“Aku masih ingin menciummu.” Kedua tangan Jayden langsung memegang wajah Claire sebelum wanita itu bisa mendaratkan bibirnya pada bibir Jayden. Dia tidak bisa bermain lebih lama lagi atau dia akan meledak.
“I want you. Aku tidak bisa menahannya lagi,” Jayden menatap Claire dalam.
“Come with me,” suara Jayden lembut merayunya.
“Aku akan memuaskanmu bukan hanya dengan ciuman.” Claire melihat bibir Jayden. Ajakannya sangat menggoda, tubuhnya panas menginginkan lebih dari ciuman. Namun, bisakah dia melakukan one night stand?
“Kau menginginkannya.” Claire menghadapkan tubuhnya ke meja bar dan meminum tequila-nya. Mungkin ini terakhir kalinya dia bisa melakukan apa yang dia mau. One night stand? Itu bukan hal yang besar. Jika teman-temannya bisa melakukan itu, dia juga pasti bisa. Claire hendak minum lagi, tapi sadar gelasnya kosong. Dia mengambil vodka Jayden dan menegaknya habis.
“Aku menginginkannya.” Dua kata itu langsung membuat Jayden berdiri dan menarik Claire keluar dari club. Dia memanggil valet untuk mengambil mobilnya lalu membuka pintu mobil untuk Claire. Jayden membantu Claire untuk masuk ke mobil karena wanita itu hampir jatuh, tidak lupa dia memakaikan sabuk pengaman untuknya. Matanya bertatapan dengan Claire setelah memasang seatbelt. Wanita itu terlihat siap untuk melakukannya.
“Sebentar lagi.” Jayden mengecup Claire, lalu menutup pintu mobilnya.
***
Claire membuka matanya lalu menutupnya lagi. Kepalanya terasa berat, tubuhnya sakit terutama bagian intimnya. Dia membuka mata dan melihat ke samping, mendapati Jayden tidur dengan nyenyak. Kejadian panas semalam berputar di kepalanya. Claire melakukannya. Apakah dia menyesal? Jawabannya tidak. Mia pasti akan membuat perayaan jika dia tahu. Menurut Mia Claire menunggu terlalu lama melakukannya. Claire memandangi wajah Jayden lama. Kenapa dia mau melakukannya dengan Jayden? Claire tidak pernah sampai ke tahap itu dengan mantan-mantannya. Ini karena berita perjodohan. Batin Claire. Dia bangkit dan meringis kecil. Dia harus cepat keluar dari sini sebelum Jayden bangun. Claire berdiri, dia jatuh saat melangkahkan kakinya. Apa ini normal?
Dia melihat ke arah Jayden, menyalahkan pria itu atas kondisinya. Stamina Jayden tidak main-main sampai dia kesulitan melangkah. Claire mencoba berdiri. Dia berjalan tertatih menuju kamar mandi dan mendesah berat begitu berada di dalam. Jayden melepas semua yang melekat di tubuhnya di dekat pintu kamar hotel. Wanita itu dengan cepat menyelesaikan bisnisnya dan keluar dari kamar mandi. Dia melihat Jayden, memandang sebentar pria yang memberinya kenikmatan dunia lalu keluar dari kamar. Dia harus kembali ke kehidupannya.
Jayden membuka matanya saat merasa Claire sudah keluar dari kamar. Dia tersadar begitu mendengar ringisan Claire. Jayden tipe orang yang bisa bangun hanya dengan suara kecil, itu jika dia tidak mabuk berat atau sangat lelah. Dia tersenyum melihat Claire yang terduduk di lantai dan langsung menutup mata saat Claire menoleh ke arahnya. Itu hasil dari malam penuh gairah mereka. Sekarang Claire sudah pergi. Jayden menutup mata berniat melanjutkan tidurnya. Ini bagus. Tidak ada berpelukan saat tidur, tidak ada pagi di mana si wanita meminta nomor ponselnya agar mereka bisa mengulang malam fantastis mereka. Jayden tidak perlu memberitahu Claire aturan one night stand-nya. There’s no repeat. Wanita itu tahu di mana posisi mereka. Jayden kembali tidur setelah dia merentangkan tangannya di kasur yang masih hangat—jejak Claire yang tertinggal di tempat tidurnya.
****
Claire langsung pergi menuju kamarnya begitu tiba di rumah. Dia juga mengunci pintu kamarnya karena tidak mau berbicara dengan siapa pun. Claire masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri—menghilangkan sisa-sisa one night stand-nya. Dia keluar dari kamar mandi dengan bathrobe dan handuk rambut di kepalanya. Claire duduk di tepi tempat tidur dan berpikir. Dia bisa melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan seumur hidupnya, apakah dia bisa tidak mengikuti keinginan orang tuanya? Tentu bisa karena dia tahu apa yang terbaik untuk hidupnya. Keputusan Claire sudah bulat. Suara ketukan terdengar di pintu.
“Claire, ini Mama, Nak.” Claire mendesah berat. Dia benar-benar tidak mau bicara sekarang.
“Buka pintunya. Dengarkan penjelasan Mama,” Claire berdiri dan berjalan menuju pintu. Ibunya tersenyum begitu pintu terbuka.
“Niat kami baik, Sayang.” Ucap Nyonya Wilson begitu mereka duduk di sofa.
“Jika niat kalian baik, seharusnya kalian memberitahuku. Aku merasa,” Claire menengadahkan kepalanya. Matanya berair karena rencana keluarganya yang tidak dia ketahui.
“Kecewa.” Dia menghapus air matanya, tidak peduli ibunya melihat dia menangis.
“Aku akan melakukan apa pun yang kalian minta, tapi, jangan perjodohan,” Claire harap Nyonya Wilson mendengarkannya. Dengan begitu dia tidak perlu melawan orang tuanya.
“Apa yang kamu pikirkan tentang perjodohan, Claire?” Nyonya Wilson memegang tangan anaknya.
“Aku tidak mau melakukannya, apalagi setelah melihat Andrew. Aku membayangkan hidupku tidak bahagia jika menikah dengannya.”
“Kenapa kamu berkata begitu? Kamu belum mengenalnya,” Nyonya Wilson berharap Claire mengubah keputusannya. Sama seperti suaminya, dia juga berpikir Andrew akan memperlakukan Claire dengan baik.
“Aku bicara dengannya kemarin. Dia bicara denganku seolah sedang membicarakan kontrak kerja-sama. Dia tidak punya cinta di hatinya, Ma.” Ini membuat Nyonya Wilson terdiam. Sangat sulit membujuk Claire. Suami dan puterinya—salah satu dari mereka harus mengalah. Suaminya jelas tidak menyerah, Tuan Wilson masih mempertahankan perjodohan Claire dan Andrew. Jika Claire tetap bertahan dengan keputusannya, Nyonya Wilson tidak tahu apa yang akan terjadi.
“Kalian cuma ngobrol sebentar. Cobalah bertemu dengannya beberapa kali, Nak.”
“Kalian akan terus memaksaku ya?” Claire menggelengkan kepalanya tidak percaya.
“Aku tidak mau melakukannya, Ma. Tolong sampaikan itu pada Ayah.” Nyonya Wilson hanya bisa menatap puterinya. Claire dan Tuan Wilson sama-sama keras kepala. Sekarang Claire bahkan tidak mau bicara dengan ayahnya.
“Aku akan menginap di apartemen Alicia sampai Ayah membatalkan perjodohan itu.”
“Claire!” Nyonya Wilson terkejut mendengar penuturan Claire.
“Jangan seperti ini, Nak.”
“Aku melakukannya karena tidak mau berargumen dengan Ayah,” Claire belum memberitahu Alicia tentang rencananya. Yang penting dia keluar dari rumah dulu. Ini cara Claire untuk menghindari perjodohannya. Dia hanya ingin hidup bahagia.
“Aku tidak akan melakukan ini jika kalian tidak memaksaku.”
“Claire,” Claire menggelengkan kepalanya.
“Aku pikir Mama adalah orang yang paling memahamiku,” Nyonya Wilson melihat anaknya sedih. Dia sangat tahu seperti apa Claire.
“Kami hanya mengkhawatirkanmu. Kami ingin masa depanmu, kehidupanmu setelah menikah terjamin,” tatapan Nyonya Wilson memohon agar Claire mengerti. Apa yang mereka lakukan adalah untuk kebaikan Claire.
“Cinta bisa datang seiring waktu.” Lanjut Nyonya Wilson.
“I want to fall in love first,” Claire bersikukuh.
“Aku tidak akan mengubah keputusanku.” Claire berdiri.
“Jika tidak ada yang mau Mama bicarakan lagi, tolong biarkan aku sendiri. Aku harus mengemas pakaianku.” Ucap Claire lalu berjalan menuju walk in closet-nya. Nyonya Wilson melihat puterinya sedih, lalu keluar dari kamar Claire.
“Aku merasa buruk.” Kata Claire pada dirinya sendiri. Jika bisa, dia tidak mau melawan orang tuanya, apalagi setelah melihat ibunya sedih. Namun, Claire tidak mau menikah tanpa cinta. Seperti yang dia katakan sebelumnya, keputusan keluarganya yang membuat dia melawan. Semoga setelah dia pergi Tuan Wilson membatalkan perjodohannya dengan Andrew.
“Bagaimana menurutmu?” Jayden melihat Claire yang fokus melihat pertunjukan di depan mereka.“Apanya?” tanya Claire karena tidak mengerti apa yang pria itu tanyakan.“Tarian mereka,” Jayden melihat para penari hula yang meliukkan tubuhnya mengikuti irama musik dengan memakai bikini dan rok rumbai. Pertunjukan mereka menghipnotis para pengunjung bar tepi pantai. Namun, pemandangan itu biasa bagi Jayden.“Aku lebih suka melihatmu meliuk di atasku,” ucap Jayden lalu mengambil wiskinya dari meja.“Kau tidak serius,” balas Claire sambil tersenyum menggoda Jayden. Para penari itu memiliki tubuh yang seksi dan eksotis, mereka juga pandai menggerakkan pinggulnya. Jayden melirik Claire. Kalau saja pikirannya tidak terbagi, dia pasti melakukan sesuatu agar mereka hanya tinggal di rumah pantai saja dan tidak pergi ke mana-mana.“Apa aku pernah tidak serius jika menyangkut urusan ranjang?” Claire hanya bisa tertawa kecil. Ucapan Jayden benar. Pria Asia itu sampai membuat kesepakatan dengannya aga
“Bisa tolong oleskan tabir surya ke tubuhku?” ucap Claire pada Jayden yang sedang berbaring di kursi santai. Jayden merendahkan sunglasses-nya melihat Claire. Dia sudah mengoleskan tabir surya ke tubuh Claire sekitar satu jam lalu. “Katakan saja kau ingin aku terus menyentuhmu, Sayang. Tidak perlu membuat alasan.” Claire menoleh pada Jayden, mendapati pria itu dengan smirk di wajahnya. “Aku tidak mau kulitku terbakar.” Claire melemparkan botol tabir suryanya pada Jayden. Pria itu menggeleng kecil sambil tersenyum. Dia masih tidak percaya ucapan Claire. Pria itu bergerak dan menempatkan bokongnya di kursi santai Claire. Jayden menekan botol tabir surya, membuat gel itu jatuh ke tangan kirinya. Dia mengusapkan kedua tangannya lalu mulai mengoleskan tabir surya ke bahu Claire, leher—dia memberi pijatan di sana yang mendapat erangan nikmat dari wanita itu. “Tsk, tsk. Katakan saja kau menginginkan sentuhanku.” Claire memutar matanya mendengar ucapan Jayden. Mereka baru keluar dari rumah
“Nyonya,” suara Bibi Miller menghentikan Nyonya Wilson yang sedang menyemprot bunga.“Ada tamu. Tuan Andrew Collins datang berkunjung.”“Andrew?” suaranya bingung. Buat apa Andrew datang kemari? Nyonya Wilson meletakkan sprayer-nya lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Saat dia sampai di ruang tamu suaminya sudah mengobrol dengan Andrew. Wanita paruh baya itu mendekati mereka.“Andrew,” sapaan Nyonya Wilson membuat keduanya melihat beliau.“Irene,” Andrew menganggukkan kepalanya pada ibu Claire.“Kenapa kau datang kemari?” Ini hari Sabtu, suaminya tidak membawa urusan kantornya ke rumah saat weekend. Nyonya Wilson melihat suaminya. ‘Ini tidak ada hubungannya dengan Claire ‘kan?’ matanya bertanya. Tuan Wilson mengalihkan pandangannya pada Andrew. Dia kurang cepat membawa Andrew ke ruang kerjanya. Andrew datang untuk membicarakan perjodohannya dengan Claire lagi. Entah apa reaksi Nyonya Wilson jika dia tahu suaminya tidak benar-benar membereskan perjodohan Claire dengan Andrew.“Ada yang
“Apa yang kalian lakukan?!” Bentak Andrew saat orang-orang yang dia suruh mengikuti Jayden menjawab panggilannya. Emosi Andrew memuncak begitu melihat laporan yang dikirim suruhannya setengah jam lalu. Dia keluar dari ruang rapat dan melangkah lebar menuju ruang kerjanya. “Aku dengan jelas mengatakan orang itu tidak boleh bertemu dengan Claire!” Dia sedang berada di tengah rapat saat laporan itu masuk ke ponselnya. Andrew selalu membuat benda itu dalam mode senyap jika dia sedang rapat. “Apa yang kalian kerjakan, hah?!” Andrew menjatuhkan bokongnya ke kursi kerja. “Aku membayar mahal kalian, tapi apa? Kalian bahkan tidak bisa mengurus satu orang!” “Ma-maaf, Tuan.” Suaranya takut. “Kami tidak tahu jika tempat yang dia tuju adalah perusahaan Nona Claire bekerja. Saat sudah sampai, kami tidak yakin apakah kami boleh melukai orang itu.” Dia sudah menanyakan ini pada Andrew, tapi pria itu tidak membalas pesannya. Andrew memijit pelipisnya yang berdenyut. Kepalanya panas mendengar ucap
Claire menginap di hotel malam itu. Dia tidak mau pulang ke rumah atau menginap di kediaman teman-temannya. Mereka pasti bertanya dan dia tidak sanggup mendengar kata-kata mereka jika tahu apa yang sudah terjadi padanya. Claire langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur begitu masuk ke kamar hotel. Air matanya mengalir lagi tidak bisa dia bendung. Apa yang dia alami seperti rollercoaster. Emosinya dikuras seiring waktu dengan Jayden. Padahal hubungan Claire sebelumnya tidak serumit ini.Wanita itu tertawa miris. Tentu saja ini rumit karena apa yang dia lakukan dengan Jayden bukan hubungan. Momen Claire mengasihani dirinya terganggu oleh suara ponsel. Dia mengambil benda itu dan melihat nama Jayden di sana. Claire hanya menatapnya sampai benda itu berhenti berdering lalu notifikasi pesan muncul di ponsel Claire. Kenapa Jayden masih menghubunginya? Wanita itu membuka pesan Jayden.Jayden: Kau di mana? Ayo bicara lagi, Claire.Claire meletakkan ponselnya di kasur. Apa lagi yan
“Sial!” Jayden terduduk di tepi tempat tidur. Dia menyatukan tangannya. Ini semakin tidak terkendali. Jayden tidak mau menghabiskan waktunya bermain tarik-ulur emosi seperti ini. Sudah saatnya dia pergi. Itu yang harus Jayden lakukan. Namun, dia merasa berat. Jayden memulas wajahnya. Apa yang harus dia lakukan? Pasti ada sesuatu yang bisa membuat Claire tenang dan tidak membahas perasaan terus menerus. Kalau saja Claire tahu baru dia wanita pertama yang Jayden perlakukan seperti ini. Bisa melakukan seks dengan Jayden saja sudah seperti kemewahan, apalagi tinggal bersama. Jayden bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Dia pergi menuju lantai dua, pergi ke kamar yang Claire tempati sebelumnya. Namun, Claire tidak ada di sana. Jayden kembali ke lantai dasar, dia mengecek semua ruangan di sana. Dia pergi menuju kolam renang begitu tidak mendapati Claire di ruangan mana pun. Pintu menuju kolam renang terbuka. Ja