Share

Jasad di Kala Senja
Jasad di Kala Senja
Penulis: Moody Moody

Bab 1

Dalam sebuah pertanyaan besar keberadaan diriku menjadi sebuah teka-teki. Ruangan kehampaan mengikuti setiap langkah kaki selangkah demi selangkah membuat terasa risau. Perlahan seseorang muncul dihadapannya sebuah eksistensi yang tidak dapat dihindari. Sorot matanya begitu tajam senyum manisnya terasa seperti nyata. Lautan merah darah mendominasi keheningan malam mataku tidak dapat kabur dari pandangannya terhipnotis kedalam dimensi entitas tersebut. Wajahku penuh dengan ketakutan detak jantung berdenyut semakin kencang energi dalam diri menjadi tidak terkontrol seketika merasa diri ini sudah kehilangan kendali sepenuhnya. Memori yang terlintas kini sudah usang rasa cemas memenuhi pipiku dalam kegelapan dan bahkan banyang-banyang seseorang dihadapan wajahku terlihat suram. Ketika diriku terombang-ambing dalam kepalsuan tidak lama kemudian tersadar denga nafas sesak.

“Aghhhhhhh,” teriak diriku. suaranya memecah ruang kamarku

“Ah sial ini mimpi?”

“Apa itu? tidak mungkin.”

Diriku terus bergumam dan tidak mengerti dengan situasi yang terjadi. Saat diriku melihat ke arah jam ternyata masih sangat malam tanpa sadar dia telah terbangun dari sesuatu yang membuatnya tidak bisa lagi memejamkan mata. Dalam hati berharap pergi ke alam mimpi sekali lagi dengan harapan yang menggantung. Kemudian dirinya terlelap detik jam terus berbunyi perlahan di keheningan malam semakin dalam. Ketika hari sudah mulai terang dirinya kemudian terbangun dari tidur dan membukakan jendela. Rumahnya berada di atap sejenis perumahan bergaya modern. Suara berisik tetangga membuat dirinya merasa gaduh dan dengan penampilan pagi hari yang berantakan memakai piama warna hijau keluar dari rumah melihat pemandangan sekitar. 

“Oh ngantuk sekali. cuacanya dingin juga lebih baik tidak pergi ke luar saja,” gumam dirinya sambil kembali pergi masuk ke dalam rumahnya

Udara pegunungan memang terasa sangat dingin dan tentunya jika di pagi hari. Dirinya yang hidup di lingkungan seperti ini membuatnya harus menahan diri dari ujian hidup ini. Sudah hampir 2 tahun dirinya tinggal di tempat seperti itu karena pekerjaan. Kota ini bernama Greenhale sebuah kawasan di dataran tinggi Avena negeri yang terkenal dengan keanekaragaman budaya di dalamnya. Orang-orang memanggilku Gio. Karena nama asliku adalah Gio Valkyrie. Diriku bekerja di sebuah instalansi khusus untuk perawatan pasien dengan gangguan jiwa. Semenjak lulus kuliah diriku bekerja di kota ini karena suatu alasan dan sekarang harus terus melakukan pekerjaanku sebagai profesional. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu rasanya baru saja kemarin diriku pindah ke tempat ini dengan cukup merepotkan. Sekarang lingkungan ini terasa begitu nyaman bahkan tidak ingin ku tinggalkan.

TOK TOK TOK

“Iya tunggu sebentar,” ucap Gio

“Kau sudah bangun? Cepat keluar,” sahut seseorang kepada Gio dengan nada tinggi dan terus mengetuk pintunya

“Ada apa bibi?”

“Cepat ke bawah kau pasti belum sarapan kan? Ayo,” ucap orang itu yang ternyata merupakan bibi pemilik rumah lantai bawah. Tanpa berlama-lama Gio kemudian mengikuti bibi tersebut dan dia menuju ke bawah. Di sana sudah ada paman dan juga putranya mereka berdua tinggal bersama dengan bibi itu. Gio kemudian duduk di samping putra bibi tersebut.

“Kau hari ini libur?” tanya paman

“Benar karena ini hari minggu.”

“Kalau begitu cepat makan ini,” ucap bibi sambil membawa semangkuk sup daging berisi sayuran hijau

“Ah iya terimakasih.”

“Makanlah.”

Mereka sudah seperti keluarga sendiri kebaikan hati mereka terus membuatku merasa tidak enak. Tapi itu semua dilakukan bukan karena mengasihani diriku melainkan kebaikan tulus mereka. Bibi bernama Marganerth dan paman bernama Epson dan putra satu-satunya mereka yang masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi di kota ini bernama Claude. Dia memang cukup dekat denganku dan sudah ku anggap sebagai adiku sendiri. Keluarga ini memang menghuni rumah bagian bawah sedangkan diriku di atasnya. Untuk pergi mengunjungiku hanya perlu menaiki anak tangga yang ada di samping rumah ini. Perumahan di daerah ini memang cukup unik tidak seperti kebanyakan yang terasa umum dan membosankan. Namun di sini sangat berbeda. Setelah diriku menghabiskan sarapan bersama keluarga paman Epson tidak lama kemudian diriku pergi ke luar sambil melihat sekitar. Di hari minggu orang-orang masih terlihat sibuk dan memang tidak pernah tidak seperti itu. Sejak diriku kemari suasana tempat ini sangat indah dan juga cocok untuk dijadikan kediaman ketika pensiun. Sangat sempurna meski berada di dataran tinggi tapi ini lah keindahan yang sebenarnya bahkan diriku juga tidak percaya bisa berada di tempat ini.

“Gio.”

“Ya?”

“Selamat pagi. Apa kabarmu?” ucap seseorang kepada diriku dari seberang dia datang ke arah Gio sambil berjabat tangan

“Selamat pagi juga paman. Saya dalam keadaan baik,” ucap Gio dengan ramah. Ternyata orang itu merupakan tetangganya dan dia bekerja di sebuah restoran dan juga pemiliknya. Orang ini bernama Joan dan dia memang terkenal dengan keramahannya. Penduduk asli kota ini tidak seperti Gio yang merupakan pendatang asing.

“Apa kau mau mampir ke restoranku?”

“Ah iya nanti di lain waktu saya akan mampir ke sana.”

“Kalau begitu akan ku tunggu kedatanganmu.”

“Iya paman dengan senang hati.”

“Kau tidak bekerja hari ini? Oh ya ini kan hari libur kalau begitu sampai nanti.”

“Iya paman sampai nanti.”

Rasanya memang akan sangat tidak sopan jika tidak bersapa dengan orang di sekitar meski kenyataan yang sebenarnya bahwa Gio adalah seorang introvert. Dirinya lebih suka menghabiskan waktu sendirian bahkan berjalan-jalan di sekitar kompleks seperti ini merupakan hal yang langka dalam hidupnya. Tidak lama lagi dia harus pulang karena ada yang harus dia kerjakan. Gio kemudian pergi ke rumahnya dan tepat di dalam rumahnya dia membersihkan area rumah karena sebelumnya dia tidak sempat dan langsung pergi ke rumah bibi Margareth. Gio memang orang yang cukup berantakan tapi itu tidak terlalu parah. Dengan terpaksa dirinya kemudian membersihkan lantai dan dilanjutkan dengan memcuci piring. Waktu sudah menunjukan pukul 10 pagi. Dia kemudian pergi mandi dan setelahnya kembali bersantai sambil menonton acara tv kesukaannya. Tidak sampai di situ dia juga sering kali mengecek ponselnya karena sewaktu-waktu sering ada pesan masuk dan tidak lain merupakan orang yang ingin berkonsultasi kepada dirinya. Menjadi psikiater membuat dirinya merasa bahwa kondisi mental seseorang jauh lebih penting dibandingkan dengan kesenangan dirinya sendiri. Dan benar saja ketika Gio membuka ponselnya ada pesan masuk dari seseorang dia mengalami sedikit masalah dengan dirinya kemudian dia memutuskan untuk melakukan konsultasi kepada dirinya. Dengan cepat Gio membalas pesan tersebut dan langsung mengatur jadwal pertemuan mereka.

“Wah orang ini sepertinya mengalami sesuatu yang cukup serius. Jika di lihat dari semua yang dia tulis,” guman Gio sambil terus melihat isi pesan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status