Share

Tertekan Keadaan

Author: WAZA PENA
last update Last Updated: 2025-07-07 23:15:10

Hari-hari berlalu dengan cepat, pernikahan bahkan tinggal menghitung hari.

Malam itu, suasana di rumah Dinda terasa hangat. Lampu-lampu rumah yang bersinar lembut memberikan nuansa tenang.

Bu Mela sedang duduk di ruang tamu sambil menikmati secangkir teh hangat ketika terdengar suara bel pintu.

"Leo datang," ucap Bu Mela dengan senyum di wajahnya.

Dinda yang sedang berada di kamarnya langsung turun dengan wajah berbinar. Setelah semua percakapan dengan Pak Bram tadi siang, melihat Leo sekarang membuat hatinya sedikit lebih ringan.

Tadi, lagi-lagi Pak Bram mengancamnya. Katanya, dia sudah mau membantu biaya pernikahannya dengan Leo, jadi kalau sampai Dinda tidak melakukan tugasnya untuk melayani Pak Bram, dia tidak akan tinggal diam pada Dinda dan Leo.

Dinda membuka pintu dan di sana berdiri Leo, calon suaminya, dengan senyum yang menenangkan.

"Malem, Sayang," sapanya lembut, langsung mendapat senyuman dan pelukan hangat dari Leo.

"Selamat malam, Bu Mela," sapa Leo dengan hormat sambil
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
suka dokyeom
siapa Rendi?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Hasrat Yang Tertahan

    Saat itu Sindi ikut keluar dari dalam kamar dengan wajah terlihat kaget. Rambutnya sedikit berantakan, namun pakaiannya masih lengkap.“Ini salah paham, Mbak,” ucap Sindi cepat. “Tadi lampu kamarku tiba-tiba mati dan bunyi letupan kecil. Aku takut konslet. Aku panik, jadi aku panggil Mas Leo.”Dinda menatap Sindi, kemudian menoleh ke arah Leo. “Benar itu, Mas?”Leo mengangguk cepat. “Iya. Dia panik, aku cuma bantu periksa saklarnya. Ternyata memang ada kabel yang bermasalah. Aku sudah matikan dari MCB.”Dinda terdiam. Dadanya masih naik turun menahan emosi.Sindi menambahkan dengan nada polos, “Aku benar-benar takut tadi, Mbak. Kalau sampai kebakaran bagaimana?”Dinda menutup matanya sejenak, lalu menghembuskan napas panjang. “Kamu seharusnya bangunkan aku juga.”“Aku nggak enak, Mbak. Kamu lagi hamil,” jawab Sindi cepat.Leo mendekat ke arah Dinda. Ia memegang bahu istrinya dengan lembut. “Aku benar-benar cuma membetulkan lampu. Tidak ada yang lain. Kamu percaya, kan?”Dinda menatap

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Antara Godaan Dan Tanggungjawab

    Di kamar tamu, Dinda membantu menyiapkan selimut. “Kalau butuh apa-apa, bilang saja,” ucap Dinda. Sindi tersenyum tipis. “Terima kasih, Mbak. Aku nggak nyangka kamu sekarang hidup seenak ini.” Dinda tertawa kecil. “Ini juga bukan murni karena aku. Semua berkat suamiku.” Tatapan Sindi sekilas bergeser ke arah pintu, ke arah Leo yang berdiri di luar. Ada kilatan aneh di matanya sebelum ia kembali tersenyum. “Mbah-mbah sekali ya kamu sekarang,” candanya. Dinda hanya tertawa kecil. Setelah Sindi beres, Dinda dan Leo kembali ke kamar mereka. Dinda langsung duduk di tepi ranjang dengan wajah sedikit lelah. “Kamu baik-baik saja?” tanya Leo lembut. Dinda mengangguk. “Cuma agak capek.” Leo pun duduk di sampingnya. “Maaf ya… jadi tiba-tiba ramai.” “Tidak apa-apa,” jawab Dinda pelan. “Dia keluargaku juga.” Leo terdiam sebentar. Dalam dadanya muncul rasa bersalah. Ia teringat detik-detik ketika hatinya tadi sempat tergoda. “Sayang…” “Hmm?” “Kalau nanti kamu merasa nggak nyaman, kamu

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Datangnya sepupu penggoda

    Pukul 06:20 Mobil hitam yang dikendarai Leo berhenti perlahan di depan sebuah rumah besar bergaya modern minimalis. Dindingnya didominasi warna putih gading dengan sentuhan kayu di beberapa sisi, membuat rumah itu terlihat hangat sekaligus mewah. Taman kecil dengan rumput hijau rapi dan bunga-bunga berwarna lembut menyambut di halaman depan. Dinda menatap lurus ke depan, masih sedikit tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Tangannya refleks mengusap perutnya yang membuncit, delapan bulan usia kandungannya membuat setiap gerak terasa lebih berat, tetapi hatinya dipenuhi rasa hangat. “Mas… ini rumah kita?” tanya Dinda pelan, suaranya bergetar antara kagum dan haru. Leo menoleh sambil tersenyum lebar. Ia mematikan mesin mobil, lalu memandang istrinya penuh cinta. “Iya, Sayang. Mulai hari ini, ini rumah kita.” Dinda menghela napas panjang, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku masih nggak nyangka… terima kasih, Mas. Aku benar-benar nggak menyangka kamu bisa memberikan semua ini.”

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Pak Bram dijebloskan

    Pagi itu, suasana di halaman depan rumah Pak Bram terasa tegang. Udara pagi yang biasanya segar kini terasa berat, seolah ikut merasakan amarah yang membara di dada Leo. Lelaki itu melangkah cepat, langkah kakinya menghentak lantai teras kayu. Wajahnya kaku, rahang mengeras, matanya menyala dengan tatapan penuh kemarahan.Pak Bram, ayah angkatnya, sedang duduk santai di kursi rotan sambil menyeruput kopi hitam. Begitu melihat Leo datang, alisnya terangkat, seolah terkejut namun tetap berusaha mempertahankan ekspresi tenang."Ada apa pagi-pagi begini, Leo?" tanya Pak Bram, nadanya datar, tapi ada sedikit nada waspada di balik suaranya.Leo tidak langsung menjawab. Dia berdiri di hadapan ayah angkatnya itu, menatap tajam seakan ingin menembus lapisan topeng yang selama ini menutupi wajah pria tua tersebut. "Aku mau tanya, kenapa Bapak tega memfitnah Dinda?!"Pak Bram mengerutkan kening, berpura-pura tidak mengerti. "Fitnah apa? Aku nggak ngerti maksud kamu.""Jangan pura-pura nggak tahu

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Tuduhan Palsu

    Pagi Hari di Kantor Baru. Matahari baru saja meninggi ketika Leo memarkir mobil di halaman gedung megah bertingkat lima. Di bagian depan, papan nama perusahaan itu terpampang jelas, kini sudah resmi atas nama Dinda Prameswari.Leo membuka pintu mobil dan tersenyum. "Ayo, Sayang. Hari ini kamu yang jadi bosnya."Dinda menatap gedung itu dengan mata berkaca-kaca. Rasanya masih seperti mimpi, bahwa tempat yang dulu menjadi sumber ketidakadilan dan rasa sakit hati, kini sepenuhnya miliknya. "Aku… nggak nyangka, Mas. Semua perjuangan kita akhirnya sampai juga di sini."Leo menggenggam tangannya. "Kita sampai di sini bukan karena kebetulan. Kamu berhak, Din. Ini memang milikmu."Mereka melangkah masuk. Begitu pintu lobi terbuka, seluruh karyawan yang sudah diberi pengarahan oleh Pak Arman berdiri rapi di sisi kanan dan kiri, bertepuk tangan menyambut kedatangan pemilik baru mereka. Beberapa karyawan yang dulu mengenal Dinda waktu kecil bahkan menahan air mata, terharu karena gadis yang dulu

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Mengadili Bu Mela

    Ruang sidang penuh sesak. Kursi-kursi di barisan belakang dipenuhi wartawan, beberapa memegang kamera, siap mengabadikan setiap momen. Di kursi pengunjung, Pak Arman dan Bu Ratna duduk tegak, wajah mereka tegas namun tenang. Di depan, Leo menggenggam erat tangan Dinda, memberi kekuatan sebelum sidang dimulai. Dinda terlihat gugup, namun Leo terus memenangkannya. Ketika hakim memasuki ruangan, semua berdiri. "Sidang perkara dugaan pemalsuan dokumen dan perampasan hak ahli waris atas nama terdakwa, Melati Wulandari, dibuka." Bu Mela duduk di kursi terdakwa, mengenakan setelan rapi, tapi wajahnya pucat. Sesekali ia menoleh ke arah Leo dan Dinda dengan tatapan tajam, dia terlihat benar-benar benci. Jaksa penuntut bangkit. "Yang Mulia, kami telah mengumpulkan bukti-bukti bahwa terdakwa, Melati Wulandari, secara sengaja menyembunyikan dan memalsukan dokumen waris yang seharusnya menjadi milik saksi korban, Dinda Prameswari. Tindakan ini dilakukan untuk menguasai aset dan saham perusaha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status