Share

Ambisi Pak Bram

Author: WAZA PENA
last update Huling Na-update: 2025-07-27 10:49:58

Dinda menelan ludah, rasa gugup dan takut menyeruak. Dia tahu maksud Pak Bram, dan meskipun perasaan bersalah terus menghantui, dia merasa tak punya pilihan lain. Kehidupannya sudah terperangkap dalam permainan yang dikuasai oleh mertuanya. Tanpa banyak kata, dia mengangguk, mengeluarkan ponselnya, dan mulai mengetik pesan kepada suaminya.

"Sayang, aku harus lembur malam ini di rumah sakit. Ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Pulanglah duluan, jangan tunggu aku ya. I love you."

Setelah pesan itu terkirim, Dinda menatap layar ponselnya dengan perasaan hampa. Dia tahu betul bahwa ini bukanlah pertama kali dia berbohong kepada Leo, dan itu membuat dadanya semakin sesak. Namun, dia tetap menuruti perintah Pak Bram, yang kini tersenyum puas.

"Bagus," ujar Pak Bram, lalu dia mendekati Dinda, membelai rambutnya dengan lembut.

"Kita bisa menikmati waktu kita malam ini tanpa gangguan," imbuhnya.

Dinda hanya bisa menunduk, menahan perasaan campur aduk yang menguasai dirinya. Dia meras
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
mertua gila sama" bejat
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Gairah Tak Tertahan 21+

    Sindi menggeser tubuhnya mendekat, gerakannya begitu pelan dan penuh maksud. Tatapan matanya menyapu tubuh Leo dari atas ke bawah tanpa rasa malu sedikit pun."Mas Leo…" suara Sindi terdengar manja, sengaja dipertebal. “Kopi pagi enak ya kalau ditemani yang cantik?”Leo tersenyum kaku. “Hehe… iya, pagi-pagi gini enaknya minum kopi.”Tapi Sindi tidak berhenti. Ia merunduk sedikit, membuat bagian atas tanktopnya ikut menurun, menampilkan lebih jelas belahan buah dadanya yang besar.“Mas Leo tergoda nggak sih liat aku kayak gini?” tanya Sindi tiba-tiba, suaranya nyaris berbisik, tapi jelas.Leo langsung membelalak tipis. “S-sindi… kamu kenapa ngomong gitu?”Sindi hanya tersenyum miring, dagunya terangkat sedikit. “Mas kelihatan kok dari tadi ngeliatin aku terus.”Leo langsung menelan ujung napasnya. Ia memang melihat. Bukan karena mau, tapi karena Sindi bergerak terlalu mencolok.“Aku cuma… ya refleks aja. Kamu kan lewat depan aku, dan sekarang duduk di depanku,” jawabnya mencoba tenang.

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Hasrat Yang Tertahan

    Saat itu Sindi ikut keluar dari dalam kamar dengan wajah terlihat kaget. Rambutnya sedikit berantakan, namun pakaiannya masih lengkap.“Ini salah paham, Mbak,” ucap Sindi cepat. “Tadi lampu kamarku tiba-tiba mati dan bunyi letupan kecil. Aku takut konslet. Aku panik, jadi aku panggil Mas Leo.”Dinda menatap Sindi, kemudian menoleh ke arah Leo. “Benar itu, Mas?”Leo mengangguk cepat. “Iya. Dia panik, aku cuma bantu periksa saklarnya. Ternyata memang ada kabel yang bermasalah. Aku sudah matikan dari MCB.”Dinda terdiam. Dadanya masih naik turun menahan emosi.Sindi menambahkan dengan nada polos, “Aku benar-benar takut tadi, Mbak. Kalau sampai kebakaran bagaimana?”Dinda menutup matanya sejenak, lalu menghembuskan napas panjang. “Kamu seharusnya bangunkan aku juga.”“Aku nggak enak, Mbak. Kamu lagi hamil,” jawab Sindi cepat.Leo mendekat ke arah Dinda. Ia memegang bahu istrinya dengan lembut. “Aku benar-benar cuma membetulkan lampu. Tidak ada yang lain. Kamu percaya, kan?”Dinda menatap

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Antara Godaan Dan Tanggungjawab

    Di kamar tamu, Dinda membantu menyiapkan selimut. “Kalau butuh apa-apa, bilang saja,” ucap Dinda. Sindi tersenyum tipis. “Terima kasih, Mbak. Aku nggak nyangka kamu sekarang hidup seenak ini.” Dinda tertawa kecil. “Ini juga bukan murni karena aku. Semua berkat suamiku.” Tatapan Sindi sekilas bergeser ke arah pintu, ke arah Leo yang berdiri di luar. Ada kilatan aneh di matanya sebelum ia kembali tersenyum. “Mbah-mbah sekali ya kamu sekarang,” candanya. Dinda hanya tertawa kecil. Setelah Sindi beres, Dinda dan Leo kembali ke kamar mereka. Dinda langsung duduk di tepi ranjang dengan wajah sedikit lelah. “Kamu baik-baik saja?” tanya Leo lembut. Dinda mengangguk. “Cuma agak capek.” Leo pun duduk di sampingnya. “Maaf ya… jadi tiba-tiba ramai.” “Tidak apa-apa,” jawab Dinda pelan. “Dia keluargaku juga.” Leo terdiam sebentar. Dalam dadanya muncul rasa bersalah. Ia teringat detik-detik ketika hatinya tadi sempat tergoda. “Sayang…” “Hmm?” “Kalau nanti kamu merasa nggak nyaman, kamu

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Datangnya sepupu penggoda

    Pukul 06:20 Mobil hitam yang dikendarai Leo berhenti perlahan di depan sebuah rumah besar bergaya modern minimalis. Dindingnya didominasi warna putih gading dengan sentuhan kayu di beberapa sisi, membuat rumah itu terlihat hangat sekaligus mewah. Taman kecil dengan rumput hijau rapi dan bunga-bunga berwarna lembut menyambut di halaman depan. Dinda menatap lurus ke depan, masih sedikit tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Tangannya refleks mengusap perutnya yang membuncit, delapan bulan usia kandungannya membuat setiap gerak terasa lebih berat, tetapi hatinya dipenuhi rasa hangat. “Mas… ini rumah kita?” tanya Dinda pelan, suaranya bergetar antara kagum dan haru. Leo menoleh sambil tersenyum lebar. Ia mematikan mesin mobil, lalu memandang istrinya penuh cinta. “Iya, Sayang. Mulai hari ini, ini rumah kita.” Dinda menghela napas panjang, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku masih nggak nyangka… terima kasih, Mas. Aku benar-benar nggak menyangka kamu bisa memberikan semua ini.”

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Pak Bram dijebloskan

    Pagi itu, suasana di halaman depan rumah Pak Bram terasa tegang. Udara pagi yang biasanya segar kini terasa berat, seolah ikut merasakan amarah yang membara di dada Leo. Lelaki itu melangkah cepat, langkah kakinya menghentak lantai teras kayu. Wajahnya kaku, rahang mengeras, matanya menyala dengan tatapan penuh kemarahan.Pak Bram, ayah angkatnya, sedang duduk santai di kursi rotan sambil menyeruput kopi hitam. Begitu melihat Leo datang, alisnya terangkat, seolah terkejut namun tetap berusaha mempertahankan ekspresi tenang."Ada apa pagi-pagi begini, Leo?" tanya Pak Bram, nadanya datar, tapi ada sedikit nada waspada di balik suaranya.Leo tidak langsung menjawab. Dia berdiri di hadapan ayah angkatnya itu, menatap tajam seakan ingin menembus lapisan topeng yang selama ini menutupi wajah pria tua tersebut. "Aku mau tanya, kenapa Bapak tega memfitnah Dinda?!"Pak Bram mengerutkan kening, berpura-pura tidak mengerti. "Fitnah apa? Aku nggak ngerti maksud kamu.""Jangan pura-pura nggak tahu

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Tuduhan Palsu

    Pagi Hari di Kantor Baru. Matahari baru saja meninggi ketika Leo memarkir mobil di halaman gedung megah bertingkat lima. Di bagian depan, papan nama perusahaan itu terpampang jelas, kini sudah resmi atas nama Dinda Prameswari.Leo membuka pintu mobil dan tersenyum. "Ayo, Sayang. Hari ini kamu yang jadi bosnya."Dinda menatap gedung itu dengan mata berkaca-kaca. Rasanya masih seperti mimpi, bahwa tempat yang dulu menjadi sumber ketidakadilan dan rasa sakit hati, kini sepenuhnya miliknya. "Aku… nggak nyangka, Mas. Semua perjuangan kita akhirnya sampai juga di sini."Leo menggenggam tangannya. "Kita sampai di sini bukan karena kebetulan. Kamu berhak, Din. Ini memang milikmu."Mereka melangkah masuk. Begitu pintu lobi terbuka, seluruh karyawan yang sudah diberi pengarahan oleh Pak Arman berdiri rapi di sisi kanan dan kiri, bertepuk tangan menyambut kedatangan pemilik baru mereka. Beberapa karyawan yang dulu mengenal Dinda waktu kecil bahkan menahan air mata, terharu karena gadis yang dulu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status