Share

Janji Cinta Polisi Tampan
Janji Cinta Polisi Tampan
Author: Cha

I : RESTU, ULTIMATUM, DAN KEJUTAN

"Lihat dan pahami siapa orang yang kamu cintai. Jangan sampai buta. Cinta juga butuh mata untuk memahami benar atau salahnya pasanganmu."

***

"Ini cek dua miliar, ambil dan tinggalkan anak saya!"

Ava Kinandhita hanya dapat tersenyum ketika Praba Bhanu Winnata menawarinya uang yang sangat banyak. Ava sudah menduganya saat asisten pribadi pria itu menelponnya beberapa hari lalu. Gadis muda berusia dua puluh tiga tahun itu sudah tidak heran dengan sikap Praba yang selalu alergi padanya. Selain miskin, Ava juga seorang anak yatim piatu.

Praba sendiri hanya bisa menghela napas melihat Ava yang sulit diusir. Seperti benalu, Ava begitu erat menempel pada Djati. Pria itu tidak suka saat mengetahui anak angkat satu-satunya itu tergila-gila pada seorang gadis. Buatnya, dunia hitam tidak butuh cinta, wanita hanya sebuah hiasan yang bisa didapat dari mana saja.

"Kalau saya tidak mau, bagaimana?" tanya Ava menantang. Gadis itu memajukan tubuhnya, lalu berbisik pada pria yang telah membesarkan Djati hingga berhasil seperti sekarang. "Djati bisa memberi saya lebih banyak dari itu. Jadi, saya tidak tertarik."

"Pikirkan baik-baik, Ava!" titah Praba dengan penuh penekanan. Pria itu masih terlihat santai, namun hatinya sudah kocar-kacir karena gadis itu. Entah mengapa, Praba selalu tidak nyaman sejak kali pertama melihat gadis itu. "Suatu hari nanti kamu akan menyesal karena keputusan kamu."

Ava dengan spontan menggelengkan kepalanya. Ava memang jenis gadis realistis yang mencintai uang. Namun hatinya memang benar-benar mencintai Djati. Pria itu adalah cinta masa kecilnya, masa remajanya, dan ia berharap hingga tua pun Djati akan menjadi orang yang ia cintai.

"Sekali lagi, saya katakan bahwa saya tidak tertarik," ucapnya masih dengan suara berbisik.

Praba menyilangkan tangan di dada. Binar matanya kini mengarah ke Ava dengan tajam. Senyumnya sinis, menandakan bahwa pria itu siap berperang jika Ava tak menurut padanya. "Baiklah," lirihnya sambil mengambil napas sedetik, lalu membuangnya dengan perlahan.

Pria itu lalu melanjutkan, "Kamu ingin melawan, silahkan! Saya sudah memberimu penawaran yang sangat bagus."

Ava diam saja. Dia tak mau berbuat sesuatu yang merugikannya. Jadi gadis itu memilih tersenyum.

Praba lalu mengambil cek bernilai dua miliar yang berada di atas meja. Praba memasukkan cek itu kembali ke dalam amplop coklat sambil berkata, "Berhati-hatilah Ava. Ajal bisa bertemu siapa saja di saat seseorang menginginkannya, dan Tuhan akan mengabulkannya dengan cepat."

"Anda mengancam saya?" tanya Ava dengan nada lantang. Ava tak takut. Tubuhnya masih condong ke arah Praba, menandakan bahwa gadis itu siap menerima konsekuensi apapun dari keputusannya. "Tuhan memiliki seleksi yang bijak. Tidak ada yang menyukai niat dan keinginan jahat, termasuk Tuhan!"

Setelah mengatakan itu, Ava memundurkan tubuhnya. Ia meminum air putih yang tersedia di atas meja. Ava sudah lelah, jadi gadis itu membereskan barang-barangnya, bergegas untuk pergi.

"Terima kasih jamuannya," ucap Ava sambil berdiri dari kursinya. Tatapannya tak kalah tajam melawan Praba. Menunjukkan bahwa gadis itu tak gentar dengan segala ancaman Praba. "Saya tidak akan pernah meninggalkan Djati. Ingat dan ulang kalimat itu terus menerus di kepala Anda!"

***

Ava melihat mobil SUV hitam dengan nomor polisi yang ia cari sudah terparkir di depan restoran tempat Ava bertemu dengan Praba. Ava menghampirinya, dan membuka pintu depan di sisi penumpang. Di belakang kemudi, sudah duduk seorang pria tampan berseragam polisi. Pria itu adalah Dewandaru Angkasa Biru.

"Mohon maaf, mengapa tiba-tiba Anda memaksa untuk bertemu? Seingat saya, tidak ada satu pun tindak kriminal yang saya lakukan selama 23 tahun hidup."

Ava langsung to the point begitu Biru menjalankan mobilnya ke arah Senayan, di mana kantor Ava berada. Biru tersenyum. Sepasang lesung di pipinya langsung muncul, membuat Ava membenarkan ucapan Padma, sahabatnya tentang ketampanan sang polisi.

"Maaf, Nona. Anda memang tidak memiliki satu pun catatan kriminal. Tapi, tujuan saya menelpon Anda dan meminta bertemu adalah untuk meminta bantuan kepada Anda."

Ava mengernyitkan dahinya begitu mendengar jawaban Biru. Biru lagi-lagi tersenyum, membuat Ava sulit fokus. Di dalam pikirannya, ia berusaha keras untuk berhenti menyebut pria itu tampan berkali-kali.

"Tidak bisakah Anda berhenti tersenyum?" tanya Ava spontan, dan dengan sadar menyesalinya. Biru sendiri langsung menoleh padanya. Ekspresinya penuh tanda tanya. "Lupakan! Anda boleh tersenyum sesuka hati Anda."

"Memangnya ada apa dengan senyuman saya?"

Ava tidak menjawab. Dia jadi salah tingkah karena ulahnya sendiri. Satu hal yang tidak seharusnya ia lakukan, karena Ava memiliki Djati sebagai kekasihnya.

"Tidak ada," jawab Ava asal. Biru lagi, dan lagi tersenyum mendengar jawaban Ava. Membuat Ava geram dalam hati. "Jadi, kembali ke topik utama. Bantuan seperti apa yang Anda inginkan dari saya?"

"Saya dan tim sedang menyelidiki kasus narkoba. Kasus ini bukan lagi skala kecil, karena Bandar yang ingin kami tangkap disinyalir adalah pimpinan dari komplotan pengedar narkoba terbesar se-Asia Tenggara. Bandar ini sangat sulit dideteksi, dia sangat licin dan cerdik. Kami menduga ada salah satu mantan mafia berpengaruh sedang melindunginya."

Ava mengernyit, bingung. "Lalu hubungannya dengan saya, apa?" tanya Ava mengonfirmasi.

"Mantan mafia yang saya maksud adalah orang yang baru saja Anda temui," jawab Biru lugas sambil menyetir dengan fokus. Sesekali kepalanya menoleh untuk melihat ekspresi Ava. Kali ini gadis itu terlihat sangat kaget dengan informasi yang diterimanya. "Maaf, membuat Anda kaget."

Biru mengangguk, lalu melanjutkan, "Praba Bhanu Winnata dua belas tahun lalu adalah pemilik sebelas diskotik terkenal di seluruh Indonesia. Dia juga pernah dipenjara karena menyelundupkan senjata ilegal ke Indonesia. Dia juga terlibat puluhan kasus korupsi yang tak pernah terungkap."

Ava menutup mulutnya. Kaget dengan informasi yang baru saja diterimanya. Hatinya tak karuan, karena baru saja mengajak perang salah satu pria paling berbahaya di Indonesia.

"Lalu kenapa pria itu bisa bebas? Kenapa tidak dipenjara dalam waktu yang lama?"

"Karena dia sepintar dan sehebat itu dalam kejahatan. Makanya dia terkenal dan disebut mafia." Biru membelokkan mobilnya ke sebuah gedung. Terdiam sebentar karena fokus untuk parkir. Selesai parkir, Biru melanjutkan, "Saya sebenarnya cukup kaget saat Anda bilang ingin makan siang dengan Praba. Saya jadi berpikir mungkin keputusan Praba untuk pensiun benar adanya."

"Tidak, kurasa dia belum benar-benar pensiun," lirih Ava mengingat akan ancaman yang Praba tunjukkan padanya.

"Kenapa?" tanya Biru heran. Tubuh tegap dan kekarnya sudah benar-benar menghadap Ava. Ekspresinya lagi-lagi dipenuhi pertanyaan saat gadis itu hanya diam dengan wajah pucat pasi. "Ada apa, Nona?" tanya pria itu khawatir.

"Dia mengancam."

Biru terdiam kali ini. Dugaannya salah ternyata selama ini. Ekspresi yang tadi bingung, kini berubah tegang. Biru tahu bahwa Ava mungkin sedang tidak baik-baik saja.

"Apa ini karena Djati?" tanya Biru langsung. Ava langsung menoleh, memandang Biru dengan tatapan nanar tak percaya. "Kami mengintai kalian beberapa bulan ini. Karena tidak ada hasil, maka kami memutuskan untuk meminta bantuan Anda. Kami menduga Anda tidak tahu apapun."

"Astaga, kejutan apa lagi ini." Ava mengusap wajahnya, frustrasi. Sepasang netranya terpaku ke gedung tempat ia bekerja. Beberapa sudah kembali dari makan siang. Namun Ava belum bisa fokus, kepalanya penuh dengan segala informasi yang baru diterimanya.

"Tidak hanya itu. Ada satu kejutan lagi yang Anda harus tahu." Biru meraih amplop dari belakang kursi kemudi. Lalu mengambil beberapa foto dari dalamnya. Foto-foto itu berisi figur Djati sedang masuk ke dalam sebuah klub malam. Ava mematung melihatnya. Tatapannya berpindah dari foto ke Biru. "Dia bukan mafia, kalau itu yang Anda ingin tanyakan."

Biru mengeluarkan lagi beberapa kertas dari amplop yang sama. Kertas itu ternyata adalah rekening koran atas nama kekasihnya. Betapa kaget gadis itu saat melihat nominal saldo yang tertera di sana.

"Banyak sekali, kan?" tanyanya saat melihat ekspresi Ava. "Dia kaya bukan karena menjual kayu. Ada beberapa transferan besar yang tidak diketahui sumbernya, dan kami juga tidak berhasil menemukan apapun. kami hanya menduga bahwa bandar yang dilindungi Praba kemungkinan besar adalah Djati Gaharu Mahesta, kekasih Anda."

Dari semua informasi, Ava paling tidak bisa membayangkan bahwa kekasihnya adalah bandar narkoba. Ava bingung. Buatnya Djati adalah pria terbaik yang pernah dikenalnya.

Lalu bila dugaan polisi tampan itu memang benar, bagaimana mungkin Ava bisa tetap mencintai Djati sebesar sebelumnya? Apa yang harus dilakukannya? Sayangnya pertanyaan itu hanya berputar-putar tanpa bisa Ava tahu jawabannya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status