Masuk“Alvan … “ cicit Thea lirih.
Sementara Ricky langsung berdiri. Menatap penuh amarah ke Alvan. Wajah pria manis itu merah padam. Tamparan Alvan memang sakit, tapi hatinya lebih sakit dari itu.
“Dari semalam aku sudah mengawasimu dan sekarang kamu mengganggunya lagi. Kamu pikir aku akan diam saja sekarang.”
Alvan berkata dengan dingin. Mata elangnya berkilatan penuh amarah seperti siap menerkam mangsa. Thea yang melihatnya jadi ketakutan. Ia tidak pernah melihat Alvan seperti ini.
“Jadi kamu mau melawanku, Anak Manja.”
Alvan tersenyum masam menatap Ricky dengan kesal. Kedudukannya sebagai anak bungsu di keluarganya selalu diindikasi sebagai anak manja. Padahal dia tidak seperti itu.
“Memang kamu mau dilawan seperti apa, Tuan Ricky Nugroho?”
Ricky mengernyitkan alis menatap Alvan dengan bingung.
“Terkejut aku mengenalmu? Siapa juga yang tidak mengenal Anda. Ricky Nugroho
Tergesa Thea bangkit dari pangkuan Alvan sambil merapikan dirinya. Ia sangat gugup dan berharap pemilik suara yang memanggil Alvan tidak mencurigainya.“Oh … ada Thea toh di sini,” ujar pemilik suara tersebut yang tak lain Leo.Thea terdiam, menatap Leo dengan tajam sambil berulang kali menelan saliva. Pria yang selalu mengenakan kacamata hitam ini tampak sedang memindai dirinya. Alvan yang melihatnya tidak suka dengan ulah Leo.“Ada perlu apa, Pak?” Suara Alvan serta merta membuyarkan keheningan itu.Leo tersenyum menyeringai menatap Alvan, kemudian ia berjalan mendekat dan duduk di kursi depan meja Alvan berada. Di sisi kanan Alvan terlihat Thea masih berdiri diam.“Apa dia akan di sini dan menguping pembicaraan kita, Pak?”Seketika mata Thea terbelalak mendengar ucapan Leo. Beberapa kali helaan napas dikeluarkan dengan kasar dari bibir Thea. Terlihat sekali jika wanita cantik ini sedang menahan a
“APA!!!?”Alvan tercengang kaget. Hanya dia dan Thea saja yang tahu soal status Thea dalam keluarganya. Mengapa kini gadis di depannya juga tahu? Apa dia salah satu teman dekat Thea atau jangan-jangan kerabatnya?Ina tersenyum meremas cekalan di lengan Alvan sambil menganggukkan kepala.Alvan segera tersadar dan menarik paksa tangannya membuat Ina tersenyum kecut.“Saya tidak bohong. Saya memang tahu siapa dia sebenarnya. Untuk itulah saya menemui Bapak di sini.”Alvan terdiam beberapa saat, matanya memandang penuh selidik. Ia tidak mengenal dengan baik gadis di depannya ini. Ia juga tidak tahu ada hubungan apa Ina dengan Thea. Alvan yakin jika gadis ini hanya memanfaatkannya saja.“Apa kamu tidak kerja hari ini?” Tiba-tiba Alvan bersuara dan mengalihkan topik pembicaraan.Ina tampak terkejut dan spontan menggeleng. Ia sengaja mengajukan izin hari ini agar bisa bertemu Alvan.“Apa karen
“Kamu ngomong sama siapa?” tanya Thea.Ia melihat Alvan sudah mengakhiri panggilannya dan terdiam sambil menyimpan ponselnya. Alvan menoleh melihat Thea tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya dan tampak memberi perhatian penuh.Helaan napas panjang keluar dari bibir Alvan, kemudian ia berjalan mendekat.“Entahlah, aku juga gak kenal banget. Belakangan ini ada seseorang yang selalu menghubungiku dan berkata banyak hal soal kamu.”Thea terperangah kaget. Matanya membola dengan tatapan penuh tanya. Alvan memperhatikan dengan saksama reaksinya. Ia tidak mau membuat Thea semakin khawatir. Sudah cukup masalah yang ia hadapi dan Alvan tidak mau menambahkannya.“Sudah, jangan dipikirkan. Itu pasti orang iseng,” imbuh Alvan.Sementara Thea hanya diam sambil menatap Alvan dengan penasaran. Inginnya ia bertanya lebih banyak, tapi Alvan sudah berlalu pergi lebih dulu.“Aku tunggu di bawah, ya!!!”
“Kamu sudah tahu?” tanya Erwin.Erika tersenyum penuh dengan kemenangan. Wajahnya semringah meski beberapa saat lalu sempat gelisah. Sedangkan Erwin kini yang terlihat gugup.“Itu juga sebabnya aku pindah ke sini.”Erwin terdiam, mengawasi Erika dengan sudut matanya. Banyak tanya yang ingin ia utarakan, tapi Erwin terlihat ragu. Hingga tiba-tiba Erika sendiri yang bersuara.“Selamanya aku akan selalu mencintainya, Win. Gak peduli bagaimanapun sikapnya padaku.”Erwin menghela napas sambil menyandarkan punggung ke sofa.“Bagaimana jika ternyata ada wanita lain? Apa kamu masih tetap menunggu?”Erika tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Selama belum ada ikatan resmi antara Alvan dan wanita itu, aku akan selalu menunggunya.”Erwin tidak bersuara, hanya jakunnya yang bergerak naik turun dengan teratur. Andai saja Erika tahu jika Alvan sudah menikah, pasti wanita ca
Thea terdiam, matanya mengerjap beberapa kali menatap pria tampan di depannya. Ia tidak tahu apa maksud Alvan ingin mengakhiri semua. Apa dia ingin menyudahi pernikahan siri ini dan menghempaskannya? Atau apa? Thea tidak tahu.“Aku ingin mempublish hubungan kita dan membuat semua orang tahu jika kita sudah menikah,” ucap Alvan kemudian.Sontak mata Thea membola mendengar ucapan Alvan.“Aku ingin menunjukkan ke semua orang jika kamu istriku dan aku suamimu. Sehingga tidak ada lagi yang mengganggu kita.”Thea membisu sambil beberapa kali menelan saliva. Tidak mungkin tanpa sebab Alvan tiba-tiba berkata seperti ini. Thea berpikir pasti ada yang mempengaruhi Alvan.“Apa ada yang sudah mengganggumu lagi? Itu sebabnya kamu mengajakku menginap di sini dan berkata soal hubungan kita. Benar, begitu?”Tidak ada jawaban dari Alvan. Ia hanya diam membisu sambil menundukkan kepala. Thea trenyuh menatapnya. Belakangan ini banyak sekali masalah yang menerpa mereka. Thea yakin salah satu dari itu mem
“SIAL!!!”Alvan meremas kartu nama itu dan langsung membuangnya ke lantai. Ia sangat kesal begitu tahu Erika malah mengikutinya dan ikut tinggal di apartemen yang sama.Tanpa banyak berpikir, Alvan langsung mengeluarkan ponsel dan terlihat melakukan panggilan. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya terdengar suara di seberang sana.“Ada yang bisa dibantu, Tuan?” tanya suara di seberang sana.Alvan mendengkus sambil menganggukkan kepala.“Ya. Pindahkan semua barangku dari apartemen ke studio sekarang juga!!!”Seseorang di seberang sana tampak terkejut. Tidak biasanya Alvan ingin menetap di studionya. Selain memilik apartemen sendiri, Alvan juga mempunyai sebuah studio yang berbentuk seperti ruko tiga lantai. Biasanya ia menempatkan hasil karyanya di sana sebelum dipamerkan atau dijual. Namun, kenapa kini malah meminta pemindahan barang-barang pribadi Alvan ke sana?“Bas, kamu dengar aku, gak?







