Share

Bab 9

Author: Nikki
Dada Prisa naik turun dengan hebat karena marah. Saat menatap Kaivan, matanya dipenuhi kekecewaan.

Kaivan yang wajahnya terdapat bekas tamparan menatap Prisa dan menyahut, "Yang Ibu bilang benar. Aku bersyukur nggak bertemu dengannya waktu aku miskin. Kalau nggak, dia harus ikut menderita bersamaku."

Begitu mendengar suara itu, Adeline langsung mengepalkan tangannya. Rasa sakit yang luar biasa menjalar dari hati ke seluruh tubuhnya. Semua kata-kata menyakitkan yang pernah diucapkan Kaivan sebelumnya tidak semenohok kata-kata ini.

Kaivan merasa kasihan pada Lesya dan takut Lesya akan menderita bersamanya. Lalu, bagaimana dengan tahun-tahun yang telah Adeline habiskan bersamanya?

'Adeline, oh Adeline, pria ini bahkan tidak ragu untuk menyakitimu. Apa kamu masih nggak mau sadar?' gumam Adeline dalam hati.

Prisa melirik Adeline dan melihat wajah pucat nan sedih Adeline. "Adeline, dia cuma ngomong kata-kata marah. Jangan dianggap serius, ya. Aku akan bantu kamu kasih pelajaran ...."

"Bibi Prisa."

Adeline menatapnya dan berujar dengan tenang, "Kamu nggak perlu menjelaskannya, aku tahu ucapannya itu tulus. Aku selalu ingin jadi menantumu, tapi sekarang, aku rasa kesempatan itu sudah melayang. Mengenai pernikahannya ... sebaiknya kita batalkan saja. Aku sudah kenyang, terima kasih untuk makan malamnya."

Adeline berdiri sambil mengambil tasnya, lalu berbalik tanpa menatap Kaivan lagi.

Prisa memelototi Kaivan yang tidak bergerak. "Kenapa kamu masih nggak mengejarnya! Sudah kubilang, aku cuma akan akui Adeline sebagai menantuku. Kalau kamu nggak mengejarnya kembali, jangan akui aku sebagai ibumu lagi!"

Saat pintu tertutup, Adeline dengan jelas mendengar suara Kaivan dari belakangnya. "Ibu, aku sudah nggak mencintainya lagi. Kenapa Ibu ngotot aku menikahinya? Kalaupun kami menikah, aku juga nggak akan putus dengan Lesya."

"Lagian, aku sudah bersama Lesya selama tiga tahun. Tapi, dia tetap menolak untuk putus dan berusaha keras menikahiku. Apa Ibu pikir dia benar-benar ingin batalkan pernikahan ini? Tadi, dia cuma mau ngancam Ibu. Jangan khawatir, dia itu macam plester paling lengket di dunia. Nggak peduli sebesar apa pun usahamu untuk menyingkirkannya, dia tetap nggak akan pergi!"

Suara Kaivan penuh dengan penghinaan dan ejekan, seolah-olah dia sangat yakin bahwa Adeline tidak akan pernah meninggalkannya. Itulah alasan kenapa dia menyakiti Adeline tanpa ragu dan khawatir.

Adeline mengedipkan matanya yang terasa panas dan pergi tanpa menoleh lagi. Kali ini, dia sudah membulatkan tekad untuk menyerah soal Kaivan. Dia telah berusaha keras menyelamatkan hubungan yang hancur ini. Jadi, tidak ada yang perlu disesalinya lagi setelah meninggalkan Kaivan.

Suasana di ruang makan masih sangat tegang.

Prisa menunjuk Kaivan dengan gemetar karena marah. "Apa itu ucapan yang layak dilontarkan seorang manusia! Kalau bukan karena Adeline, memangnya kamu bisa punya kesuksesan hari ini? Kamu sudah injak-injak ketulusan Adeline seperti ini. Kalau suatu hari nanti dia benar-benar putuskan untuk meninggalkanmu, percuma saja kamu menyesalinya!"

Ekspresi Kaivan terlihat dingin. "Kalau dia benar-benar pergi, aku pasti akan berterima kasih padanya karena akhirnya bersedia melepaskanku. Lagian, aku mencapai semua ini berkat usahaku sendiri. Tanpa dia, aku juga tetap bisa sukses."

Adeline memang sudah menemaninya di titik terendah hidupnya. Akan tetapi, Kaivan tidak pernah memperlakukannya dengan buruk setelah bisnisnya sukses. Dari semua hadiah yang dia berikan kepada Adeline sekarang, mana ada yang nilainya bukan ratusan atau bahkan miliaran? Memangnya Adeline mampu membeli barang-barang mewah itu dengan uangnya sendiri?

Kaivan merasa bahwa dirinya tidak berutang apa pun pada Adeline.

"Iya, iya. Sekarang, kamu sudah hebat dan adalah bos perusahaan besar. Kamu juga nggak bersedia dengar nasihatku lagi. Kalau begitu, kamu juga nggak perlu akui aku sebagai ibumu lagi!"

Melihat Prisa yang begitu marah, Kaivan pun berdiri dan berujar, "Ibu, sekarang kamu lagi marah. Aku nggak mau bertengkar denganmu. Sampai kamu sudah tenang, aku akan datang menemuimu lagi."

"Begitu kamu keluar dari pintu ini hari ini, aku nggak akan lagi mengakuimu sebagai anakku!"

Langkah Kaivan pun terhenti. Setelah terdiam sejenak, dia membuka pintu dan berjalan pergi.

Setelah meninggalkan Prisa, Kaivan langsung pergi menemui Lesya. Begitu membuka pintu, mata Lesya berkilat terkejut dan dia langsung melempar diri ke pelukan Kaivan. "Pak Kaivan, kok kamu ada di sini?"

Kaivan menangkapnya, lalu memeluk pinggangnya dan menciumnya. Seusai berciuman, Kaivan mencubit pinggangnya yang lembut dan berkata, "Aku merindukanmu, makanya aku datang kemari."

Lesya tersipu dan mengulurkan tangan untuk memukulnya. Tiba-tiba, dia melihat bekas tamparan di wajah Kaivan dan raut wajahnya langsung berubah. Dia segera menarik diri dari pelukannya dan bertanya, "Pak Kaivan, siapa yang tampar kamu? Bu Adeline?"

Saat berbicara, Lesya juga berlinang air mata dan merasa sakit hati.

Kaivan menggeleng. "Bukan."

Lesya mengulurkan tangan untuk menyentuh wajahnya, tetapi takut melukainya. "Sakit? Aku oleskan obat, ya."

Dia berbalik untuk mencari kotak obat, tetapi ditarik kembali ke pelukan pria itu. "Nggak perlu oles obat. Begitu kamu menciumnya, aku nggak akan sakit lagi."

"Ah, kamu ini!"

Tatapan genit Lesya membuat Kaivan tergoda lagi. Dia pun langsung menggendong Lesya ke sofa, lalu suara penuh gairah segera menggema di ruang tamu.

...

Keesokan malamnya, Adeline yang baru saja keluar dari firma hukum melihat Prisa berdiri tak jauh dari pintu. Dia tidak mengenakan pakaian yang tebal, sedangkan angin bertiup kencang dan wajahnya sudah pucat karena kedinginan. Begitu melihat Adeline, dia segera tersenyum dan bergegas menghampiri Adeline.

"Adeline, Bibi mau bicara sama kamu."

Prisa selalu bersikap baik pada Adeline. Melihat wajahnya yang pucat karena kedinginan, hati Adeline pun melunak dan dia menyahut, "Ada kafe di sebelah. Ayo kita duduk di sana saja."

Melihat Adeline tidak menolak untuk berbicara dengannya, Prisa menghela napas lega dan buru-buru menjawab, "Oke."

Keduanya berjalan masuk ke kafe dan duduk di dekat jendela. Adeline memesan secangkir kopi dan secangkir susu hangat. Kemudian, dia menyodorkan susu hangat itu ke hadapan Prisa. "Bibi, minumlah yang hangat-hangat."

"Oke."

Prisa menyesap susunya dan terlihat agak malu.

Adeline tahu tujuan kedatangan Prisa, yang tak lain adalah membujuknya untuk memaafkan Kaivan. Namun, hubungan mereka benar-benar telah berakhir dan dia juga tidak berniat untuk berpaling lagi. Dia pun tidak mengatakan apa-apa dan hanya menunduk sambil menyesap kopi di cangkirnya.

Melihat tampang Adeline yang patuh, Prisa kembali merasa sedih dan bersalah. "Adeline, kamu seharusnya tahu tujuan Bibi datang kemari hari ini."

Adeline mengangguk. "Bibi, kamu nggak perlu ngomong lagi. Aku dan dia memang nggak ditakdirkan untuk bersama. Aku juga nggak mau memaksakannya."

Melihat ekspresi Adeline yang tenang, Prisa merasa sedikit panik dan buru-buru meraih tangannya.

"Kamu sudah bersama Kai selama bertahun-tahun dan aku hargai semua pengorbananmu. Aku juga sudah menganggapmu sebagai putriku sejak lama. Demi aku, kasih Kai kesempatan kedua, ya?"

Adeline merasa agak tidak berdaya, "Bibi, sesuatu yang dipaksakan itu nggak akan berakhir baik."

Kini, dia dan Kaivan sama-sama tidak ingin menikah. Jika memaksa untuk bersama, mereka akan menjadi pasangan yang saling membenci.

Prisa menggeleng. "Kai cuma lagi tersesat. Setelah sadar, dia akan mengerti kamu barulah orang yang paling cocok dengannya. Adeline, Bibi pernah selamatkan nyawamu. Anggap saja ini balas jasa, kamu kasih Kai satu kesempatan lagi, ya? Ini yang terakhir kalinya. Soal sekretarisnya, aku akan suruh dia tangani hal itu sebelum kalian menikah."

Prisa tidak pernah menyangka ada hari di mana dirinya akan memanfaatkan jasanya menyelamatkan nyawa Adeline untuk memaksa Adeline memberi Kaivan sebuah kesempatan. Dia tahu tindakannya agak keterlaluan, tetapi dia benar-benar tidak ingin Kaivan melewatkan gadis sebaik Adeline.

Adeline menunduk. Prisa memang pernah menyelamatkan nyawanya empat tahun lalu.

Saat itu, Adeline baru saja mulai bekerja di firma hukum dan bekerja lembur hingga pukul 12 malam setiap hari. Suatu hari sepulang kerja, dia yang kelelahan salah melihat tanda lampu lalu lintas. Dia pun melangkah maju dengan linglung dan tidak melihat sebuah truk besar melaju ke arahnya.

Di saat kritis, Prisa yang datang membawakan sup untuknya langsung menariknya kembali. Keduanya jatuh ke lantai dan truk besar itu melaju kencang melewati mereka.

Demi menyelamatkannya, Prisa pun mengalami patah tulang kaki dan dirawat di rumah sakit selama sebulan. Setelah keluar dari rumah sakit, dia tidak mau lagi membiarkan Adeline pulang kerja sendirian. Jadi, dia meminta Kaivan untuk menjemputnya setiap hari.

Sebelum Lesya muncul, Kaivan memang menjemputnya setiap hari. Pertama kali Kaivan tidak menjemputnya adalah di sebuah hari hujan. Kaivan bilang dirinya sedang rapat di perusahaan dan tidak bisa menarik diri. Dia pun meminta Adeline untuk pulang dengan naik taksi.

Setelahnya, Adeline baru tahu bahwa kaki Lesya tidak sengaja terkilir pada hari itu dan Kaivan tidak ingin Lesya berdesakan di dalam bus. Jadi, Kaivan berbohong padanya. Sekali terjadi, maka akan ada yang kedua kali, ketiga kali, dan seterusnya.

Retakan di antara mereka terasa bagaikan bola salju yang menggelinding makin besar dan akhirnya menjadi jurang yang tak terjembatani. Adeline berada di sisi ini, sedangkan Kaivan berada di sisi lain. Jalan mereka sudah berbeda sejak awal.

Adeline berhenti mengenang hal itu, lalu menatap Prisa yang memandangnya dengan penuh harap, "Bibi, meski aku memberinya kesempatan lagi, itu juga percuma saja. Kami memang sudah ditakdirkan untuk berpisah."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 156

    Melihat Anita bangkit dan hendak pergi, Shinta segera berdiri dan ingin berdiskusi lagi dengannya. Namun, dia malah dihentikan oleh Winda."Nyonya Shinta, sebaiknya kalian pulang saja. Nyonya Anita perlu istirahat."Ekspresi Shinta langsung muram, tetapi dia tidak berani mengatakan apa pun kepada Winda. Bagaimanapun juga, Winda telah bekerja untuk Anita selama 30-40 tahun. Ucapannya sangat berpengaruh bagi Anita. Menyinggung Winda tidak ada gunanya bagi Shinta.Shinta menoleh ke arah Amanda dan berkata, "Amanda, ayo kita pulang!"Amanda mengangguk dan mengikuti Shinta keluar.Setelah masuk ke mobil, Shinta berseru marah, "Itu cuma Vila Harmoni kok! Apa hebatnya! Setiap kali datang menemuinya, aku harus menunduk padanya! Aku sudah muak dengan semua ini!"Mata Amanda bergetar sejenak. Kemudian, dia menunduk dan berujar, "Ibu, maaf. Kalau bukan karena aku, hari ini kamu juga nggak perlu datang ke rumah tua dan dibuat kesal sama Nenek."Melihat rasa bersalah dan sedih di wajah Amanda, Shin

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 155

    "Bu Shinta, selama kamu nggak cari masalah denganku, aku nggak punya keluhan atau pendapat tentangmu."Shinta mencibir. Ekspresinya dipenuhi rasa benci dan kesal."Keluhanmu terhadapku seharusnya nggak akan ada habisnya meski diceritakan selama tiga hari tiga malam, 'kan? Lagian, Amanda juga nggak salah. Meninggalkan Keluarga Thomas itu pilihanmu sendiri. Jangan bersikap seolah-olah orang lain yang bersalah padamu!"Adeline menatap mata Shinta dan merasa agak geli. Shinta masih sama persis seperti beberapa tahun yang lalu, selalu menuduhnya dengan tuduhan palsu tanpa peduli pada kebenarannya."Bu Shinta, aku nggak pernah nyesal karena meninggalkan Keluarga Thomas. Aku juga nggak merasa ada yang bersalah padaku. Kuharap kamu jangan asal berasumsi tentang pemikiranku."Sebagian alasan Adeline memutuskan hubungan dengan Keluarga Thomas memang karena Kaivan. Namun, sebagiannya lagi karena dia benar-benar sudah kecewa dengan anggota Keluarga Thomas."Oke! Aku mau tahu kamu bisa keras kepala

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 154

    Keesokan paginya, Adeline bangun dan mandi. Setelah berjalan ke ruang tamu, dia melihat Amanda dan Shinta yang duduk di sofa dan sedang mengobrol dengan Anita.Adeline belum pernah bertemu dengan Amanda sejak meninggalkan Keluarga Thomas. Setelah beberapa tahun tidak bertemu, Amanda terlihat jauh lebih dewasa. Dia mengenakan setelan bergaya Chanel, merias wajah dengan cantik, dan tersenyum dengan sempurna. Dia terlihat anggun dan cantik.Menyadari tatapan Adeline, Amanda berbalik dan menatapnya."Kak, sudah bangun? Nenek baru saja mau suruh pembantu untuk bangunin kamu."Amanda tersenyum dan berbicara dengan nada akrab. Orang yang tidak mengenal mereka mungkin akan mengira bahwa mereka masih berhubungan selama beberapa tahun terakhir. Adeline memasang tampang dingin dan tidak menjawab. Sebaliknya, dia menatap Anita dan berujar, "Nek, aku ada urusan pagi ini. Aku nggak sarapan di rumah, ya."Anita mengangguk. Ketika dia hendak berbicara, Shinta sudah terlebih dahulu berbicara dengan ek

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 153

    Adeline tertegun sejenak. Setelah tersadar kembali, dia menjawab sambil tersenyum, "Aku akan sibuk selama seminggu ke depan. Setelah aku pindah ke Graha Makmur, kita baru buat janji saja.""Oke. Hati-hati di jalan pulang."Setelah berpamitan dengan Petra, Adeline pun melaju pergi. Ketika tiba di rumah tua Keluarga Thomas dan baru saja Adeline masuk ke ruang tamu, dia melihat Anita sedang duduk di sofa. Rasa keterkejutan pun melintasi mata Adeline."Nenek, kenapa masih belum tidur?"Begitu melihat Adeline, Anita menepuk kursi di sebelahnya dan berujar, "Adel, ayo duduk. Ada yang mau kubicarakan denganmu.""Ada apa?"Setelah duduk di sebelah Anita, Adeline menatapnya dengan ekspresi bingung. "Adel, apa kamu punya tema favorit untuk pesta hari Minggu? Aku akan minta Bi Winda untuk mengaturkannya sesuai tema favoritmu."Adeline menggeleng dan menyahut, "Nek, aturkan saja sesuai keinginan Nenek. Aku nggak punya preferensi khusus."Kilatan kekecewaan melintasi mata Anita. "Adel, di Kediama

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 152

    Sikap Adeline yang acuh tak acuh membuat Kaivan merasa sedih. Setelah hening sejenak, dia memaksakan seulas senyum."Adel, dengar-dengar, Keluarga Thomas lagi rencanakan pesta untuk mengakuimu kembali."Setelah Adeline kembali ke Keluarga Thomas, Kaivan akan mencari cara untuk pergi ke Kediaman Keluarga Thomas dan menetapkan pernikahan mereka, lalu perlahan-lahan membujuk Adeline untuk rujuk. Selama dia terus mendesak, Adeline pasti akan mengalah, sama seperti sebelumnya.Adeline merasa agak kesal. "Apa hubungannya itu denganmu?"Kaivan mengerutkan kening dan hendak berbicara. Namun, ponselnya yang ada di saku tiba-tiba berdering. Ketika panggilan tersambung, dia mendengar sesuatu dari ujung sana dan ekspresinya langsung berubah. "Oke. Aku akan segera ke sana."Setelah menutup telepon, Kaivan menatap Adeline dan berujar, "Adel, aku ada urusan mendadak di perusahaan. Setelah kamu kembali ke Keluarga Thomas, aku akan pergi mencarimu."Adeline bahkan tidak mengangkat kepalanya. Dia langsu

  • Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik   Bab 151

    Setelah mengirim pesan itu, Petra segera membalas. Dia mengatakan bahwa dirinya sedang tidak berada di rumah dan mereka bisa bertemu di pintu masuk restoran.Adeline mengirim emoji "ok", lalu mengatakan kepada Petra bahwa dirinya akan segera pergi ke restoran dan akan tiba sekitar pukul enam.Sesampainya di pintu masuk restoran, Adeline kebetulan bertemu dengan Petra. Mereka pun masuk bersama.Pada saat ini, di pinggir jalan. Kaivan sedang mengistirahatkan matanya. Joel yang duduk di kursi penumpang depan tiba-tiba melontarkan gumaman bingung, "Eh?"Kaivan pun membuka matanya dan bertanya, "Ada apa?""Ngg ... nggak apa-apa. Aku kira aku melihat Bu Adeline barusan. Aku seharusnya salah lihat."Akhir-akhir ini, entah apa yang salah dengan Kaivan, intensitas kerjanya meningkat drastis dan dia tidak pernah menanyakan keadaan Adeline lagi. Joel tidak mengerti maksud Kaivan, juga tidak berani mengungkit tentang Adeline di depannya.Namun, yang mengejutkan adalah, Kaivan memecat Lesya. Lesya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status