Share

Bab 5 Meninggalkan Rumah

“Aku masih ingin menciummu.” Kedua tangan Jayden langsung memegang wajah Claire sebelum wanita itu bisa mendaratkan bibirnya pada bibir Jayden. Dia tidak bisa bermain lebih lama lagi atau dia akan meledak.

I want you. Aku tidak bisa menahannya lagi,” Jayden menatap Claire dalam.

Come with me,” suara Jayden lembut merayunya.

“Aku akan memuaskanmu bukan hanya dengan ciuman.” Claire melihat bibir Jayden. Ajakannya sangat menggoda, tubuhnya panas menginginkan lebih dari ciuman. Namun, bisakah dia melakukan one night stand?

“Kau menginginkannya.” Claire menghadapkan tubuhnya ke meja bar dan meminum tequila-nya. Mungkin ini terakhir kalinya dia bisa melakukan apa yang dia mau. One night stand? Itu bukan hal yang besar. Jika teman-temannya bisa melakukan itu, dia juga pasti bisa. Claire hendak minum lagi, tapi sadar gelasnya kosong. Dia mengambil vodka Jayden dan menegaknya habis.

“Aku menginginkannya.” Dua kata itu langsung membuat Jayden berdiri dan menarik Claire keluar dari club. Dia memanggil valet untuk mengambil mobilnya lalu membuka pintu mobil untuk Claire. Jayden membantu Claire untuk masuk ke mobil karena wanita itu hampir jatuh, tidak lupa dia memakaikan sabuk pengaman untuknya. Matanya bertatapan dengan Claire setelah memasang seatbelt. Wanita itu terlihat siap untuk melakukannya.

“Sebentar lagi.” Jayden mengecup Claire, lalu menutup pintu mobilnya.

***

Claire membuka matanya lalu menutupnya lagi. Kepalanya terasa berat, tubuhnya sakit terutama bagian intimnya. Dia membuka mata dan melihat ke samping, mendapati Jayden tidur dengan nyenyak. Kejadian panas semalam berputar di kepalanya. Claire melakukannya. Apakah dia menyesal? Jawabannya tidak. Mia pasti akan membuat perayaan jika dia tahu. Menurut Mia Claire menunggu terlalu lama melakukannya. Claire memandangi wajah Jayden lama. Kenapa dia mau melakukannya dengan Jayden? Claire tidak pernah sampai ke tahap itu dengan mantan-mantannya. Ini karena berita perjodohan. Batin Claire. Dia bangkit dan meringis kecil. Dia harus cepat keluar dari sini sebelum Jayden bangun. Claire berdiri, dia jatuh saat melangkahkan kakinya. Apa ini normal?

Dia melihat ke arah Jayden, menyalahkan pria itu atas kondisinya. Stamina Jayden tidak main-main sampai dia kesulitan melangkah. Claire mencoba berdiri. Dia berjalan tertatih menuju kamar mandi dan mendesah berat begitu berada di dalam. Jayden melepas semua yang melekat di tubuhnya di dekat pintu kamar hotel. Wanita itu dengan cepat menyelesaikan bisnisnya dan keluar dari kamar mandi. Dia melihat Jayden, memandang sebentar pria yang memberinya kenikmatan dunia lalu keluar dari kamar. Dia harus kembali ke kehidupannya.

Jayden membuka matanya saat merasa Claire sudah keluar dari kamar. Dia tersadar begitu mendengar ringisan Claire. Jayden tipe orang yang bisa bangun hanya dengan suara kecil, itu jika dia tidak mabuk berat atau sangat lelah. Dia tersenyum melihat Claire yang terduduk di lantai dan langsung menutup mata saat Claire menoleh ke arahnya. Itu hasil dari malam penuh gairah mereka. Sekarang Claire sudah pergi. Jayden menutup mata berniat melanjutkan tidurnya. Ini bagus. Tidak ada berpelukan saat tidur, tidak ada pagi di mana si wanita meminta nomor ponselnya agar mereka bisa mengulang malam fantastis mereka. Jayden tidak perlu memberitahu Claire aturan one night stand-nya. There’s no repeat. Wanita itu tahu di mana posisi mereka. Jayden kembali tidur setelah dia merentangkan tangannya di kasur yang masih hangat—jejak Claire yang tertinggal di tempat tidurnya.

****

Claire langsung pergi menuju kamarnya begitu tiba di rumah. Dia juga mengunci pintu kamarnya karena tidak mau berbicara dengan siapa pun. Claire masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri—menghilangkan sisa-sisa one night stand-nya. Dia keluar dari kamar mandi dengan bathrobe dan handuk rambut di kepalanya. Claire duduk di tepi tempat tidur dan berpikir. Dia bisa melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan seumur hidupnya, apakah dia bisa tidak mengikuti keinginan orang tuanya? Tentu bisa karena dia tahu apa yang terbaik untuk hidupnya. Keputusan Claire sudah bulat. Suara ketukan terdengar di pintu.

“Claire, ini Mama, Nak.” Claire mendesah berat. Dia benar-benar tidak mau bicara sekarang.

“Buka pintunya. Dengarkan penjelasan Mama,” Claire berdiri dan berjalan menuju pintu. Ibunya tersenyum begitu pintu terbuka.

“Niat kami baik, Sayang.” Ucap Nyonya Wilson begitu mereka duduk di sofa.

“Jika niat kalian baik, seharusnya kalian memberitahuku. Aku merasa,” Claire menengadahkan kepalanya. Matanya berair karena rencana keluarganya yang tidak dia ketahui.

“Kecewa.” Dia menghapus air matanya, tidak peduli ibunya melihat dia menangis.

“Aku akan melakukan apa pun yang kalian minta, tapi, jangan perjodohan,” Claire harap Nyonya Wilson mendengarkannya. Dengan begitu dia tidak perlu melawan orang tuanya.

“Apa yang kamu pikirkan tentang perjodohan, Claire?” Nyonya Wilson memegang tangan anaknya.

“Aku tidak mau melakukannya, apalagi setelah melihat Andrew. Aku membayangkan hidupku tidak bahagia jika menikah dengannya.”

“Kenapa kamu berkata begitu? Kamu belum mengenalnya,” Nyonya Wilson berharap Claire mengubah keputusannya. Sama seperti suaminya, dia juga berpikir Andrew akan memperlakukan Claire dengan baik.

“Aku bicara dengannya kemarin. Dia bicara denganku seolah sedang membicarakan kontrak kerja-sama. Dia tidak punya cinta di hatinya, Ma.” Ini membuat Nyonya Wilson terdiam. Sangat sulit membujuk Claire. Suami dan puterinya—salah satu dari mereka harus mengalah. Suaminya jelas tidak menyerah, Tuan Wilson masih mempertahankan perjodohan Claire dan Andrew. Jika Claire tetap bertahan dengan keputusannya, Nyonya Wilson tidak tahu apa yang akan terjadi.

“Kalian cuma ngobrol sebentar. Cobalah bertemu dengannya beberapa kali, Nak.”

“Kalian akan terus memaksaku ya?” Claire menggelengkan kepalanya tidak percaya.

“Aku tidak mau melakukannya, Ma. Tolong sampaikan itu pada Ayah.” Nyonya Wilson hanya bisa menatap puterinya. Claire dan Tuan Wilson sama-sama keras kepala. Sekarang Claire bahkan tidak mau bicara dengan ayahnya.

“Aku akan menginap di apartemen Alicia sampai Ayah membatalkan perjodohan itu.”

“Claire!” Nyonya Wilson terkejut mendengar penuturan Claire.

“Jangan seperti ini, Nak.”

“Aku melakukannya karena tidak mau berargumen dengan Ayah,” Claire belum memberitahu Alicia tentang rencananya. Yang penting dia keluar dari rumah dulu. Ini cara Claire untuk menghindari perjodohannya. Dia hanya ingin hidup bahagia.

“Aku tidak akan melakukan ini jika kalian tidak memaksaku.”

“Claire,” Claire menggelengkan kepalanya.

“Aku pikir Mama adalah orang yang paling memahamiku,” Nyonya Wilson melihat anaknya sedih. Dia sangat tahu seperti apa Claire.

“Kami hanya mengkhawatirkanmu. Kami ingin masa depanmu, kehidupanmu setelah menikah terjamin,” tatapan Nyonya Wilson memohon agar Claire mengerti. Apa yang mereka  lakukan adalah untuk kebaikan Claire.

“Cinta bisa datang seiring waktu.” Lanjut Nyonya Wilson.

I want to fall in love first,” Claire bersikukuh.

“Aku tidak akan mengubah keputusanku.” Claire berdiri.

“Jika tidak ada yang mau Mama bicarakan lagi, tolong biarkan aku sendiri. Aku harus mengemas pakaianku.” Ucap Claire lalu berjalan menuju walk in closet-nya. Nyonya Wilson melihat puterinya sedih, lalu keluar dari kamar Claire.

“Aku merasa buruk.” Kata Claire pada dirinya sendiri. Jika bisa, dia tidak mau  melawan orang tuanya, apalagi setelah melihat ibunya sedih. Namun, Claire tidak mau menikah tanpa cinta. Seperti yang dia katakan sebelumnya, keputusan keluarganya yang membuat dia melawan. Semoga setelah dia pergi Tuan Wilson membatalkan perjodohannya dengan Andrew.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status