Share

Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik
Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik
Author: Nikki

Bab 1

Author: Nikki
"Bu Adeline, kamu yakin mau batalkan tempat pernikahan yang kamu pesan sebelumnya?"

Ujung jari Adeline yang memegang ponsel sedikit mengerat, tetapi tidak terdengar emosi dalam suaranya saat menjawab, "Emm, yakin."

"Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu, aku akan bantu kamu membatalkannya."

"Terima kasih."

Setelah mengakhiri telepon, Adeline melepas cincin pertunangan di jari manisnya dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dia bangkit dan berjalan pergi dengan menyeret kopernya.

...

Setengah bulan yang lalu.

Menjelang senja, Adeline Thomas baru menyelesaikan sebuah sidang. Hal pertama yang dilakukannya setelah meninggalkan pengadilan adalah menyalakan ponselnya.

Adeline masuk ke LINE, lalu melihat kotak obrolan yang disematkannya di paling atas. Dia telah mengirim puluhan pesan, tetapi pihak lain tidak membalas satu pun pesannya.

Sejak mereka bertengkar tentang model undangan pernikahan bulan lalu, Kaivan Liangga langsung pergi melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri keesokan harinya. Berapa banyak pun pesan yang Adeline kirim untuk meminta berbaikan selama sebulan ini, Kaivan mengabaikan semuanya.

Dalam hubungan ini, Adeline sudah sangat merendahkan diri. Akan tetapi, dia tetap tidak mampu membuat Kaivan berpaling.

Carissa Soranda, temannya Adeline itu sudah tidak tahan melihat keadaan ini dan menyindirnya. Adeline menangani banyak kasus perceraian setiap tahun dan bertemu begitu banyak pria berengsek, tetapi tetap saja jatuh cinta pada Kaivan tanpa bisa melihat jelas sifat aslinya.

Sebenarnya, Adeline bukannya tidak dapat melihat jelas, melainkan merasa tidak rela. Dia tidak rela dua orang yang pernah begitu saling mencintai malah berakhir menjadi pasangan yang terlihat harmonis di permukaan, tetapi sebenarnya sudah saling merasa jenuh.

Adeline juga sulit merelakan ... Kaivan. Setelah bersama selama delapan tahun, dia lupa seperti apa dirinya sebelum bersama dengan Kaivan, juga tidak tahu bagaimana dirinya bisa membiasakan diri hidup tanpa Kaivan.

Ketika sedang mengetik sesuatu dan hendak bertanya kapan Kaivan akan kembali, sebuah notifikasi tiba-tiba muncul di ponselnya. Kaivan telah memperbarui media sosialnya. Dia memosting foto pemandangan laut yang sederhana, tetapi Adeline langsung mengenali tempatnya. Itu adalah Maldiva, tempat yang sudah entah berapa kali dia katakan ingin dikunjunginya bersama Kaivan.

Gerakan jarinya pun terhenti. Tepat ketika dia hendak kembali ke kotak obrolan, tiba-tiba masuk pesan dari Carissa. Adeline pun mengkliknya secara refleks. Itu ternyata adalah tangkapan layar dari postingan Lesya Sandir di media Sosial.

Foto pemandangan laut itu sama dengan yang diposting Kaivan, tetapi ada tambahan satu baris teks.

[ Aku cuma ngeluh perjalanan bisnis kali ini terlalu melelahkan dan dia langsung mengajakku berlibur ke Maldiva! ]

Kaivan pasti tahu jelas apa arti Maldiva bagi Adeline. Meskipun Adeline sudah berulang kali menyebutnya, Kaivan selalu mengatakan bahwa dirinya sibuk. Namun, dia malah membawa wanita lain pergi ke tempat tersebut.

Adeline mengerjap dan air matanya tiba-tiba jatuh. Dia merasa seperti ada angin dingin yang memenuhi hatinya. Selanjutnya, datanglah telepon dari Carissa.

"Lesya benar-benar kegatelan! Dia tahu kamu dan Kaivan akan segera menikah, tapi dia malah sengaja posting foto yang sama dengan Kaivan untuk buat kamu sakit hati! Kaivan juga sama parahnya! Kenapa dia harus pergi ke Maldiva padahal masih ada tempat lain? Memangnya dia nggak tahu kamu selalu pengen pergi ke sana bersamanya? Sudah delapan tahun, meski pakai jalan kaki, kalian pasti juga sudah sampai!"

"Dia dan Lesya begitu terang-terangan, sedangkan kamu sudah diselingkuhi selama tiga tahun. Memangnya kamu masih mau menikahinya dan diselingkuhi seumur hidupmu?" tanya Carissa.

Adeline merasakan kegetiran dalam hatinya. Dia mengerti apa yang dikatakan Carissa, tetapi mereka telah bersama selama delapan tahun dan akan menikah kira-kira sebulan lagi. Dia tidak mau menyerah. Dia ingin mencoba sekali lagi. Jika hasilnya masih belum memuaskan, dia akan menerima nasibnya.

"Rissa, hari Sabtu ini, kita mau coba gaun pengantin dan gaun pengiring pengantin. Jangan lupa datang."

Suasana di ujung telepon tiba-tiba menjadi hening. Kemudian, Carissa mengumpat dan menutup telepon. Jika dia lanjut berbicara, dia takut akan dibuat mati kesal oleh Adeline.

Dalam beberapa tahun terakhir, semua orang bisa melihat hati Kaivan telah berubah, tetapi Adeline masih saja keras kepala dan tidak mau menyerah. Dia percaya bahwa Kaivan akan berpaling suatu hari nanti.

Masih ada yang belum diceritakan Carissa kepada Adeline. Sebenarnya, bukan hanya sekali dia tidak sengaja melihat Kaivan membawa wanita yang berbeda-beda ke hotel.

Kepribadian Kaivan sudah memburuk sejak lama dan hatinya tidak lagi dipenuhi dengan Adeline. Dia telah sepenuhnya berubah menjadi pria berengsek. Bajingan seperti itu seharusnya ditabrak mobil dan menjadi impoten seumur hidup!

Malam harinya, Adeline tidak bisa tidur nyenyak. Dia mimpi buruk beberapa kali berturut-turut dan baru tertidur menjelang fajar. Baru saja dia tidur sejenak, terdengar kunci sidik jari terbuka dari pintu.

Adeline membuka matanya dan langsung duduk. Kemudian, dia melihat Kaivan membuka pintu dan menyeret masuk kopernya. Wajahnya terlihat lelah dan muram, tetapi bekas lipstik di kerah baju dan goresan samar di dadanya tidak luput dari pengamatan Adeline.

Tangan Adeline yang memegang selimut tiba-tiba menegang. Dia merasa seperti ada es yang disematkan ke dalam hatinya. Rasa dingin itu membuatnya merasa kesakitan.

Melihat Adeline terbangun, Kaivan mengangkat alisnya. "Aku membangunkanmu?"

Saat berbicara, dia sudah menyeret kopernya ke depan lemari. Kemudian, dia membuka lemari dan mulai mencari pakaian.

Adeline menarik napas dalam-dalam, lalu menatap punggungnya dan bertanya, "Kamu bawa Lesya ke Maldiva?"

Gerakan Kaivan yang mengambil kemeja terhenti sejenak. Dia berbalik, mengangkat alisnya, dan tersenyum pada Adeline. "Kenapa? Kalau kamu mau, kita bisa bulan madu di sana."

Mendengar nada sarkasme Kaivan, wajah Adeline pun memucat.

"Kamu tahu seberapa pengen aku pergi ke Maldiva."

"Karena kamu pengen pergi, jadi Lesya nggak boleh pergi?"

"Bukan itu maksudku, aku mau ...." (Pergi bersamamu.)

Sebelum Adeline selesai berbicara, Kaivan menyela dengan tidak sabar, "Sudahlah, aku baru saja kembali dari perjalanan bisnis dan sangat capek. Aku nggak ingin bertengkar denganmu."

Kaivan berbalik dengan dingin, lalu berjalan ke kamar mandi dan membanting pintu dengan kuat. Pandangan Adeline pun terhalang.

Adeline menunduk dan menatap ujung jarinya yang putih. Seulas senyum pahit muncul di wajahnya. Dulu, Kaivan masih bisa berdebat dengannya. Sekarang, dia bahkan malas untuk berdebat.

Ketika Kaivan keluar dari kamar mandi, Adeline telah berganti pakaian dan selesai menyikat gigi serta mencuci wajah. Dia sedang duduk di depan meja rias dan memoles lipstik di depan cermin.

Hari ini, Adeline mengenakan gaun beludru berwarna hijau tua. Rambut panjangnya yang mencapai pinggang digerai, dan riasan wajahnya sangat indah. Dia begitu cantik hingga orang-orang nyaris tidak bisa mengalihkan pandangan darinya.

Kaivan hanya meliriknya sebelum mengalihkan pandangan dengan tenang.

Saat Kaivan hendak pergi, Adeline mengingatkannya dengan tenang, "Hari Sabtu ini, kita ada jadwal coba gaun pengantin. Aku harap kamu nggak terlambat lagi."

Adeline paling benci orang yang tidak tepat waktu. Salah satu alasan dia setuju untuk bersama Kaivan adalah karena Kaivan selalu tepat waktu. Namun, sejak hati Kaivan berubah, dia berulang kali mengingkari janjinya demi perempuan lain.

Kaivan tersenyum penuh ejekan. "Tenang saja, aku nggak akan terlambat."

Seusai berbicara, ponselnya pun berdering. Entah sengaja atau tidak, dia menyalakan speaker dan suara Lesya yang merdu terdengar dari ujung telepon.

"Pak Kaivan, kamu terlalu liar kemarin. Aku masih kesakitan sampai sekarang. Kamu harus tanggung jawab!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 156

    Melihat Anita bangkit dan hendak pergi, Shinta segera berdiri dan ingin berdiskusi lagi dengannya. Namun, dia malah dihentikan oleh Winda."Nyonya Shinta, sebaiknya kalian pulang saja. Nyonya Anita perlu istirahat."Ekspresi Shinta langsung muram, tetapi dia tidak berani mengatakan apa pun kepada Winda. Bagaimanapun juga, Winda telah bekerja untuk Anita selama 30-40 tahun. Ucapannya sangat berpengaruh bagi Anita. Menyinggung Winda tidak ada gunanya bagi Shinta.Shinta menoleh ke arah Amanda dan berkata, "Amanda, ayo kita pulang!"Amanda mengangguk dan mengikuti Shinta keluar.Setelah masuk ke mobil, Shinta berseru marah, "Itu cuma Vila Harmoni kok! Apa hebatnya! Setiap kali datang menemuinya, aku harus menunduk padanya! Aku sudah muak dengan semua ini!"Mata Amanda bergetar sejenak. Kemudian, dia menunduk dan berujar, "Ibu, maaf. Kalau bukan karena aku, hari ini kamu juga nggak perlu datang ke rumah tua dan dibuat kesal sama Nenek."Melihat rasa bersalah dan sedih di wajah Amanda, Shin

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 155

    "Bu Shinta, selama kamu nggak cari masalah denganku, aku nggak punya keluhan atau pendapat tentangmu."Shinta mencibir. Ekspresinya dipenuhi rasa benci dan kesal."Keluhanmu terhadapku seharusnya nggak akan ada habisnya meski diceritakan selama tiga hari tiga malam, 'kan? Lagian, Amanda juga nggak salah. Meninggalkan Keluarga Thomas itu pilihanmu sendiri. Jangan bersikap seolah-olah orang lain yang bersalah padamu!"Adeline menatap mata Shinta dan merasa agak geli. Shinta masih sama persis seperti beberapa tahun yang lalu, selalu menuduhnya dengan tuduhan palsu tanpa peduli pada kebenarannya."Bu Shinta, aku nggak pernah nyesal karena meninggalkan Keluarga Thomas. Aku juga nggak merasa ada yang bersalah padaku. Kuharap kamu jangan asal berasumsi tentang pemikiranku."Sebagian alasan Adeline memutuskan hubungan dengan Keluarga Thomas memang karena Kaivan. Namun, sebagiannya lagi karena dia benar-benar sudah kecewa dengan anggota Keluarga Thomas."Oke! Aku mau tahu kamu bisa keras kepala

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 154

    Keesokan paginya, Adeline bangun dan mandi. Setelah berjalan ke ruang tamu, dia melihat Amanda dan Shinta yang duduk di sofa dan sedang mengobrol dengan Anita.Adeline belum pernah bertemu dengan Amanda sejak meninggalkan Keluarga Thomas. Setelah beberapa tahun tidak bertemu, Amanda terlihat jauh lebih dewasa. Dia mengenakan setelan bergaya Chanel, merias wajah dengan cantik, dan tersenyum dengan sempurna. Dia terlihat anggun dan cantik.Menyadari tatapan Adeline, Amanda berbalik dan menatapnya."Kak, sudah bangun? Nenek baru saja mau suruh pembantu untuk bangunin kamu."Amanda tersenyum dan berbicara dengan nada akrab. Orang yang tidak mengenal mereka mungkin akan mengira bahwa mereka masih berhubungan selama beberapa tahun terakhir. Adeline memasang tampang dingin dan tidak menjawab. Sebaliknya, dia menatap Anita dan berujar, "Nek, aku ada urusan pagi ini. Aku nggak sarapan di rumah, ya."Anita mengangguk. Ketika dia hendak berbicara, Shinta sudah terlebih dahulu berbicara dengan ek

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 153

    Adeline tertegun sejenak. Setelah tersadar kembali, dia menjawab sambil tersenyum, "Aku akan sibuk selama seminggu ke depan. Setelah aku pindah ke Graha Makmur, kita baru buat janji saja.""Oke. Hati-hati di jalan pulang."Setelah berpamitan dengan Petra, Adeline pun melaju pergi. Ketika tiba di rumah tua Keluarga Thomas dan baru saja Adeline masuk ke ruang tamu, dia melihat Anita sedang duduk di sofa. Rasa keterkejutan pun melintasi mata Adeline."Nenek, kenapa masih belum tidur?"Begitu melihat Adeline, Anita menepuk kursi di sebelahnya dan berujar, "Adel, ayo duduk. Ada yang mau kubicarakan denganmu.""Ada apa?"Setelah duduk di sebelah Anita, Adeline menatapnya dengan ekspresi bingung. "Adel, apa kamu punya tema favorit untuk pesta hari Minggu? Aku akan minta Bi Winda untuk mengaturkannya sesuai tema favoritmu."Adeline menggeleng dan menyahut, "Nek, aturkan saja sesuai keinginan Nenek. Aku nggak punya preferensi khusus."Kilatan kekecewaan melintasi mata Anita. "Adel, di Kediama

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 152

    Sikap Adeline yang acuh tak acuh membuat Kaivan merasa sedih. Setelah hening sejenak, dia memaksakan seulas senyum."Adel, dengar-dengar, Keluarga Thomas lagi rencanakan pesta untuk mengakuimu kembali."Setelah Adeline kembali ke Keluarga Thomas, Kaivan akan mencari cara untuk pergi ke Kediaman Keluarga Thomas dan menetapkan pernikahan mereka, lalu perlahan-lahan membujuk Adeline untuk rujuk. Selama dia terus mendesak, Adeline pasti akan mengalah, sama seperti sebelumnya.Adeline merasa agak kesal. "Apa hubungannya itu denganmu?"Kaivan mengerutkan kening dan hendak berbicara. Namun, ponselnya yang ada di saku tiba-tiba berdering. Ketika panggilan tersambung, dia mendengar sesuatu dari ujung sana dan ekspresinya langsung berubah. "Oke. Aku akan segera ke sana."Setelah menutup telepon, Kaivan menatap Adeline dan berujar, "Adel, aku ada urusan mendadak di perusahaan. Setelah kamu kembali ke Keluarga Thomas, aku akan pergi mencarimu."Adeline bahkan tidak mengangkat kepalanya. Dia langsu

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 151

    Setelah mengirim pesan itu, Petra segera membalas. Dia mengatakan bahwa dirinya sedang tidak berada di rumah dan mereka bisa bertemu di pintu masuk restoran.Adeline mengirim emoji "ok", lalu mengatakan kepada Petra bahwa dirinya akan segera pergi ke restoran dan akan tiba sekitar pukul enam.Sesampainya di pintu masuk restoran, Adeline kebetulan bertemu dengan Petra. Mereka pun masuk bersama.Pada saat ini, di pinggir jalan. Kaivan sedang mengistirahatkan matanya. Joel yang duduk di kursi penumpang depan tiba-tiba melontarkan gumaman bingung, "Eh?"Kaivan pun membuka matanya dan bertanya, "Ada apa?""Ngg ... nggak apa-apa. Aku kira aku melihat Bu Adeline barusan. Aku seharusnya salah lihat."Akhir-akhir ini, entah apa yang salah dengan Kaivan, intensitas kerjanya meningkat drastis dan dia tidak pernah menanyakan keadaan Adeline lagi. Joel tidak mengerti maksud Kaivan, juga tidak berani mengungkit tentang Adeline di depannya.Namun, yang mengejutkan adalah, Kaivan memecat Lesya. Lesya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status