Masuk"Aku nggak mabuk. Aku sangat sadar. Dokter Petra, aku sudah menyukaimu sejak lama .... Bisa nggak kamu beri aku kesempatan untuk mengejarmu?"Seiring dengan Olivia menyelesaikan kata-katanya, keheningan menyelimuti seluruh ruangan. Semua orang menatap Petra untuk menunggu jawabannya.Petra mengerutkan kening, lalu menekankan kata-katanya, "Dokter Olivia, aku sudah punya pacar."Sekilas rasa sakit terpancar di mata Olivia. Dia menatap Petra dan berujar, "Dokter Petra, meski kamu nggak suka sama aku, kamu juga nggak perlu pakai kebohongan seperti itu untuk menolakku ...."Semua orang di rumah sakit tahu bahwa Petra tidak tertarik pada wanita, juga tidak pernah punya interaksi pribadi dengan rekan-rekan wanitanya selama beberapa tahun terakhir. Petra terdiam sejenak, lalu menatapnya dan berkata perlahan, "Aku benar-benar sudah punya pacar. Aku juga nggak bisa ngapa-ngapain kalau kamu nggak percaya. Aku nggak mungkin suruh pacarku datang cuma untuk buktikan padamu, 'kan?"Olivia menunduk
Setelah sekretaris itu pergi, Kenny menatap Shinta. "Ada apa?"Shinta menunduk dan berbicara dengan canggung, "Apa kamu kenal sama putriku, Amanda? Sekarang, dia lagi ditahan di kantor polisi dan mau ketemu sama kamu."Tatapan Kenny pun meredup. Dia menjawab dengan dingin, "Bu Shinta, tolong beri tahu dia bahwa aku sangat sibuk dan nggak bisa temui dia. Aku harap dia bisa urus dirinya sendiri."...Adeline segera mendengar kabar tentang Shinta yang pergi menemui Kenny. "Nona, begitu meninggalkan kantor polisi, ibumu langsung pergi ke Grup Liangga. Setelah menunggu di bawah seharian, dia berbicara sebentar dengan Pak Kenny, lalu pergi dengan tampang putus asa."Mata Adeline berkilat terkejut. Shinta dan Kenny hampir tidak pernah berinteraksi, tetapi dia langsung pergi ke Grup Liangga setelah meninggalkan kantor polisi. Itu hanya bisa berarti bahwa itu adalah permintaan Amanda."Coba selidiki apa Amanda dan Kenny punya hubungan pribadi. Selidiki detail sekecil apa pun.""Baik, Nona."Se
"Sekarang, kamu nggak takut tularkan penyakitnya lagi?"Erlina pun tidak dapat berkata-kata.Shinta yang tidak tahan mendengarnya lagi pun menyambar ponsel Erlina dan berseru marah, "Adeline, kuperingati kamu! Cepat suruh Grup Thomas lanjutkan kerja sama dengan Grup Pratama. Kalau nggak, aku nggak akan ampuni kamu!"Adeline langsung menutup telepon dan memblokir nomor itu. Shinta tidak punya kuasa atau pengaruh. Bagaimana Shinta bisa menghadapinya? Itu hanyalah omong kosong.Pada minggu berikutnya, Endah menyerahkan riwayat panggilan dan obrolannya dengan Amanda ke polisi. Amanda pun segera ditangkap. Meskipun begitu, Shinta masih menolak untuk percaya bahwa Amanda yang telah menginstruksikan Endah untuk mengganti obat Anita. Lebih tepatnya, dia tidak berani memercayainya. Shinta bergegas pergi ke rumah sakit untuk menemui Adeline, tetapi dihentikan di pintu kamar rawat inap oleh pengawal. Setelah beberapa kali mencoba, dia akhirnya menerima nasibnya dan berhenti pergi ke rumah sakit.
Shinta menutupi wajahnya dan memelototi Adeline, lalu duduk di samping dan menoleh ke arah ruang interogasi. Saat ini, Amanda sedang berada di ruang interogasi.Delon menatap Adeline dan berkata dengan dingin, "Setelah masalah ini selesai, kamu harus kembalikan saham Grup Thomas kepadaku dan pamanmu!"Adeline mengabaikannya dan berlagak seperti tidak mendengarnya.Satu jam kemudian, polisi keluar dari ruang interogasi.Shinta bergegas maju dan bertanya, "Pak Polisi, di mana putriku? Kapan dia akan keluar? Dia selalu berperilaku baik sejak kecil. Dia nggak mungkin suruh pembantu untuk tukar obat neneknya! Dia pasti difitnah!"Polisi itu menatap Shinta dan menyahut, "Bu Shinta, kami akan selidiki masalah ini sampai tuntas. Silakan pulang dan tunggu hasilnya."Shinta pun tertegun, lalu menatap polisi itu dengan tidak percaya. "Apa maksudmu dengan pulang dan tunggu hasilnya? Di mana putriku? Aku mau bawa dia pulang.""Dia belum bisa pulang. Kalian boleh suruh pengacara untuk datang urus pr
Setelah mensterilkan luka dan memasang plester, Petra menatap Adeline. "Kenapa tanganmu bisa terluka?""Karena ... nggak hati-hati ...."Petra berkata sambil membereskan antiseptik dari meja, "Jangan sampai lukanya terkena air selama beberapa hari.""Oke.""Sudah makan siang?"Adeline menggeleng dan menjawab, "Belum." Saat berbicara, Adeline teringat Amanda yang memberikan Petra kue dan mengangkat sebelah alisnya sambil berujar, "Aku nggak seperti Dokter Petra yang penuh daya tarik hingga ada wanita yang bersedia datang antarkan makanan untukmu.""Kalau kamu cemburu, bilang saja. Nggak usah bertele-tele."Adeline membalas, "Siapa yang cemburu?""Kamu.""Aku nggak cemburu!"Senyum Petra makin lebar. Tepat saat dia hendak bicara, ponsel Adeline berdering. Setelah menjawab dan mendengar ucapan orang di ujung telepon, ekspresinya menjadi sangat muram."Oke, aku mengerti. Aku akan segera ke sana!""Ada apa?"Adeline menarik napas dalam-dalam dan menjawab, "Aku harus ke kantor polisi sekara
Amanda pun tersenyum. Tepat saat dia hendak berbalik, ucapan Petra dengan kejam menghancurkan fantasinya. "Bawa pergi juga sampah yang kamu bawa datang."Senyum Amanda seketika membeku. Hatinya dipenuhi amarah. Namun ... Petra adalah seseorang yang tak mampu dia singgung. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berbalik dan mengambil kue yang dibawanya sebelum berjalan keluar.Begitu membuka pintu kantor, Amanda melihat Adeline berdiri di sana dengan tangan terlipat dan menatapnya dengan senyum mengejek."Amanda, bisa-bisanya kamu datang untuk rayu calon kakak iparmu. Hebat juga kamu!"Raut wajah Amanda langsung berubah. "Adeline, jangan asal bicara kamu!""Asal bicara? Aku sudah rekam percakapan kalian tadi. Mau kuputarkan untukmu? Pak Delon dan Bu Shinta pasti kecewa banget kalau tahu putri yang sudah mereka besarkan dengan menghabiskan begitu banyak usaha dan uang ternyata adalah seorang pelakor yang suka rayu pacar orang lain. Benar nggak?""Kamu!"Melihat wajah Amanda yang pucat pasi







