Malam itu, Dinda duduk di tepi ranjang, matanya lelah menatap ke luar jendela, memandangi langit yang tampak kelam. Leo, suaminya, berjalan mendekat, senyumnya penuh cinta dan kelembutan. Mereka baru saja menikah beberapa bulan yang lalu, dan Leo masih terus memuja Dinda, menganggapnya sebagai pusat dari dunianya. "Sayang, kau tampak kelelahan. Mungkin sebaiknya kita istirahat aja malam ini," ucap Leo lembut sambil merangkul bahunya.Dinda tersenyum kecil, tapi senyum itu terasa berat. Ada rasa bersalah yang terus menghantui setiap kali Leo berada di dekatnya. Betapa Leo tak pernah tahu, bahwa di balik senyum itu, Dinda menyembunyikan rahasia yang begitu kelam. Dia telah berselingkuh, bukan dengan pria asing, tetapi dengan pak Bram, mertuanya sendiri."Iya, Mas. Hari ini rasanya capek banget," ucap Dinda pelan.Kejadian itu bukan sesuatu yang diinginkannya. Dinda terjebak dalam situasi yang membuatnya merasa tak berdaya. Mertuanya, pria yang seharusnya dihormatinya, memaksanya dalam
Dengan penuh nafsu, pak Bram terus menghentakkan kejantanannya menggenjot goa Dinda tanpa ampun. Dia melakukannya dengan begitu buas layaknya singa yang sedang lapar. Dinda terlihat kerepotan mengimbangi permainan mertuanya yang ternyata begitu kuat dalam urusan bercinta. "Ugh .. ugh... Hmm jangan keras-keras, Pak... Sakit..." Dinda terus saja meracau, dia memohon agar mertuanya itu melakukannya dengan pelan.Akan tetapi, semua itu hanya sia-sia dilakukan Dinda, nyatanya pak Bram tidak memperdulikan perkataannya, dan bahkan semakin agresif dan brutal menggenjot liang kewanitaan Dinda dan meremas-remas buah dadanya kuat-kuat. Dinda seolah tidak lagi merasakan kenikmatan, yang dirasakannya saat itu hanyalah kesakitan di area miliknya dan juga di area buah dadanya. "Ayo Sayang... Kita harus mengeluarkannya bersama," ucap pak Bram dengan penuh nafsu.Nafasnya memburu. Sementara kedua tangannya terus meremas-remas buah dada menantunya yang ukurnya cukup besar itu. "Ahhh.. jangan keluark
Pak Bram mendongakkan kepalanya merasakan kenikmatan ketika kejantanannya berhasil menerobos masuk liang kewanitaan menantunya itu, dengan hentakan yang keras kejantanan itu langsung masuk dengan cara kasar, perlakuan itu juga yang membuat Dinda marasa kesakitan. "Ahh... Pak." Dinda memekik, dia menggigit bibir bawahnya. Sedangkan pak Bram menatapnya penuh nafsu, senyum kepuasan tersirat di bibirnya. "Kamu sungguh istimewa, Dinda. Goa milikmu begitu nikmat menjepit," ucap pak Bram memuji.Setalah sempat terdiam beberapa saat, pak Bram kemudian mencondongkan tubuhnya memeluk tubuh perempuan cantik itu dengan penuh nafsu, dan di saat itu juga pak Bram langsung menggerakkan pinggulnya naik-turun menggenjot goa basah menantunya yang montok itu. "Owhh... Ini sungguh nikmat," ucap pak Bram kemudian menciumi leher Dinda sambil terus menggenjotnya.Pada saat itu Dinda hanya bisa menggeliat, mendesah-desah dan sesekali memekik jeritan karena merasakan antara nikmat dan rasa sakit di area
Dinda hanya bisa diam dengan perlakuan mertuanya yang terus menjamah tubuhnya. Dinda tidak menyangka jika ternyata pak Bram sangat agresif dan memiliki nafsu yang besar meski usianya sudah diatas 40 tahunan. Tangannya begitu kuat meremas-remas buah dada menantunya, sehingga Dinda merasakan sakit dengan permainan tangan pak Bram. "Tubuhmu harum banget, Dinda. Aku sangat menyukai wanginya," bisik pak Bram, kemudian dia mengecup leher Dinda dengan nafsu yang tinggi. "Hmmm, Pak..." Dinda hanya bisa melenguh, namun dia tak bisa berbuat banyak. Meskipun ada rasa sakit di area buah dadanya karena cengkraman tangan mertuanya itu yang terus-menerus meremas-remas dengan kuat. "Aku sudah menantikan semua ini, dari pertama aku melihatmu, aku begitu menyukai kamu, Dinda. Selain wajah mu yang cantik, tubuh kamu juga terlihat menggoda," ucap pak Bram dengan pelan seakan berbisik.Setelah puas mengecup leher menantunya itu, pak Bram kemudian meminta Dinda untuk melepaskan bajunya. Sementara diriny
Dinda merasakan jantungnya berdetak semakin kencang. Perasaannya bergulat antara kesetiaan pada Leo dan tekanan yang ia rasakan dari perjanjian dengan Pak Bram. Dalam hati, ia tahu bahwa ia telah memasuki wilayah yang sangat berbahaya, dan setiap pilihan yang ia ambil sekarang akan mengubah segalanya.Pak Bram semakin mendekat, sorot matanya tidak pernah lepas dari wajah Dinda. Tangannya perlahan menyentuh bahu Dinda, menambah ketegangan di antara mereka. Dinda merasakan napasnya semakin berat, jantungnya berdegup cepat, dan kegugupan mulai terlihat jelas di wajahnya. "Dinda, ini hanya antara kita. Leo tidak akan tahu, dan pernikahanmu akan tetap utuh," bisik Pak Bram, suaranya penuh godaan. "Aku sudah menepati janjiku dengan membantumu, sekarang waktunya kamu menepati janji itu. Tidak ada yang perlu kamu takutkan," imbuhnya."Tapi, Pak..."Saat itu Dinda merasa tenggelam dalam perasaannya. Di satu sisi, dia tahu bahwa apa yang dikatakan mertuanya bena, itu adalah janji yang dia bua
Bu Mela meracau lebih keras, dia sepertinya sangat-sangat menikmati rudal milik Leo yang terasa mentok di dalam perutnya. "Ugh.. ughh... Hmmm jangan kenceng-kenceng, Sayang. Ahhh " Bu Mela terus meracau, selain dia merasakan kenikmatan, tapi juga ada rasa sakit karena saat itu Leo nampak begitu brutal menggenjotnya tanpa ampun. "Arggh... Nikmati saja, Bu. Aku akan buat ibu terpuaskan," ujar Leo, suaranya bergetar. Dia terus menggerakkan pinggulnya naik-turun menggenjot goa basah mertuanya dengan gerakan yang begitu cepat.Bunyi daging bertabrakan terdengar cukup keras.Nafas mereka berdua memburu bercampur suara desahan Bu Mela yang tidak henti-hentinya terdengar seakan memenuhi ruangan itu. Leo seolah lupa dengan istrinya, dia begitu nafsu menggenjot mertuanya tanpa ampun. "Aah.. ahhh... Aku mau keluar, Leo," ucap Bu Mela yang merasakan aliran darahnya memuncak. Mendengar itu Leo tersenyum penuh nafsu, dia mempercepat gerakannya agar mertuanya mencapai klimaks. "Cepat, Bu. Kelua