Claire masih diliputi kemarahan saat dia sampai di club.
“A shot of tequila, please.” Pesan Claire pada bartender. Dia meminta teman-temannya, Evelyn, Mia, dan Alicia untuk menemuinya di Paradise Club.
“Hari yang buruk?” bartender menyodorkan tequila pada Claire. Claire langsung meminumnya dalam sekali teguk.
“Isi terus sampai aku bilang berhenti.” Claire mengabaikan pertanyaan bartender. Dia tidak tahu apakah ayahnya membatalkan perjodohan dengan Andrew atau tidak. Dia bukan hanya marah, tapi, kecewa dan sedih. Ibunya, orang yang sangat dia sayangi tidak memberitahu Claire tentang maksud pertemuan makan malam bisnis ayahnya. Beliau malah menyuruhnya membeli dress yang cantik. Rasa terkhianatinya lebih parah dibandingkan dengan ayah dan kakaknya karena dia selalu cerita pada ibunya.
“Pelan-pelan. Kau bisa mabuk dalam waktu singkat jika minum seperti itu.” Si bartender memperingatkan Claire karena dia sudah empat kali mengisi gelas pelanggannya. Bartender itu meninggalkan Claire setelah mengisi gelasnya untuk melayani pelanggan lain.
“Kau terlihat ....” Mia tidak melanjutkan ucapannya begitu Claire melihatnya kesal. Dia duduk di sebelah kanan wanita itu.
“Ini pasti sangat buruk jika wajahmu ditekuk begitu,” Alicia mengambil tempat duduk di sebelah kiri Claire. Evelyn tidak bisa datang karena dia harus menghadiri acara keluarga tunangannya.
“Aku dijodohkan,” ujar Claire di saat teman-temannya memesan minuman.
“Apa?” Mia mendengar apa yang Claire katakan, tapi, berpikir dia salah dengar. Baru kemarin mereka lulus kuliah.
“Dia dijodohkan,” Alicia mengulangi ucapan Claire.
“Dengan siapa? Apa kami mengenalnya?” tanya Mia.
“Andrew Collins.” Kedua temannya beradu pandang. Tentu saja mereka tahu siapa Andrew Collins. Keduanya memiliki pikiran yang positif tentang Andrew.
“Lalu apa masalahnya? Kau mendapatkan jackpot,” Alicia berkomentar. Claire melihat Alicia jengah.
“Semua wanita di New York menginginkannya,” sambung Mia. Claire mendesah berat. Lima tahun berteman sepertinya mereka tidak mengenal sifat Claire.
“Aku tidak bermaksud apa pun, aku pasti menyerahkan diri padanya jika bertemu. He’s so yummy,” Claire memutar matanya. Mia adalah pemakan pria di antara mereka.
“Jadi, apa masalahnya?” tanya Alicia serius.
“Kalian tahu aku sedang tidak ingin menjalin hubungan saat ini apalagi menikah,”
“Jadi, ini bukan karena Andrew?” Claire menatap Mia karena pertanyaannya.
“Kau tahu, dari angin yang berhembus, dia di tim ‘pemain’.” Karena Claire orang yang romantis, Mia pikir ini yang membuat Claire tidak mau dijodohkan. Claire menghindari playboy.
“Label perjodohan saja sudah membuatku kesal. Ditambah lagi kata bisnis.”
“Jadi, kau menolak perjodohanmu?”
“Aku melakukannya, tapi, aku tidak tahu apakah ucapanku didengarkan atau tidak,” Alicia menyentuh bahu Claire, dia prihatin pada temannya.
“Jika bukan karena perjodohan kau mau berhubungan dengannya?”
“Kau ingin mencoba dengannya, Mia?” Claire melihat Mia bosan. Dia teman siapa? Mia terus saja membicarakan Andrew.
“Aku akan mengenalkan kalian,” mata Claire berbinar. Ini memberinya ide.
“Aku akan mengenalkanmu dengan Andrew. Mungkin saja perjodohan batal jika Andrew yang memintanya,” Claire tersenyum sumringah.
“Setelah dipikir-pikir, kalian akan cocok. Kalian memiliki pandangan yang sama tentang hubungan. Kalian sama-sama memikirkan keuntungan,” tambah Claire. Mia tidak menyukai hubungan yang ribet. Mungkin jika mereka berkenalan, Andrew dan Mia bisa membuat kesepakatan yang menguntungkan keduanya.
“Tidak, tidak. Aku tidak berniat untuk menikah,” Jawaban Mia membuat Claire muram.
“Jika kau tidak mau dijodohkan kabur saja, Claire.”
“Itu bukan saran yang bagus,” Alicia membalas ucapan Mia tidak setuju.
“Kabur adalah cara yang bagus untuk Claire menghindari perjodohannya,” Mia mempertahankan pendapatnya. Claire bisa pergi keluar negeri dan tinggal di sana sampai keluarganya tidak membahas tentang perjodohan. Mia merasa idenya sangat briliant.
“Jika bisa dibatalkan dengan cara yang baik, kenapa kita tidak melakukan itu?”
“Apa cara baiknya?” Mia menyuarakan pertanyaan Claire. Alicia diam dan berpikir.
“Aku rasa mengenalkan kekasih pada ayahmu bisa membatalkan perjodohan itu, Claire.”
“Itu juga bukan ide yang buruk,” sambung Mia.
“Tapi, aku jomblo.”
“Karena itu jangan berdiam diri dan mulai berburu!” Mia mengaitkan tangannya di lengan Claire, menarik wanita itu untuk berdiri.
“Let’s dance, girls!!”
“Ayo, Claire!” Ajak Alicia karena Claire terlihat enggan menuju lantai dansa.
“Kepalamu akan sakit jika terus memikirkan itu.” Claire meminum tequila yang ada di depannya lalu dengan rela ditarik Mia ke lantai dansa. Teman-temannya benar. Dia tidak perlu pusing memikirkan perjodohan. Ayahnya tidak mungkin tetap melanjutkan perjodohan itu setelah mendengar dia tidak setuju, kan? Tidak mungkin Tuan Wilson mengabaikan pendapatnya.
Claire mulai rileks begitu dia berada di lantai dansa. Alkohol mulai bekerja di tubuhnya. Dia menggerakkan tubuhnya mengikuti musik yang menggema di club itu. Semakin lama lantai dansa dipenuhi banyak orang. Semakin larut malam, orang-orang di lantai dansa menari dengan liar. Claire melihat sekelilingnya. Mia sudah menari dengan pria setelah lima menit mereka di lantai dansa. Dia mencari Alicia dan mendapati Alicia sedang menari tak jauh darinya sambil berbicara dengan pria, wajahnya merona. Sepertinya kedua teman Claire sudah mendapatkan pasangan mereka untuk malam ini.
Claire berjalan menuju bar melewati orang-orang yang menari. Mendapatkan pria di club adalah situasi yang biasa bagi Mia dan Alicia, jika pria itu beruntung mereka akan membawanya pulang. Akan tetapi, Claire tidak bisa melakukan itu. Claire kembali ke tempat duduknya dan memesan tequila lagi.
“Kau terlihat lebih baik,” ucap bartender meletakkan tequila di depan Claire. Claire tersenyum tipis karena pengamatan bartender itu benar.
“Itu karena menari dan musik,” Claire meminum tequila-nya.
“Keep them coming,” Claire menyuruh bartender untuk mengisi gelasnya jika kosong.
“Dan kau berencana untuk mabuk,” Claire tidak menyahut bartender. Entahlah, dia juga ingin lepas kendali.
“Tenang saja. Aku akan menjagamu.” Bartender itu mengedipkan mata kanannya pada Claire lalu pergi melayani pelanggan yang baru datang. Rayuannya tidak berpengaruh pada Claire. Wanita itu meminum tequila perlahan. Dia memikirkan saran kedua temannya. Saran Mia terdengar lebih baik daripada saran Alicia. Dia tidak punya kekasih sekarang. Dari latar belakang Andrew, dia yakin ayahnya menginginkan Claire menjalin hubungan dengan pebisnis. Orang yang selevel, begitu kata ayahnya. Sejauh ini, mantan-mantannya tidak ada yang berprofesi di bidang bisnis. Dia tidak memiliki semangat untuk mencari kekasih sekarang.
“Nikmati minumanmu. Malam masih panjang,” kata bartender sambil mengisi gelas Claire. Wanita itu langsung meminumnya. Claire melihat name tag bartender di depannya. Alan Davis. Ini hanya antisipasi jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Hati-hati. Sepertinya kau mulai mabuk.” Ujar Alan karena pipi Claire merona. Dia terlihat manis. Alan tidak menyuarakan pikirannya. Claire memutar tubuhnya melihat lantai dansa. Semoga saja teman-temannya tidak melupakan dia. Claire mulai merasakan efek minumannya lebih berat dari sebelumnya. Dia merasa tubuhnya ringan dan matanya mulai sayu. Claire melihat minumannya dengan pandangan yang kabur.
“Aku tidak punya solusi,” gumam Claire lalu meneguk habis minumannya. Alan melakukan pekerjaannya menuang tequila ke gelas Claire, saat itu seseorang duduk di sebelah Claire.
“Tambahkan apa pun yang dia pesan ke tagihanku.” Orang itu menyerahkan black credit card-nya pada Alan. Alan menerimanya dengan enggan. Dia punya saingan. Dari kartu kreditnya saja dia sudah kalah.
“Vodka untukku.” Pesan si pendatang baru. Claire melihat pria yang duduk di sebelahnya sambil menopang dagunya. Dia tersenyum dengan kesadaran yang sedikit. Di kondisinya yang setengah mabuk, dia menyukai apa yang dia lihat. Manik mata hitam, hidung yang mancung, garis rahang yang tegas, dan bibirnya yang terlihat penuh. Bagaimana rasanya dicium oleh bibir itu? Tanpa sadar Claire menjilat bibirnya.
“Wanita sepertimu tidak boleh dibiarkan sendiri di sini,” pria itu bersuara. Alan datang meletakkan segelas vodka, tagihan dan kartu kredit di depannya.
“Di mana penjagamu?” tanyanya setelah meminum vodka perlahan.
“Maksudmu?” balas Claire lalu mengambil gelasnya. Dia meniru bagaimana pria di sampingnya meminum vodka. Elegan dan meresapi rasa minuman itu. Claire benar-benar mabuk dengan paras pria di sebelahnya.
“Aku mencari di mana pacar atau suamimu,” Claire tersenyum tipis. Wah, dia tidak basa-basi.
“Jika aku bersuami?” pria itu mendapatkan jawabannya dari ucapan Claire. Dia single. Seharusnya dia tidak menempatkan kata jika dan nada tanya di akhir ucapannya.
“Aku akan melakukan apa pun yang kau inginkan,” jadi, dia pria yang tidak bermoral. Dia akan terus merayu sekalipun tahu orang yang dia rayu bersuami. Pria itu menggeser kursinya lebih dekat pada Claire. Dia meletakkan tangannya di meja bar, membuat tangan mereka bersentuhan.
“Namaku Jayden,” ucapnya sambil menatap Claire dan tatapan itu seperti menghipnotis Claire. Kenapa tatapannya terasa begitu dalam? Dia tahu apa tujuan orang-orang datang ke tempat seperti ini. Sebagian besar dari mereka mencari pasangan one night stand. Pria bernama Jayden ini termasuk dalam kategori yang mencari kepuasan tak terikat tersebut. Claire tersentak saat Jayden menyentuh tangannya.
“Claire,” dia tidak menarik tangannya yang sekarang digenggam Jayden.
“Kau datang dengan siapa?” pria itu mengelus punggung tangan Claire dengan ibu jarinya. Kenapa jantungnya berdesir? Claire melihat tangan Jayden lalu menatapnya.
“Dengan teman-temanku.”
“Jadi, kau bebas melakukan apa pun?” Aku bebas melakukan apa pun. Suara Claire dalam hati. Itu menjadi jawabannya. Dia akan melakukan apa pun yang dia mau. Saat Claire sibuk memikirkan apa yang dia mau, Jayden mendekatkan wajahnya dengan wajah Claire dan menciumnya. Dia hanya membiarkan bibirnya di sana. Jika Claire mendorongnya, Jayden akan berhenti dan mencari orang lain.
Claire terkejut melihat wajah Jayden yang begitu dekat dengannya. Belum ada perayu yang sefrontal ini padanya. Pria ini jelas tidak mau menunggu waktu lama untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Saat itu Claire tahu keputusannya. Dia memejamkan matanya dan mulai mengulum bibir Jayden lembut. Jika dia tidak bisa menghindari perjodohan yang diatur ayahnya, dia akan merasa puas karena melakukan sesuatu yang berbeda—sesuatu yang bukan karakternya. Untuk sekali, dia bertindak kompulsif.
Jayden menghentikan ciuman mereka. Dia menarik Claire di antara kedua pahanya, menempat satu tangannya di pinggang Claire dan yang lainnya di wajah wanita itu. Dia melanjutkan ciuman mereka dengan intensitas yang lebih keras dari sebelumnya. Dia sudah menginginkan wanita ini sejak di lift. Keberuntungan tidak pernah mengkhianatinya. Dia bertemu dengan Claire di sini. Claire mengerang begitu Jayden menggigit kecil bibir bawahnya. Jayden tidak bisa menahannya lagi. Dia ingin menyentuh Claire sekarang. Jayden berhenti mencium Claire. Dia sedikit menjauh saat wanita itu hendak menciumnya, membuat Claire mendesah kecewa.
“Ikut denganku.”
“Bagaimana menurutmu?” Jayden melihat Claire yang fokus melihat pertunjukan di depan mereka.“Apanya?” tanya Claire karena tidak mengerti apa yang pria itu tanyakan.“Tarian mereka,” Jayden melihat para penari hula yang meliukkan tubuhnya mengikuti irama musik dengan memakai bikini dan rok rumbai. Pertunjukan mereka menghipnotis para pengunjung bar tepi pantai. Namun, pemandangan itu biasa bagi Jayden.“Aku lebih suka melihatmu meliuk di atasku,” ucap Jayden lalu mengambil wiskinya dari meja.“Kau tidak serius,” balas Claire sambil tersenyum menggoda Jayden. Para penari itu memiliki tubuh yang seksi dan eksotis, mereka juga pandai menggerakkan pinggulnya. Jayden melirik Claire. Kalau saja pikirannya tidak terbagi, dia pasti melakukan sesuatu agar mereka hanya tinggal di rumah pantai saja dan tidak pergi ke mana-mana.“Apa aku pernah tidak serius jika menyangkut urusan ranjang?” Claire hanya bisa tertawa kecil. Ucapan Jayden benar. Pria Asia itu sampai membuat kesepakatan dengannya aga
“Bisa tolong oleskan tabir surya ke tubuhku?” ucap Claire pada Jayden yang sedang berbaring di kursi santai. Jayden merendahkan sunglasses-nya melihat Claire. Dia sudah mengoleskan tabir surya ke tubuh Claire sekitar satu jam lalu. “Katakan saja kau ingin aku terus menyentuhmu, Sayang. Tidak perlu membuat alasan.” Claire menoleh pada Jayden, mendapati pria itu dengan smirk di wajahnya. “Aku tidak mau kulitku terbakar.” Claire melemparkan botol tabir suryanya pada Jayden. Pria itu menggeleng kecil sambil tersenyum. Dia masih tidak percaya ucapan Claire. Pria itu bergerak dan menempatkan bokongnya di kursi santai Claire. Jayden menekan botol tabir surya, membuat gel itu jatuh ke tangan kirinya. Dia mengusapkan kedua tangannya lalu mulai mengoleskan tabir surya ke bahu Claire, leher—dia memberi pijatan di sana yang mendapat erangan nikmat dari wanita itu. “Tsk, tsk. Katakan saja kau menginginkan sentuhanku.” Claire memutar matanya mendengar ucapan Jayden. Mereka baru keluar dari rumah
“Nyonya,” suara Bibi Miller menghentikan Nyonya Wilson yang sedang menyemprot bunga.“Ada tamu. Tuan Andrew Collins datang berkunjung.”“Andrew?” suaranya bingung. Buat apa Andrew datang kemari? Nyonya Wilson meletakkan sprayer-nya lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Saat dia sampai di ruang tamu suaminya sudah mengobrol dengan Andrew. Wanita paruh baya itu mendekati mereka.“Andrew,” sapaan Nyonya Wilson membuat keduanya melihat beliau.“Irene,” Andrew menganggukkan kepalanya pada ibu Claire.“Kenapa kau datang kemari?” Ini hari Sabtu, suaminya tidak membawa urusan kantornya ke rumah saat weekend. Nyonya Wilson melihat suaminya. ‘Ini tidak ada hubungannya dengan Claire ‘kan?’ matanya bertanya. Tuan Wilson mengalihkan pandangannya pada Andrew. Dia kurang cepat membawa Andrew ke ruang kerjanya. Andrew datang untuk membicarakan perjodohannya dengan Claire lagi. Entah apa reaksi Nyonya Wilson jika dia tahu suaminya tidak benar-benar membereskan perjodohan Claire dengan Andrew.“Ada yang
“Apa yang kalian lakukan?!” Bentak Andrew saat orang-orang yang dia suruh mengikuti Jayden menjawab panggilannya. Emosi Andrew memuncak begitu melihat laporan yang dikirim suruhannya setengah jam lalu. Dia keluar dari ruang rapat dan melangkah lebar menuju ruang kerjanya. “Aku dengan jelas mengatakan orang itu tidak boleh bertemu dengan Claire!” Dia sedang berada di tengah rapat saat laporan itu masuk ke ponselnya. Andrew selalu membuat benda itu dalam mode senyap jika dia sedang rapat. “Apa yang kalian kerjakan, hah?!” Andrew menjatuhkan bokongnya ke kursi kerja. “Aku membayar mahal kalian, tapi apa? Kalian bahkan tidak bisa mengurus satu orang!” “Ma-maaf, Tuan.” Suaranya takut. “Kami tidak tahu jika tempat yang dia tuju adalah perusahaan Nona Claire bekerja. Saat sudah sampai, kami tidak yakin apakah kami boleh melukai orang itu.” Dia sudah menanyakan ini pada Andrew, tapi pria itu tidak membalas pesannya. Andrew memijit pelipisnya yang berdenyut. Kepalanya panas mendengar ucap
Claire menginap di hotel malam itu. Dia tidak mau pulang ke rumah atau menginap di kediaman teman-temannya. Mereka pasti bertanya dan dia tidak sanggup mendengar kata-kata mereka jika tahu apa yang sudah terjadi padanya. Claire langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur begitu masuk ke kamar hotel. Air matanya mengalir lagi tidak bisa dia bendung. Apa yang dia alami seperti rollercoaster. Emosinya dikuras seiring waktu dengan Jayden. Padahal hubungan Claire sebelumnya tidak serumit ini.Wanita itu tertawa miris. Tentu saja ini rumit karena apa yang dia lakukan dengan Jayden bukan hubungan. Momen Claire mengasihani dirinya terganggu oleh suara ponsel. Dia mengambil benda itu dan melihat nama Jayden di sana. Claire hanya menatapnya sampai benda itu berhenti berdering lalu notifikasi pesan muncul di ponsel Claire. Kenapa Jayden masih menghubunginya? Wanita itu membuka pesan Jayden.Jayden: Kau di mana? Ayo bicara lagi, Claire.Claire meletakkan ponselnya di kasur. Apa lagi yan
“Sial!” Jayden terduduk di tepi tempat tidur. Dia menyatukan tangannya. Ini semakin tidak terkendali. Jayden tidak mau menghabiskan waktunya bermain tarik-ulur emosi seperti ini. Sudah saatnya dia pergi. Itu yang harus Jayden lakukan. Namun, dia merasa berat. Jayden memulas wajahnya. Apa yang harus dia lakukan? Pasti ada sesuatu yang bisa membuat Claire tenang dan tidak membahas perasaan terus menerus. Kalau saja Claire tahu baru dia wanita pertama yang Jayden perlakukan seperti ini. Bisa melakukan seks dengan Jayden saja sudah seperti kemewahan, apalagi tinggal bersama. Jayden bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Dia pergi menuju lantai dua, pergi ke kamar yang Claire tempati sebelumnya. Namun, Claire tidak ada di sana. Jayden kembali ke lantai dasar, dia mengecek semua ruangan di sana. Dia pergi menuju kolam renang begitu tidak mendapati Claire di ruangan mana pun. Pintu menuju kolam renang terbuka. Ja
“Apa itu hal yang buruk?” Jayden tersenyum tipis. Itu hal yang buruk baginya, tapi Jayden tidak mau mengatakannya.“Tidak. Itu bagus.” Dia mengelus pipi Claire. Apa yang harus dia lakukan pada wanita ini?“Bisakah aku meminta sesuatu padamu?”“Selama aku bisa mengabulkannya, kau bisa minta apa saja.” Claire menyunggingkan senyumnya. Dia tidak begitu yakin Jayden bisa melakukannya. Namun, tidak ada salahnya mencoba.“Jika ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, bicarakan padaku, Jayden. Sekalipun itu tidak berkaitan denganku. Aku pasti mendengarkanmu.” Jayden menatap Claire lama. Apa Claire tidak tahu dia seperti ini karena wanita itu yang terkesan tidak terus terang padanya?“Aku juga bisa mengatakan hal yang sama padamu. Kau tidak jujur padaku.”“Aku sudah katakan dia hanya kenalanku. Aku tidak perlu bicara panjang lebar tentang Andrew karena memang aku tahu dia ha
Jayden merutuki dirinya dalam hati. Bagaimana bisa dia seceroboh ini? Dia selalu ingat untuk mengeluarkan batangnya jika melakukan seks tanpa kondom. This is so fuck up. Jayden meringis dalam hati. Wanita ini membuatnya kacau dan lepas kendali—Jayden tidak mengenali dirinya untuk beberapa saat. Dia mengeluarkan batangnya dari organ feminin Claire, membuat celana dalam Claire kembali pada tempatnya. Wanita itu merasakan basah di sana. Itu perpaduan cairan mereka. Entah kenapa Claire merasa semakin terhubung dengan Jayden. Wanita itu menggeleng kecil. Apa yang dia pikirkan? Ini hanya seks instan. Claire merapatkan pahanya begitu kakinya kembali berpijak. Pintu lift pribadi mereka sudah lama terbuka.“Kau masuk duluan. Aku akan membeli morning after pill,” ucap Jayden tanpa menatap Claire. Hanya karena bertemu dengan pria yang mungkin dekat dengan Claire dia jadi seperti ini. Dia merasa lemah.“Tidak apa-apa,” ucapan itu membuat Jayden melihat Claire. Apanya yang tidak apa-apa?
Oh, sial. Ini Lee Hyunjoo. Jayden juga memblokir nomor baru itu dan menghapus pesan Hyunjoo. Dia mencari kontak Donghyuk dan menghubunginya.“Hyunjoo menghubungimu?” tanya Jayden langsung begitu Donghyuk menjawab.“Iya. Aku sudah pernah bilang 'kan? Dia terus saja menghubungiku untuk menanyakanmu.”“Kau menjawabnya.” Suara Jayden rendah, padahal dia sudah mengingatkan Donghyuk untuk mengabaikan komunikasi dari Hyunjoo.“Apa lagi yang bisa kulakukan? Dia sudah seperti peneror.” Jayden menghembuskan napasnya kasar.“Blokir nomornya, Kak. Kau tidak memberi tahu di mana aku ‘kan?”“Tidak. Karena kupikir kau ingin menjauh darinya,” managernya benar. Dia sedang tidak ingin diganggu, apalagi oleh Hyunjoo—wanita yang bersikeras memiliki hubungan dengannya.“Aku tidak mau dia mengganggu liburanmu.”“Thanks, Kak.” Jayden bisa tenang sekarang.“Sebenarnya hubungan kalian seperti apa? Hyunjoo bilang kalian sudah kembali.” Jayden melihat Claire berjalan ke arahnya. Napasnya tercekat karena wanita