LOGINSontak Thea terdiam membisu. Bibirnya terkatup tapi terlihat bergetar. Padahal sebelumnya ia ingin bertanya soal asal usulnya ke Paman Sapto. Kini malah orangnya sendiri memberitahu dengan sengaja.“Kenapa diam saja? Apa kamu belum tahu, Thea?” Suara Paman Sapto menginterupsi lamunan Thea.Thea menggeleng dengan lesu. Ia sudah tahu soal dirinya bukan anak kandung ayah dan ibunya, tapi soal asal usulnya ia tidak tahu.“Kamu itu bukan anak kandung adikku. Itu sebabnya, kamu tidak berhak sepeserpun warisan miliknya. Paham kamu?”Tidak ada jawaban dari Thea, hanya kepalanya yang mengangguk. Dia sama sekali tidak mengharapkan warisan dari keluarga ayahnya. Kenapa pamannya malah membahas soal itu?“Apa kamu ingin tahu siapa ibu kandungmu, Thea?”Thea tercengang kaget. “Paman tahu soal itu?”Terdengar suara kekeh tawa dari seberang sana. Suaranya tidak enak di telinga dan Thea tidak suka.
“Apa!!!”Tangan Thea gemetaran saat membaca tulisan itu. Matanya mengerjap beberapa kali untuk memastikan kalimat yang ia baca tidak salah.“Ibu tidak bisa hamil. Ibu punya kelainan pada rahim. Namun, meski kamu bukan anak kandung kami. Ayah dan Ibu sangat menyayangimu, Thea.”Bibir Thea terkatup rapat usai membaca kalimat itu. Dadanya tiba-tiba bergemuruh hebat. Kalau dia bukan anak kandung ayah dan ibunya. Lalu dia anak siapa? Apa dia anak pungut yang diambil dari panti asuhan? Kenapa juga ibunya baru memberitahu tentang hal ini?“Maafkan Ibu, baru mengatakannya sekarang. Sebenarnya sudah lama ingin Ibu katakan, hanya saja menunggu momen yang tepat.”Thea terdiam, tubuhnya langsung lemas dan tergolek pasrah di kasur. Ia hanya diam membeku sambil menatap kosong ke depan. Sementara tangannya masih menggenggam erat surat tulisan tangan ibunya.Alvan yang baru saja keluar dari kamar mandi terlihat bingung me
Hampir jam makan siang saat Thea, Alvan dan keluarganya tiba di apartemen. Hari ini sengaja Thea izin tidak masuk kuliah, hal yang sama juga dilakukan Alvan.“Aku mau istirahat dulu,” ucap Thea begitu tiba di apartemen.Alvan hanya mengangguk. Semalaman Thea kurang tidur. Tidak hanya menangis karena bersedih, tapi banyak hal yang ia alami kemarin.“Iya, istirahatlah.”Thea tersenyum sambil berpamitan ke Widuri dan Emran. Selanjutnya ia sudah berjalan ke kamar. Tinggal Alvan bersama Widuri dan Emran di ruang tamu. Ketiganya terlihat duduk bercengkrama.“Jadi operasinya berhasil, tapi pasca operasi yang membuat Bu Aminah tidak bisa bertahan?” tanya Emran.Alvan mengangguk. “Iya, Yah. Kata dokter, begitu.”Widuri menghela napas sambil menyandarkan punggungnya ke sofa.“Kasihan sekali Thea. Dia sudah sebatang kara sekarang, Van. Kamu jangan sampai menyia-nyiakannya.”
“Ibu kenapa?” tanya Alvan.Thea tidak bisa menjawab, ia malah semakin sesenggukan. Alvan meletakkan barang bawaannya ke kursi dan berjalan masuk ruangan. Ia melihat beberapa orang tampak sibuk menangani Bu Aminah.Seorang perawat langsung menghalangi Alvan dan berniat mengusirnya keluar. Namun, Alvan bersikeras. Matanya langsung membeku saat menatap seseorang yang terbaring tak berdaya di atas brankar.Tidak hanya itu, Alvan melihat salah satu perawat sudah menutupi sekujur tubuhnya dengan selimut. Mata Alvan membola dengan beberapa buliran bening bertumpuk di sudutnya.“Bu Aminah ---”Suara Alvan tercekat tak bisa keluar, sementara bibirnya tampak bergetar.“Maaf, Tuan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin,” ujar salah seorang tim medis menghampiri Alvan.Pria tampan itu hanya membeku di posisinya sambil menatap fokus. Ia tidak menyangka akan secepat ini pertemuan dengan ibu mertuanya. Itu sebabn
“Ibu kenapa, Bi?” tanya Thea panik.“Sebelumnya ibumu sudah siuman, sempat membuka mata sebentar. Namun, tiba-tiba ia kembali drop. Sampai saat ini dokter masih melakukan pemeriksaan. Kalau bisa, kamu secepatnya ke sini.”Thea menganggukkan kepala. Tanpa menjawab lebih dulu, ia mengakhiri panggilan dan tergesa berjalan keluar gedung. Irma yang melihat reaksi Thea segera mengejarnya.“Thea, ada apa?”Thea menghentikan langkah dan menoleh ke Irma. Matanya sudah berkaca dan penuh buliran bening di sana.“Aku harus ke rumah sakit. Ibuku ---”Thea tidak melanjutkan kalimatnya, ia terlihat kacau dan hampir menangis. Irma hanya mengangguk sambil menatapnya dengan sendu.“Iya, pergilah. Aku nanti yang izinkan kuliahmu.”Thea mengangguk kemudian sudah berlalu pergi. Irma hanya diam sambil menatap punggung Thea yang semakin menjauh.“Semoga saja tidak terjadi apa-apa pada ibunya,” gumam Irma.Beberapa saat kemudian, Thea tiba di rumah sakit. Ada Bi Rina yang menyambutnya.“Bi, Ibu gimana?”“Dok
Alvan tercengang kaget dan spontan menginjak pedal rem. Ia terkejut dengan bunyi keras tadi. Ia pikir mobilnya yang menabrak, tetapi rupanya suara tersebut berasal dari belakang mobilnya.Alvan melihat sebuah mobil dari arah atas melaju dengan cepat hingga pindah jalur, berputar-putar dan menabrak pohon tepat di belakang mobil Alvan berada.“Ya Tuhan … ,” gumam Alvan sambil mengelus dadanya.Beberapa saat tadi, fokusnya teralihkan dan gara-gara kejadian ini ia kembali konsentrasi. Tak ayal beberapa mobil di belakang Alvan sudah berhenti. Kemacetan pun tak terelakan.Alvan menepikan mobil, bergegas turun untuk memberi pertolongan pertama. Dari jauh Alvan melihat ada dua penumpang di dalam mobil.Ia berlari mendekat dan terkejut saat melihat pengemudi mobil nahas itu.“Pak Siswoyo,” desis Alvan tertahan.Pengemudi itu tampak berlumuran darah, duduk tak bergerak di kursi kemudi. Di sampingnya terlihat seorang wanita paruh baya yang kondisinya hampir sama.Tangan Alvan terulur untuk memer







