"Cheryl, Manda keluar dulu ya," pamit Manda.
"Wah, sudah rapi. Mau ke mana?"Manda memakai longdress casual berwarna pastel dan tas selempang yang melingkar di bahunya."Mau jalan-jalan sekalian beli oleh-oleh buat orang di rumah, sebelum besok pulang,""Mau ditemani?""Manda gak mau ngerepotin. Biar kamu ada waktu kumpul bareng orang tuamu,""Nanti nyasar lho,""Gak. Tenang aja. Kan ada google map. Sudah kutandai alamat rumah ini,""Okelah. Kalau butuh sesuatu, telpon aja ya,""Oke. Duluan ya,""Hati-hati di jalan," Cheryl mewanti-wanti.***Manda berjalan seorang diri menikmati pagi hari di pasar seni Ubud yang menjual berbagai sovenir kerajinan khas pulau Dewata Bali.Deretan kios para pedagang menawarkan berbagai produk seperti syal sutra, kaos, patung, tas anyaman tangan, keranjang, topi dan banyak kerajinan tangan lainnya.Pagi ini pengunjung pasar seniBeberapa hari kemudian ...."Selamat datang di Bakery Manda," sambut Ayu sembari tersenyum, dari balik meja counter."Mas Bram?" Ayu terkejut."Hai, Yu," sapa hangat Bram.Ayu segera menghampiri Bram dengan wajah kesal."Mas Bram, ngapain di sini? Kan sudah kubilang, jangan kemari. Jangan dekat-dekat sama Manda. Apa Mas mau bikin Manda kena masalah lagi sama suaminya?!" omel Ayu."Sabar, Yu. Aku gak mau ribut di sini,""Nah, terus kenapa kemari?!""Mas Bram," sapa Manda, datang menghampiri mereka."Apa kabar, Mas?" ucap Manda sembari tersenyum."Baik, Nda. Kamu?" Bram membalas senyuman Manda.Ayu keheranan dengan sikap Manda yang baik pada Bram."Mas, mau beli roti?""Ah enggak. Aku ke sini mau mengajak kalian berdua makan siang bersama. Sudah lama kita bertiga gak kumpul. Sekalian aku mau berbagi kabar bahagia,""Ada kabar apa, Mas?""Kita bica
Dua bulan kemudian ....Ting ... tong ... suara bel pintu apartemen Arman berbunyi. Arman segera menghampiri layar monitor kecil untuk melihat siapa tamu di depan pintu."Sarah?" Arman mengerutkan dahinya.Arman pergi membukakan pintu depan."Kejutan," senyuman mengembang di wajah Sarah."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Arman sambil memasang raut wajah masam."Begitukah caramu menyambut istri yang datang jauh-jauh kemari," ujar Sarah dengan kecewa.Dia menyingkirkan badan Arman yang menghalangi pintu, lalu berjalan masuk ke dalam sambil menarik kopernya."Apartemen yang bagus. Kukira kamu menginap di hotel,"Arman menutup kembali pintu apartemen, lalu berjalan lesu menghampiri Sarah."Aku punya apartemen di Hongkong. Kenapa harus menginap di hotel,""Kamu gak pernah cerita kalau punya apartemen di sini,""Sekarang kamu tahu, kan," ucap Arman dengan sedikit cuek.
"Sayang, kamu sedang apa?"Sarah tampil cantik dan seksi dalam balutan dress lingerie berwarna hitam.Arman melirik sebentar ke arah Sarah dengan ekspresi datar."Ngecek laporan perusahaan," jawab Arman dengan cuek."Kamu selalu lembur seperti ini? Kamu kan bos. Ngapain harus lembur?" Sarah memeluk pundak Arman dari belakang."Aku menyukainya," jawab singkat Arman seraya fokus membaca berkas laporan di atas meja."Berhenti saja dulu. Temani aku malam ini," rayu genit Sarah.Sarah duduk di atas pangkuan Arman, dengan posisi saling berhadapan."Aku merindukanmu, Sayang. Selama dua bulan ini, aku sangat kesepian. Aku memimpikanmu setiap malam," jari telunjuk Sarah bergerilya di wajah suaminya.Arman merasa tak nyaman dengan sikap genit dan manja Sarah. Tak ada hasrat dalam dirinya saat menerima godaan panas dari istri keduanya itu."Sar, aku harus menyelesaikan kerjaanku," pinta Arman dengan sopan
"Iya, Mas. Nanti Manda dan Ayu ke sana,"Manda sedang mengobrol di telpon, ketika Ayu masuk ke ruang kerjanya."Dah, Mas," Manda menutup telponnya."Ciee ... ciee ... yang lagi kangen sama suaminya. Kapan Arman pulang?" goda Ayu."Oh, itu bukan Mas Arman. Tadi Manda sedang mengobrol dengan Mas Bram,""Mas Bram?""Iya. Tadi Mas Bram bilang mau lihat-lihat rumah dan dia minta kita untuk menemaninya,""Kenapa kita?" tanya Ayu heran."Untuk bantu Mas Bram memilih rumah,""Tapi kenapa kita?""Yu, kan Manda sudah bilang tadi," jawab Manda dengan tersenyum bingung."Iya, aku dengar. Tapi kenapa kita? Dia kan mau membeli rumah buat dihuni bareng calon istrinya. Kenapa gak minta pendapat calonnya?""Kan dia tinggal di luar kota, Yu. Kita yang paling dekat sama Mas Bram, makanya kita yang dimintai tolong,""Dan kamu menyetujuinya tanpa bicara padaku dulu?""Yu, kamu ke
Beberapa hari kemudian ....Manda sedang duduk di teras belakang rumah sendirian. Dia sedang membaca sebuah novel sambil ditemani secangkir teh dan cemilan.Tiba-tiba nada dering ponsel Manda berbunyi. Manda melihat ke arah layar ponselnya. Sebuah nomor tak dikenal memanggil."Siapa?" gumam Manda.Manda mengangkat telponnya."Halo?" sapanya."Halo, Nda. Ini Bram,""Mas Bram?" Manda terkejut."Maaf menelponmu tiba-tiba dari nomor lain. Aku meminjam ponsel temanku,""Mas, maaf. Manda gak bisa bicara sama Mas,""Kukira kita sudah berbaikan. Aku gak tahu kenapa kamu menghindariku lagi. Kamu gak pernah mau menerima panggilan dari ponselku. Karena itu, aku menghubungimu dari ponsel lain,""Mas, maaf. Manda harus tutup telponnya,"Manda tidak ingin memperpanjang masalah di antara mereka."Tu-tunggu dulu, Nda. Tolong jangan tutup telponnya. Ada yang mau aku sampaikan," u
"Makasih, Nda, Win. Kalian sudah bantu aku di acara syukuran ini," ucap Bram."Santai saja, Bram," balas Windy.Acara syukuran malam ini berjalan dengan lancar. Para tamu undangan juga sudah pulang meninggalkan rumah Bram.Tertinggal hanya Manda dan Windy yang membantu Bram merapikan rumah terlebih dulu."Rumah sudah beres. Sekarang kami pulang ya, Bram," pamit Windy."Ini belum terlalu malam. Apa kalian mau minum teh atau kopi dulu?" ajak Bram."Gak usah, Mas. Sebaiknya kami pulang," tolak halus Manda."Ayolah, Nda, Win. Ini malam pertamaku di rumah baru sendirian. Aku masih berusaha adaptasi. Sebentar saja kalian temani aku. Mau ya?" pinta Bram memelas.Manda dan Windy saling bertatapan sejenak."Hanya sebentar saja, oke?" ujar Windy."Oke. Manda, kamu mau kan?""... iya, baiklah," sahut Manda sedikit ragu."Oke. Kalau begitu, kalian duduk saja dulu di teras belakang. Nanti
"Di mana Manda?" tanya Papa Hendra pada istrinya."Mama gak tahu, Pa. Mungkin di kamarnya,""Biasanya dia sudah turun untuk sarapan," Papa Hendra melihat ke arah jam tangannya."Mungkin dia gak pingin sarapan, Pa," jawab Mama Andien dengan sikap cuek."Maaf, Tuan. Semalam Bibi lihat Non Manda pulang dengan mata sembab. Bibi gak berani tanya. Non Manda langsung naik ke atas," ucap Bibi Sari sambil meletakkan cangkir teh di depan Papa Hendra."Dia pulang dari mana?""Bibi kurang tahu, Tuan,""Ma, coba lihat Manda. Mungkin dia sakit," pinta Papa Hendra cemas."Kenapa Mama? Manda itu sudah dewasa, Pa. Dia bisa mengurus dirinya sendiri," tolak Mama Andien.Papa Hendra beranjak bangun dari duduknya."Papa, mau ke mana?""Melihat putri kita," jawab Papa Hendra sambil berlalu.***Tok, tok, tok. Suara pintu kamar Manda diketuk oleh Papa Hendra."Manda, kamu di dalam?
Bram membuka pintu rumahnya setelah mendengar suara bel berbunyi.Bram menghela nafas ketika melihat dua orang tamu yang datang."Ada apa kemari?" tanya Bram dengan dingin.Ayu dan Windy tidak menjawab pertanyaan Bram.Ayu menyingkirkan badan Bram yang menghalangi pintu, lalu memaksa masuk ke dalam rumah."Hei, Yu!" tegur Bram.Ayu dan Windy tidak mengindahkan teguran Bram."Kita perlu bicara," Ayu melipat kedua tangannya di dada."Gak ada yang perlu dibicarakan. Jangan ikut campur urusanku dengan Manda," tegas Bram.PLAAAKK! Ayu menampar keras pipi Bram."Itu untuk semalam. Dasar mesum!" geram Ayu.Bram mengelus pipinya yang terkena tamparan Ayu."Jangan memancing kemarahanku, Yu," ucap Bram dengan sikap tenang."Atau apa? Mas Bram mau berbuat kasar padaku? Jangan pikir, aku takut sama Mas Bram," tantang Ayu mendekati Bram."Yu," Windy berusaha menenangkan A