Akira menghela napasnya lelah, setelah menerima telpon dari Samudra, Akira terduduk memijat pelipisnya. Akira benar-benar lelah sekarang, sungguh.
Samudra menyuruhnya untuk datang ke rumah nanti siang, Akira sempat menolak tapi Samudra dan sifat keras kepalanya benar-benar membuatnya jengkel. Bagaimana tidak? Samudra bahkan menekankan kata bahwa pria itu tidak menerima penolakan dan itu artinya Akira memang harus datang. "Ayah, nanti siang Akira harus ke rumah pak Samuel.'' Anton yang sedang berbaring menatap anaknya. "Bukannya Pak Samuel memberimu cuti sehari?" "Ya, tapi anaknya yang keras kepala memaksa Akira datang," jawabnya merengek. Anton terkekeh."Yasudah datanglah." Akira mengangguk lesu sebelum berbalik untuk mencari Ara. "Araaa," teriak Akira memanggil nama adiknya. Ara yang sedang berada di luar rumah bermain masak-masakan bersuara. "Iya mbak Ilaaa?!" "Oh di sini rupanya," kekeh Akira yang sudah menemukan Ara. Akira berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Ara. "Nanti malam kalo mbak belum pulang, Ara harus tidur ya. Jangan nunggu mbak pulang dulu," Ara menggeleng tanda bocah kecil itu menolak. "Ndak mau, Ala ndak bisa.'' "Ara pasti bisa, kan belum dicoba. Nanti mas Aji yang nemenin Ara. Ya?" Mata bulatnya mengerjap menatap Akira. "Tapi nanti beliin Ala es kim?" Akira mengangguk tersenyum, lalu mengusap pucuk kepala adiknya. "Siap, nanti mbak beliin yang banyak." Setelah selesai bersiap, Akira berpamitan pada Anton tidak lupa memberi pesan pada Aji untuk menjaga Ara dan menyuruhnya tidur terlebih dulu nanti malam. Menuju halte brt, Akira duduk di kursi yang sudah disediakan. Panas matahari begitu menyengat. Membuat Akira berkeringat, gadis itu mengipas-ngipaskan tangannya pada wajahnya. Sesampainya di rumah Samudra, Akira langsung masuk. Dan menemui pria itu. "Kau sudah datang rupanya," celetuk Samudra yang bertelanjang dada dengan tubuh yang basah. Sepertinya pria itu habis berenang. Batin Akira. Akira menunduk. "Ada perlu apa anda memanggil saya?" tanya Akira. "Tidak usah berbicara formal padaku, panggil aku Sam." Akira tergugup. "Ah, b-baiklah Sam." "Good girl! " ujar Samudra. "Duduklah, aku akan berganti pakaian setelah itu kita pergi," lanjutnya sebelum melesat pergi. ***** Sesampainya di salah butik terkenal di Semarang, keduanya turun. Akira sempat berpikir. Kenapa Samudra mengajaknya ke sini, ah mungkin menyuruhnya membantu memilih gaun untuk wanitanya. Batin Akira. "Selamat datang di Anastasia Boutique," sapa seorang wanita semampai dengan seragam berwarna biru. Samudra langsung masuk, sedangkan Akira tersenyum ramah. Sesaat, beberapa pekerja wanita melirik sinis ke arah Akira. Melihat penampilan Akira dari atas hingga bawah. Yang mungkin menurut mereka sangat kuno. "Pilihlah gaun yang kau suka," ujar Samudra dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Akira sedikit tergugup. "Eh." Samudra mendengus. "Cepat. Aku membelikan gaun untukmu, karena nanti malam kau akan ikut denganku." Bukannya memilih, Akira malah bertanya. "Ke mana?" "Diamlah, dan cepat memilih. Akira," desis Samudra membuat Akira gugup. Jantungnya berpacu lebih cepat, darahnya berdesir menghangat ketika mendengar Samudra menyebut namanya. Dengan cepat Akira bergegas dari tempatnya. Mencari gaun yang pantas untuk dipakai. Lalu pandangannya jatuh pada gaun perpaduan antara warna biru tua dan pink soft, tapi membuat Akira sedikit risih karena modelnya yang terbuka. Samudra tersenyum miring. "Seleramu bagus juga," ujarnya lalu menyuruh seorang karyawan wanita mengambil gaun perpaduan dua warna itu yang dipasang pada manekin. "Tapi itu terlalu terbuka," gumam Akira yang masih bisa di dengar Samudra. Samudra mengedikkan bahunya, memilih berjalan meninggalkan Akira dan menuju kasir untuk membayar. Setelah melakukan transaksi, Samudra melajukan mobilnya pulang ke rumah. Pria itu juga sudah menyiapkan semuanya, mulai yang akan merias wajah Akira serta menata rambut gadis itu. Samudra juga sudah menyiapkan tuxedo yang akan dipakainya. Jam lima sore, orang-orang yang akan merias wajah Akira dan menata rambutnya sudah datang. "Cepatlah bersihkan dirimu, karena orang-orang yang akan membantumu bersiap sudah datang," ujar Samudra datar. Akira mengangguk, lalu masuk ke dalam kamar yang ada kamar mandi dalamnya. Tak berselang lama untuk Akira membersihkan diri, tubuhnya tertutup dengan jubah mandi yang sudah disiapkan di dalam kamar mandi. "Mari Nona, kami akan membantumu bersiap," ujar seorang wanita bertubuh gempal tersenyum ramah. Akira membalas senyumannya. Lalu duduk di kursi menghadap kaca yang besar. Mereka lalu mulai mengerjakan tugasnya untuk merubah Akira menjadi gadis cantik. Wajah yang biasanya natural tanpa terpoles make up kini berubah. Rambut panjangnya yang lurus dicurly. Akira benar-benar berbeda sekarang. Tidak ada Akira dengan wajah polosnya. Karena sekarang gadis itu sudah menjadi Akira yang elegan dan sexy, ditambah gaunnya yang benar-benar membuat Akira risih karena terlalu terbuka. Dan penampilan Akira sangat menggoda sekarang. Mungkin nanti dirinya akan menjadi pusat perhatian. Apalagi bagi kaum Adam, hingga melupakan bahwa mereka memiliki istri dan anak yang menunggu di rumah. Samudra tak kalah tampan. Pria itu cukup memukau dengan tuxedo yang melekat pada tubuhnya. Bahkan pria itu terlihat gagah dan berwibawa. Rahangnya yang tegas dengan sedikit jambang membuatnya terkesan sexy. Samudra benar-benar bak dewa Yunani, membuat para wanita langsung bertekuk lutut padanya. Sambil menunggu Akira bersiap, Samudra duduk di sofa dengan pandangan yang sibuk melihat ke arah ponsel. Hingga ketukan suara high heels Akira yang bersentuhan pada lantai tidak terdengar di telinga pria itu. Akira berdiri di depan Samudra gugup. "Ehem," dehamnya memberanikan diri. Samudra yang mendengar langsung cepat-cepat mendongakkan kepalanya. Samudra dibuat kagum dengan penampilan Akira, membuatnya ingin segera menirkam gadis itu. Apalagi ditambah gaunnya yang berpotong dada rendah. Sial, Samudra menginginkannya. Merendam hasratnya, Samudra memejamkan matanya membuat Akira menaikkan sebelah alisnya bertanya-tanya, takut jika penampilannya ada yang salah. "Apa ada yang salah dengan penampilanku?" tanya Akira pelan. Samudra membuka matanya, lalu menggeleng. "Tidak. Kau cukup cantik malam ini." Mendengar kalimat yang dilontarkan Samudra, pria itu memujinya membuat Akira terkejut dengan pipi yang memerah karena malu. ***** Sesampainya di rumah berukuran besar, keduanya turun dari mobil. Rekan kerja Samudra mengadakan pesta di rumahnya merayakan lima tahun pernikahan. Dengan gagah, Samudra meraih tangan Akira, lalu meletakkan pada lengannya. Akira sempat diam, gugup. Samudra tau Akira sempat menahan napasnya. "Jangan gugup. Bernapaslah pelan-pelan, Akira." Akira mengikuti arahan Samudra, gadis itu menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. "Sudah siap?" Akira menoleh ke arah Samudra, tersenyum mengangguk. Lalu ketika langkah mereka memasuki ruangan besar yang sudah disulap menjadi mewah dan indah ternyata sudah banyak orang-orang yang berdatangan. Beberapa pasang mata dari pria-pria mata keranjang mencuri pandang ke arah Akira. Samudra mendengus, entah kenapa Samudra merasa kesal. Bagaimana tidak? Samudra melihat seorang pria menatap terang-terangan ke arah Akira padahal di sampingnya ada seorang wanita yang bergelanyut manja pada lengannya. Samudra menggelengkan kepalanya, heran. Membayangkan jika wanita itu mengetahui prianya sedang menatap gadis lain. "Apa gadis itu pacarmu, Sam?" tanya pria bertuxedo putih, dengan disampingnya seorang wanita cantik berdiri anggun dengan senyum yang ramah. Dapat dipastikan jika mereka adalah pasangan yang sedang merayakan lima tahun pernikahannya. Samudra terkekeh. "Akira kenalkan mereka Jason dan Gabriella, dan Jas, Gab ini Akira." Setelah ketiganya bersalaman. Samudra bersuara. "Jas kapan kau akan memberiku keponakan?" "Dan Sam, kapan kau akan menyusul kita," balas Gabriella membuat Samudra mendengus. "Kalian bahkan sudah tau alasanku untuk tidak menikah atau sekedar memiliki hubungan dengan wanita," jawab Samudra terkekeh. Jason menghela napasnya. "Ku harap kau cepat sadar Sam. Semua hanya masa lalu, tidak seharusnya membuatmu tidak mau menikah." "Aku hanya berharap kau bertemu dengan gadis yang akan menyadarkanmu, mungkin gadis yang di sampingmu boleh juga," sambung Gabriella dengan nada menggoda. "Sebaiknya kita pergi, di sini terlalu lama tidak baik untukmu, Akira," dengus Samudra yang dikekehi Jason dan Gabriella sedangkan Akira yang sejak tadi diam hanya mengikuti langkah Samudra yang menarik pelan tangannya.“Sam, berapa lama kamu akan pergi?” Akira menatap Samudra dengan sendu. Lagi-lagi, Samudra akan meninggalkannya dan Benua untuk beberapa hari ke depan karena ada pekerjaan yang mengharuskan Samudra ke sana.Apalagi, tempatnya sudah bukan satu negara dengannya. Karena Samudra lebih sering bolak-balik ke luar negeri untuk bisnisnya. Lalu untuk masalah di dalam negeri, masih Papa mertuanya, Samuel yang mengerjakan.“Seperti biasa, paling lama satu minggu.” Samudra berjalan menghampiri Akira, kedua tangannya terulur untuk mengusap pipi istrinya itu. “Apa kamu dan Benua ingin ikut denganku?”“Tidak, itu tidak perlu,” jawab Akira pelan. Meskipun ingin sekali ikut, tapi dia juga tidak bisa bersikap seenaknya seperti itu. Lagipula di sana Samudra bekerja bukan liburan atau bersenang-senang.“Apa kamu yakin tidak ingin ikut? Kamu tidak akan merindukanku?” tanya Samudra menaikkan sebelah alisnya, kedua tangannya masih berada di pipi Akira.“Jika kamu bertanya apakah aku akan merindukanmu atau t
Akira tidak menyangka jika kehidupan Samudra sama dengannya. Sama-sama ditinggal oleh ibu mereka ketika masih kecil dan alasannya bosan dengan kehidupan yang miskin. Akira masih diam, mendengar cerita Samudra dengan tenang tanpa berniat untuk memotong. "Ternyata om Shamir memiliki penyakit, hingga beberapa tahun yang lalu beliau menginginkan seseorang untuk meneruskan perusahaannya dan Ibu mengusulkan Ayah. Bahkan ketika Ibu mengusulkan Ayah, om Shamir tidak marah padahal beliau tau itu adalah mantan suami Ibu. Om Shamir juga merahasiakan semuanya. Hingga beliau menulis wasiat, jika Samira harus dinikahkan padaku.""Aku sangat terkejut, awalnya aku menolak tapi Ibu bilang setidaknya aku harus menghargai om Shamir semacam balas budi dan dengan bodohnya aku menurutinya. Padahal ketika itu Papa sudah menolak mentah, Papa bilang tidak apa jika aku tidak menerimanya. Kita bisa memulai dari awal, tapi yang aku pikirkan adalah benar kata Ibu, semua tentang balas budi mungkin dengan menerima
Pandangannya bahkan fokus menatap Samudra dari samping yang terlihat begitu menyayangi Benua. Sedangkan Samudra hanya berharap ini awal yang manis untuk kebahagiaan mereka.*****Hujan mengguyur kota Bogor di malam hari membuat hawa dingin begitu menusuk sampai ke tulang-tulang. Sesekali Akira mengusap lengannya yang tertutup oleh kardigan berwarna hitam, sesekali rambutnya yang digerai berkibar karena hembusan angin. Sudah satu minggu semenjak dirinya bertemu dengan Samudra, pria itu tidak pernah menampilkan batang hidungnya lagi. Akira mendesah kecewa ketika dirinya terbangun, dan tidak mendapati Samudra ada di kasur. Karena hanya ada dirinya dan Benua di sini sekarang. Ingatlah Akira jika dia memiliki Samira. Batinnya mengingatkan. Tapi matanya tidak sengaja melihat secarik kertas di atas nakas, dengan cepat Akira mengambilnya.Aku pulang, maaf tidak membangunkanmu. Besok aku akan menemuimu dan Benua lagi.—Samudra.Akira ingat betul, jika Samudra menuliskan di kertas jika besok ak
Samudra tersenyum samar. Bahkan air matanya tak terasa jatuh. Ia menemukannya. Mencengkeram stirnya kuat, Samudra memutuskan untuk mencari penginapan di sekitar sini dengan senyum yang tidak pernah luntur. Bahkan orang yang berada di lobi penginapan disapa oleh Samudra, padahal tidak saling mengenal."Mari Pak, Saya antar," ujar seorang laki-laki dengan seragam berwarna hitam.Samudra menggeleng, tersenyum ramah."Tidak usah, biar aku sendiri yang mencarinya.""Baik Pak, kamar Bapak ada di lantai tiga," ujar laki-laki itu yang diacungi jempol oleh Samudra.Sesampainya di kamar, Samudra langsung saja menaruh ranselnya asal dan melepas kemejanya, karena tubuhnya sudah terasa lengket dan bau. Di bawah guyuran air, Samudra memejamkan mata. Sedikit demi sedikit bebannya terangkat. Hanya saja ia harus menyusun rencananya. Menyiapkan semuanya karena Samudra juga berpikir jika Akira akan menolaknya, mengingat perlakuannya itu pasti wanitanya kecewa. Sangat. Pikiran Samudra beralih pada kejadi
Samudra melangkahkan kakinya menuju ruangannya, sesekali ia membalas sapaan para karyawan yang menyapanya. "Pagi Pak Samudra," sapa Hani—sekertarisnya.Samudra tersenyum, "Pagi juga Hani," balasnya sebelum mendorong pintu ruangannya. Entahlah, hari ini Samudra merasa lebih bersemangat dari sebelumnya. Karena Samudra merasa, ini adalah awal yang indah. Pintu terbuka, di sana Hani berdiri dengan membawa beberapa lembar kertas. "Pak, Saya hanya akan memberi tau agenda Bapak hari ini."Samudra mengangguk, mempersilahkan Hani untuk memulai."Hari ini bapak ada jadwal meeting dengan Pak Johan pukul sembilan, lalu setelahnya tidak ada agenda. Dilanjutkan lusa, bapak akan ke Bogor untuk menemui klien di sana." Terang Hani membuat Samudra mengangguk mengerti."Terima kasih Hani, kamu boleh pergi." Selepas kepergian Hani, Samudra memutuskan untuk bersiap menyiapkan keperluan untuk meetingnya. Mengecek sekali lagi jika semuanya sudah beres dan rapi.Hingga dua jam berlalu, meeting yang dilakukan
Sudah satu tahun sejak wanita itu pergi, Samudra terus mencarinya tanpa lelah apalagi ketika mengetahui Akira hamil dan malah mungkin sudah melahirkan. Jangan tanyakan hubungannya dengan Samira karena sampai sekarang pun masih terjalin baik. Samudra hanya merasa ayahnya menyembunyikan sesuatu padanya. Entahlah Samudra tidak tau. "Apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang Akira?" tanya Samira yang duduk di depannya.Sekarang mereka sedang berada di salah satu kafe, menghabiskan waktu istirahat siang bersama. Samudra menghela napasnya lelah, menggeleng. "Belum, seorang suruhanku juga belum menemukannya."Matanya menerawang, membayangkan Akira hamil besar lalu melahirkan anaknya dan mengurus sendiri tanpanya membuat matanya memanas. Samira mengusap bahu Samudra menguatkan. "Tenanglah Sam. Pasti Akira akan ditemukan.""Aku tidak yakin, aku sudah satu tahun mencarinya tapi wanita itu...." Samudra mengacak-acak rambutnya frustasi tidak melanjutkan kalimatnya."Percayalah Sam, pencarianmu