Share

Bertahan Hidup

Penulis: Caramelly
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-27 16:22:21

Malam itu Lizbeth mabuk. 

Entah berapa banyak muinuman yang ia tengak sembari duduk di bar, usai melihat kekasihnya bercumbu dengan kakak Lizbeth di suite bulan madu mereka. 

Puas minum, Lizbeth menari-nari dalam keadaan sempoyongan saat hendak meninggalkan bar. Banyak pria yang menggodanya–mungkin karena penampilan seksinya malam itu, jauh berbeda dengan Lizbeth yang biasanya terlihat cupu dan tidak menarik.

Sampai akhirnya, ia justru terjatuh dalam pelukan Lucien.

Sepasang mata pria itu menenggelamkannya, hingga keduanya berakhir menuruti gairah dan terlibat cinta satu malam.

Andai saja Lizbeth tahu Lucien akan menjadi atasannya, dia tak akan pernah membiarkan dirinya terlibat sejauh itu. Meniduri pria yang kini menjadi bosnya hanya menambah panjang daftar masalah dalam hidupnya.

Meski tak tahu pasti apa yang ada di benak Lucien, setidaknya saat ini dia masih memiliki pekerjaannya. Dengan begitu ia dapat bertahan. Lizbeth berniat untuk menjaga jarak, agar tidak menyinggungnya lagi. Serta berharap pria itu bisa melupakannya.

***

Pagi itu Angela melongo ketika melihat Lizbeth baru tiba di ruang loker.

"Gila, kupikir kamu nggak bakal balik lagi," ucapnya heran.

Lizbeth tidak menjawab, hanya menghela napas sembari menutup pintu loker. Ia hendak pergi saat Angela tiba-tiba mencekal tangannya.

"Kita kerja di perusahaan besar, Liz. Penampilan dan kecantikan itu penting." Wanita itu berkata pada Lizbeth. “Kalau kamu tidak bisa dandan, sini kubantu.”

Lizbeth tidak tahu alasan Angela merias Lizbeth hari itu, tapi ia tidak menolak. Mungkin rekannya itu iba lantaran Lizbeth tampak pucat, dengan kantong mata hitam dan mata lelah. 

Angela menata rambut Lizbeth dan memulas bibirnya dengan lipstik warna natural. Wanita itu tampak puas setelah selesai dengan itu semua.

"Kamu kelihatan jauh lebih segar. Nggak usah tampil jadul terus," ujar Angela dengan senyum puas.

Lizbeth tertegun, lalu ia menatap bayangannya di cermin. 

Rambutnya yang biasa ia ikat sembarangan kini tergerai, tapi tampak rapi dan tidak acak-acakan. Wajahnya tampak lebih hidup, tidak pucat. Riasannya mungkin tidak semewah yang Lizbeth pakai saat ke kelab malam itu, tapi ia menyukainya.

Ini lebih terasa seperti dirinya.

Sejak kecil, Lizbeth selalu tampil sederhana. Ia dilarang mengenakan gaun atau pakaian baru, karena ia tidak boleh tampil lebih cantik dari Valeria, saudaranya. Baju-bajunya adalah pakaian bekas, yang seringnya kebesaran dan kusam. Saat Lizbeth sudah bekerja dan punya uang sendiri pun, ia tidak boleh membeli pakaian cantik karena Valeria akan langsung menghancurkannya jika ia tahu.

Tidak ada yang membela. Ibu tirinya, Martha, selalu mengatainya. 

“Sayang sekali kalau pakaian mahal ini dipakai gadis jelek sepertimu. Nanti justru kelihatan murah.”

“Mau pakai riasan seperti apa juga kalau sudah jelek, pasti akan tetap kelihatan jelek, Liz.”

“Mukamu itu tidak pantas dipampangkan di muka umum.”

Itulah yang kerap kali diucapkan Martha. Sama seperti si ibu tiri, ayah Lizbeth pun tak pernah memihak Lizbeth, bahkan kerap kali menyebutnya pembohong dan pembangkang jika Lizbeth mengadu.

Entah sejak kapan Lizbeth kemudian memilih untuk diam dan menyimpan semuanya sendiri.

Ia pikir ia akan bahagia dengan Elmer, kekasihnya. Tapi pria itu justru menghancurkannya.

“Bukan salahku kalau aku lebih memilih Valeria, Liz,” kata Elmer waktu Lizbeth melihatnya mencumbu saudaranya. “Aku muak melihat wajahmu. Aku bahkan tidak yakin kamu bisa memuaskan kebutuhanku di ranjang seperti Val.”

“Jangan menyalahkanku,” imbuh Valeria kemudian. “Kamu sendiri yang tidak mampu mengurus diri, sampai kekasihmu tidak betah.”

Mengingat itu semua membuat dada Lizbeth sesak. 

"Lizbeth?" suara Angela membuyarkan lamunannya. "Kenapa kamu bengong?"

Lizbeth menggeleng dan tersenyum tipis. Ia harus fokus pada hidupnya yang sekarang dan terus maju.

Wanita itu kemudian berjalan menuju meja depan dan bersiap memulai hari kerjanya.

Ketika waktu menyambut kedatangan CEO tiba, seperti biasa seluruh staf keamanan dan resepsionis berdiri berjejer. Lizbeth menundukkan kepala saat Lucien melintas. Tatapan pria itu menelisik tajam sebelum akhirnya masuk ke dalam lift bersama sang asisten.

Begitu sosoknya menghilang, Lizbeth menghela napas berat. 

Ia kemudian pergi ke pantry, membuat teh untuk menenangkan hati dan pikirannya. Ia juga mengambil sepotong roti. Seusai menyisip teh, ia kembali ke meja dan duduk, menghadap layar komputer.

Telepon tiba-tiba berdering. Lizbeth mengangkatnya.

"Buatkan kopi untuk saya."

Mendengar suara Lucien, membuatnya tercekat. Sebelum sempat merespons, telepon sudah dimatikan sepihak. 

Lizbeth membeku untuk beberapa saat.

"Mau ke mana lagi?" tanya Angela saat Lizbeth berdiri.

"Pak Lucien minta dibuatkan kopi,” imbuh Lizbeth.

Angela mengernyit, seakan mengerti bahwa sesuatu sedang terjadi. Lizbeth pun beranjak. Karena lupa menanyakan jenis kopi yang dimaksud, ia membuatkan americano panas.

Begitu kopi siap, Lizbeth membawanya ke ruangan Lucien. Ia melihat pria itu tengah sibuk menandatangani dokumen. Kilian sempat meliriknya, tapi tidak mengatakan apapun. Sementara Lucien tak menunjukkan reaksi.

“Pak, kopinya?”

“Pegang dulu. Saya belum selesai,” titah Lucien. Pria itu menatapnya dengan pandangan dingin sepintas. “Keberatan?”

Lizbeth tediam. “... Tidak, Pak,” sahutnya kemudian.

Tiga puluh menit berlalu. Tangan Lizbeth terasa kaku dan kebas, tapi ia bertahan.

Lucien akhirnya menyelesaikan pekerjaannya dan menyeringai kecil melihat Lizbeth yang mulai kelelahan memegang kopi, bahkan kakinya mulai kesemutan.

"Kirim orang untuk mengecek lokasi," ucap Lucien pada sang asisten kemudian.

“Baik Pak,” ucap Kilian, lalu meninggalkan ruangan.

Lucien pun berdehem, tanpa menoleh ke arah Lizbeth. Saat Lizbeth bersiap meletakkan kopi yang diminta Lucien.

"Ganti kopinya," ucap Lucien tiba-tiba.

Lizbeth menatapnya kaget.

"Kamu mau kasih saya kopi dingin?" 

Mendengar nada bicara Lucien, Lizbeth hanya mengangguk dan pergi membuat kopi baru.

Namun, saat Lizbeth beniat meletakkan kopi di atas meja, suara Lucien kembali menginterupsi.

“Saya minta latte. Bukan Americano.”

Lizbeth memejamkan matanya sejenak, menahan emosinya yang mulai naik. 

"Buatkan yang benar."

“Baik, Pak.” Lizbeth mengangguk dan kembali ke pantry. 

Namun, saat Lizbeth kembali, Lucien menolaknya sekali lagi.

"Saya mau yang dari kafe di seberang."

Kini, Lizbeth tidak bisa menyangkal dirinya sendiri. Pria ini memang sengaja merundungnya.

Namun, sebagai pekerja yang baru saja selamat dari risiko pemecatan, Lizbeth melakukan semua perintah Lucien.

"Silakan, Pak." Lizbeth meletakkan latte yang ia beli dari kafe depan kantor di meja Lucien.

Namun, Lucien hanya melirik. Ia tak menyentuh minumannya.

Lizbeth mengambil langkah mundur. "Apabila tidak ada lagi, saya permisi, Pak."

Namun, Lucien tiba-tiba berdiri dan menarik tangan Lizbeth, pinggangnya diraih hingga tubuh mereka berbenturan. Lizbeth tertegun, menatap sepasang mata yang menatapnya dingin.

"Tolong lepaskan saya, Pak."

"Bagaimana kalau saya tidak mau?" bisik Lucien, wajahnya mendekat.

Tatapan intens itu membuat Lizbeth gugup. Ia cemas, Lucien akan melakukan hal yang tidak diinginkan.

"Kamu bilang akan melakukan apa pun agar tetap bekerja di sini. Sudah lupa?" bisik Lucien, suaranya rendah di telinga Lizbeth. "Sekarang saya akan beri tahu apa yang saya inginkan."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Harlina Lina
bagus ceritanya. dunia kantoran
goodnovel comment avatar
Riah Aja
sensasional abis pa lucien...️.. jadi gereget pingin tau halaman selanjutnya... ...
goodnovel comment avatar
Sri Astini
tolong lanjut kan di buka saya suka jalan ceritanya..tolong lah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   TAMAT

    Terima kasih untuk para pembaca yang selalu setia mengikuti kisah Lizbeth dan Lucien. Mohon maaf jika ada kekurangan dalam ceritanya. Akhirnya cerita ini tamat. Otor memiliki cerita baru berjudul. 'Dimanjakan Sentuhan Panas Adik Ipar.' mohon dukungannya dan semoga kalian suka. Terima kasih, sayang kalian semua.

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Kau Tetap Menyukaiku

    Mata Lucas melembut saat mendengar permohonan Lucien. Untuk sesaat ia menatap semua orang di sekitarnya. Lizbeth yang menatap penuh harap, Caspian dengan pandangan hangat yang nyaris pecah dalam tangis, dan Cameron yang masih menunduk menahan kesedihan di hatinya. Lucas menarik napas panjang, lalu mengangguk pelan. “Baiklah… Aku akan tetap di sini. Aku tidak akan pergi lagi.”Semua orang terlihat lega dengan keputusan Lucas. Lizbeth mengatupkan mulutnya, matanya basah. Lucien tersenyum—senyum yang jarang terlihat setenang itu. Caspian meraih Lucas untuk pelukan kedua, kali ini lebih erat, dan Cameron menundukkan kepala, bahunya gemetar menahan perasaan di hatinya.Lucas menatap Cameron. Cameron akhirnya melangkah, dia meraih Lucas dan memeluknya sangat erat.“Maaf! Hanya itu yang bisa aku katakan padamu saat ini. Aku bersalah, termasuk pada ibumu.”“Aku sudah memaafkanmu. Jika aku belum memaafkanmu, aku tidak akan ada di sini hari ini. Aku tahu selama ini kamu mencari ibuku. Aku akan

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Sedang Memohon

    Edwina menggigit bibirnya, jari-jarinya terus menggenggam ponsel erat. Tidak lama, balasan dari Lucien muncul beberapa detik setelah foto dan videonya terkirim. [Tenanglah. Jangan panik. Dad hanya sedang melewati masa sulit di hatinya. Jika kondisinya memburuk, hubungi dokter atau siapa pun yang bisa menemaninya. Aku akan mengurus sisanya. Tolong tetap di sisinya.]Edwina menghela napas, matanya berkaca-kaca. Ia menoleh ke arah Cameron yang terhuyung-huyung ke dapur, mencari botol lain. Suara gelas pecah terdengar saat botol tergelincir. Edwina hampir menangis, tapi ia mengingat kata-kata Lucien. Ia berjalan mendekat, meraih pundak ayahnya. “Daddy— cukup,” bisiknya. Tapi Cameron hanya menatap kosong ke depan.Edwina memutuskan untuk duduk di lantai bersandar ke dinding, menjaga jarak agar tidak memancing kemarahan Cameron. Dalam hatinya, ia berdoa agar masa sulit ini segera berakhir. Dan dua minggu berikutnya, Victoria akhirnya terbang ke London untuk menemani suaminya. Sementara

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Orang Sepertiku Tidak Pantas Kau Sukai

    Malam senakin pekat. Namun, cahaya dari lampu-lampu di teras villa membuat suasana terasa hangat. Gelas-gelas wine telah setengah kosong. Musik lembut mengalun dari speaker kecil di pojok teras—lagu yang tak terlalu keras, cukup untuk menemani gelak tawa yang sesekali pecah.Lucien bangkit, mengambil sehelai kain selendang hangat dan menyelimutkannya di bahu Lizbeth. Udara laut mulai menusuk kulit.“Jangan membiarkan dirimu kedinginan. Angin malam sangat jahat sayang.”Lizbeth menoleh dari samping, mata mereka bertemu. Dalam sekejap, waktu seperti berhenti. Bibir Lizbeth bergerak mendekat, menyentuh bibir Lucien dengan ciuman hangat yang penuh kasih. Keduanya saling berciuman dengan penuh cinta, lalu melepaskannya dengan sebuah senyuman hangat.Grace yang berdiri tak jauh dari mereka, Grace berjalan mendekati balkon, jemarinya menyentuh pagar kaca yang dingin. Kilian bergerak mendekatinya, berdiri di sisinya.Jason duduk di samping Caspian di meja panjang, mengamati mereka sambil ters

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Kembalinya Sang CEO

    Pagi itu langit tampak cerah. Mobil mewah menepi di halaman gedung tinggi milik Kingsley. Suasana kantor terasa lebih hidup dari biasanya. Pagi itu, seperti biasanya mereka yang bekerja untuk Lucien berdiri di depan pintu menyambutnya. Namun, kali ini mereka tidak menunduk. Mereka menatap Lucien dan Lizbeth penuh haru.Lizbeth dan Lucien berjalan berdampingan memasuki lobi. Tangannya saling menggenggam erat. “Selamat datang,” ucap para staf yang berdiri.Lucien tersenyum hangat kepada mereka. “Terima kasih.”“Kami tahu Bapak tidak bersalah.”Lucien dan Lizbeth tersenyum. Di depan sana Kilian memandang lurus ke depan, ada rasa haru di hatinya. Matanya berbinar menahan air mata. Para karyawan yang berpapasan berhenti sejenak, menatap keduanya dengan rasa hormat.Kilian menunduk kepada Lucien. “Selamat datang kembali, Pak.” Lalu dengan cepat dia menekan lift. Lizbeth dan Lucien serta Kilian masuk ke dalam lift bersamaan. Setelah beberapa saat mereka keluar dari lift dan menuju ruang ra

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Raja Mafia

    Setelah itu mereka masuk ke dalam.Namun, mereka tidak tidur begitu saja. Lucien pergi mandi, sedangkan Lizbeth membaca buku. Lampu kamar memancarkan cahaya lembut, Lizbeth duduk di pinggir tempat tidur menutup buku yang dibacanya. Lucien keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah. Ia yang sudah memakai pakaian, mendekat dan duduk di samping Lizbeth, memandang wajah istrinya yang masih menyisakan bekas air mata.“Sayang,” suara Lucien pelan, “kamu sudah memikirkan rencana untuk tahun depan?” tanya Lucien tiba-tiba.Lizbeth mengangkat kepalanya perlahan, menatap Lucien. Ada lelah di matanya. “Belum sepenuhnya,” jawabnya. “Aku bahkan belum bisa memikirkan hari esok tanpa merasa bersalah karena Lucas. Jujur saja aku masih memikirkan dia.”Lucien menyentuh punggung tangan sang istri.“Lucas sudah menunjukmu sebagai CEO utama. Itu keputusan yang tidak main-main.” Ia menghela napas. “Dia tidak mengizinkan aku memimpin lagi. Dan aku bersyukur. Pada akhirnya kamu yang menjadi CEO. Aku tahu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status