau pingsan, sihh Uuna?" hardik Luna ketika melihat wajah sahabatnya yang masih membentuk lekukan garis bantal di wajahnya hanya terbengong di depan pintu.

"Aku ngantuk, Lun. Kamarku sangat kotor." keluh Uuna membalikkan tubuhnya dan masuk kembali kedalam kamar. 

Uuna mendudukkan tubuhnya di lantai dekat dengan kasur yang dia tiduri.

Luna mengikuti sahabatnya dari belakang dan mendudukkan tubuhnya tak jauh dari Uuna duduk. "Sorry, habisnya aku dari tadi ketuk pintu kamar kamu tapi tidak ada sahutan dari dalam. Aku pikir kamu kenapa-kenapa," Luna memasang wajah sendunya dan meletakkan banyak kantong makanan.

"Na, aku turut berduka cita ya ... aku yakin kamu bisa melewati semua itu." ucap Luna yang kini merengkuh tubuh Uuna. "Kamu pasti lapar, belum makan, kan?" tanya Luna sudah mulai membuka makanan yang ia bawa.

Uuna yang tidak menyadari pergerakan sahabatnya membuka bungkusan makanan mau tidak mau aroma bawang yang menyengat dan bau nasi kembali ia hirup dan memenuhi rongga paru-parunya. 

Rasa mual kembali dirasakan oleh Uuna, ia pun langsung bergegas ke dalam kamar mandi dan memuntahkan apapun yang ada di perutnya.

Huek! Huek! Huek! Uuna memuntahkan cairan yang berbau menyengat.

Luna yang merasa heran dengan Uuna yang muntah-muntah bahkan terdengar sangat mengerikan di telinganya. Luna pun langsung bangun dan menghampiri sahabatnya, ia membantu Uuna dengan memijat tengkuk agar sahabatnya bisa mengeluarkan apapun yang membuatnya merasa tidak nyaman. 

Mendapatkan pijatan di tengkuknya Uuna kembali mengeluarkan isi perutnya. Huek! Huek! Huek!

"Kamu masuk angin ya, Na? Kenapa bisa parah kayagini, sih?" tanya Luna cemas.

Setelah Uuna mengeluarkan semua cairan yang ada di dalam perutnya, ia pun membasuh wajah dan membersihkan mulutnya.

Uuna menatap wajah Luna lekat, ada sedikit keraguan disana. Namun, detik berikutnya Uuna berfikir jika bukan sahabatnya siapa lagi yang akan membantunya kelak.

"Aku hamil, Lun. Usia kehamilanku memasuki delapan Minggu ...." ucap Uuna lirih dengan memandang lekat wajah sahabatnya, mencari tahu reaksi apa yang akan diberikan oleh Luna.

Air mata jatuh begitu saja dan membasahi pipi Luna. "Siap pria brengsek itu, Uuna." Luna merengkuh tubuh Uuna dan terisak dalam dekapan sahabatnya. 

Uuna terbawa suasana sahabatnya, ia pun akhirnya ikut menangis meratapi penderitaannya. Tangisan mereka pecah didalam kamar mandi yang kecil itu.

"Siapa pria itu Uuna, bilang sama aku. Hiks … kamu gak ngelakuin ini dengan sengaja, kan?" tanya Luna dengan tersedu-sedu.

"Hikss … nggak Lun, nggak … aku memang sengaja menghamili diriku, hikss … aku pikir aku gak hamil. Soalnya waktu itu hasil tesnya negatif … hikss aku buru-buru pulang Lun … karena ibu udah sakit parah … aku gak tau kalau aku ternyata hamil," jelas Uuna di sela Isak tangisnya.

"Apa sihh maksud kamu?!" Luna masih belum paham dengan apa maksud dari ucapan sahabatnya.

Bibi yang baru datang dari supermarket terdekat yang ia temui merasa heran mendengar tangisan yang begitu memilukan. Bi Ai melihat banyak bingkisan di lantai, ia pun menyadari penyebab Uuna berada didalam kamar mandi dengan sahabatnya dan meningis di sana.

Dengan cepat bibi merapikan makanan dan menutupnya rapat-rapat, mengamankan makan itu agar tidak terhirup oleh Uuna.

"Keluarlah Uuna, dan berhenti menangis, itu tidak baik untuk kandunganmu!" ucap Bi Ai tak jauh dari pintu kamar mandi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status