Share

Diusir Dari Rumah

Author: Caramelly
last update Last Updated: 2025-03-26 12:33:00

Lizbeth baru saja kembali ke sebuah resor di tepi pantai di New York, tempat yang seharusnya menjadi saksi hari bahagianya. Namun, semua rencana pernikahan itu berantakan. Hatinya masih terasa perih setelah memergoki Elmer, pria yang akan menikahinya, berselingkuh dengan kakak tirinya, Valeria.

Begitu memasuki kamar hotel tempat keluarganya menginap, Lizbeth dikejutkan oleh pemandangan yang tidak biasa. Martha, ibu tirinya, tengah mengobrak-abrik isi kamar bersama seorang asisten pribadi. Pakaian Lizbeth berserakan di mana-mana.

Melihat kehadiran Lizbeth, Martha menoleh dan tersenyum miring, lalu mengulurkan tangannya. “Berikan cincin pernikahan itu. Pernikahan Valeria dan Elmer hari ini harus sempurna. Tak boleh ada cela.”

Lizbeth menggenggam erat tasnya, tubuhnya menegang, ketakutan menyergap saat Martha mulai melangkah mendekat. Tanpa peringatan, Martha merebut tas itu dengan kasar, mengeluarkan seluruh isinya, lalu mengaduk-aduk dengan geram. Dan tidak menemukan apa yang dicarinya.

“Mana cincinnya?!” bentaknya, matanya menyala marah.

“Aku… aku sudah menjualnya,” jawab Lizbeth pelan, sambil mundur.

Mendengar itu, Martha naik vitam. Martha yang dibantu asistennya langsung menarik Lizbeth ke kamar mandi. Lizbeth meronta-ronta saat tangannya ditarik paksa.

“Lepaskan aku!” rintihnya.

Kepalanya dicelupkan ke dalam bathtub yang berisikan air hangat. Ia berjuang keras mendapatkan udara, sementara tubuhnya menggigil karena rasa takut dan dingin. Asisten Martha menariknya keluar, lalu menjambak rambutnya.

“Katakan di mana cincinnya?!” suara Martha menggema penuh amarah. “Katakan!”

“Aku tidak berbohong, cincinnya sudah tidak ada padaku… aku sudah menjualnya… tolong…” isaknya.

Lizbeth mulai berderai air mata, menahan rasa sakit.

Martha semakin murka. Di waktu yang sama Valeria yang sudah memakai gaun pengantin masuk  ke dalam seraya bertanya.”Mom, cincinnya sudah ketemu belum?”

“Dia sudah menjualnya!” sahut Martha, penuh kemarahan.

Valeria mendengus marah, lalu  menghampiri Lizbeth dan menampar pipi Lizbeth dengan keras. “Kamu sengaja, ya?? Kau pikir kalau aku tak punya cincin, aku tak bisa menikahinya? Dasar jalang! Kau tak akan pernah bisa menyaingiku.”

Lizbeth menahan sakit, air mata membasahi wajahnya. “Kau yang merebut Elmer dariku… Kenapa, Valeria? Aku sudah mengalah dalam segala hal… aku bahkan menghormatimu sebagai kakakku.”

Valeria tersenyum sinis. “Itu salahmu. Lihat dirimu. Jelek, cupu. Tak heran Elmer lebih memilih aku. Kau sudah melihat sendiri bagaimana dia menikmati kebersamaan kami di ranjang, bukan?”

Lizbeth terisak, hatinya terasa ditusuk oleh ribuan jarum tak kasat mata. Saat itu, suara Elmer terdengar dari luar.

“Sayang, aku sudah menemukan cincinnya!”

Valeria pun pergi. Lizbeth yang mencoba bergerak, kembali dicekal oleh asisten Martha. Sebelum melangkah keluar, Valeria menatapnya dengan jijik. “Kau bukan siapa-siapa. Elmer memilihku.”

“Tinggalkan tempat ini sekarang juga!” hardik Martha, matanya melotot marah. “Jangan biarkan aku melihat wajah jelekmu mu lagi!”

Lizbeth jatuh terduduk, menggigil, lalu menangis tanpa suara. Sejak kecil dia tak pernah berani melawan Martha. Perlawanan hanya akan berujung pada siksaan yang lebih menyakitkan.

Hari itu juga Lizbeth memutuskan terbang ke Los Angeles. Sore harinya, ia tiba di rumah yang dulu pernah menjadi tempat penuh kehangatan. Saat memasuki ruangan utama di dalam rumah, Lizbeth melihat dua pelayan dengan ekspresi dingin. Serta dua koper miliknya sudah disiapkan.

Kenapa koperku di sini?” tanyanya heran.

“Tinggalkan rumah ini sekarang juga,” ucap salah satu pelayan sambil menendang koper itu ke arahnya.

Lizbeth terpaku. Ia diusir dari rumah tempat ia lahir dan tumbuh besar  di sini, kini tidak boleh lagi ditinggalinya.

“Cepat pergi, sebelum kami panggil keamanan!” ancam pelayan lainnya.

Keduanya mendorong tubuh Lizbeth hingga terjatuh ke lantai. Ia hanya bisa memandang rumah itu dalam diam. Rumah yang kini sepenuhnya dikuasai oleh Martha.

Dulu, Lizbeth menjalani masa kecil yang bahagia bersama ibu dan ayahnya. Namun segalanya berubah sejak ibunya meninggal. Tak lama, Mateo, ayahnya menikahi Martha, sekretarisnya sendiri, dan membawa serta Valeria. Sejak itulah hidup Lizbeth berubah drastis. Dari gadis kecil yang penuh cinta, menjadi seorang tahanan di rumahnya sendiri.

Penderitaan Lizbeth semakin bertambah, saat Martha melahirkan anak perempuan dan satu anak lelaki, yang digadang-gadang akan menjadi penerus ayahnya! Sejak saat itu, Mateo seolah melupakan Lizbeth. Bahkan di saat Lizbeth  mendapatkan penyiksaan dari istrinya. Sang ayah hanya membisu.

Dia bertahan demi biaya kuliah, berharap suatu hari bisa hidup mandiri. Dan setelah bekerja dan punya penghasilan sendiri, Lizbeth ingin lepas dari neraka ini.

‘Kenapa aku sesedih ini, bukannya ini  yang aku mau keluar dari rumah yang sudah seperti neraka ini? Hatiku sangat sakit. Jika Mommy masih ada, apa hidupku tidak akan seburuk ini?’

“Nona.” Suara itu terdengar memanggilnya.

Dilihatnya seorang pelayan paruh baya yang berjalan tergesa mendekatinya. Lizbeth menoleh, menatap wajah yang dulu sering memberinya pelukan diam-diam saat ia menangis.

“Non Lilibeth,” sapanya seraya meraih kedua tangan Lizbeth.

Mora mengepalkan sebuah kalung bunga mungil yang terbungkus lapisan kristal, bunga itu terdapat di dalam sebuah liontin berwarna pink dan indah. Air matanya seketika tumpah.

“Kalung ini — aku pikir sudah hilang ....”

“Hari itu saya yang mengambilnya dari tempat Nyonya. Kalung ini adalah satu-satunya peninggalan mendiang Nyonya pertama. Kalung yang paling tidak disukai oleh Tuan.”

Lizbeth menggenggam kalung itu erat, lalu memeluk Mora penuh haru. “Terima kasih, Mora … tapi sebaiknya kamu tidak terlalu lama bicara denganku. Jika mereka tahu, kamu bisa dalam masalah.”

Mora mengangguk dengan mata berkaca-kaca.

Dengan langkah berat, Lizbeth pergi meninggalkan rumah yang pernah ia cintai. Ia menatap ke belakang untuk terakhir kali.

‘Pada akhirnya, aku benar-benar disingkirkan dari rumahku sendiri.’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Mengakhiri Kesepian dan Penderitaan

    artha bergegas masuk ke dalam lift dan menemui suaminya di ruang kerja. Wajahnya cemas, ia berjalan cepat menyusuri koridor, usai keluar dari lift. Martha masuk, tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Ia melihat Mateo sedang meneguk whiskey. Martha tahu sesuatu telah terjadi antara mereka. Mateo menatap Martha yang masih berdiri diambang pintu.“Ada apa, kau ke sini?”Martha tersenyum lembut. “Aku baru pulang dari pertemuan. Barusan aku bertemu dengan —”“Berhenti,” potong Mateo cepat. Nada bicaranya membuat Martha diam sejenak. “Aku tidak ingin dengar siapa pun yang berhubungan dengan Kingsley saat ini.”Martha mengangguk pelan. Ia tahu saat ini tidak bisa mengorek informasi apapaun. Ia masuk, duduk di sofa. Matanya mengamati Mateo yang kini kembali meneguk whiskey. Satu tegukan panjang, lalu tarikan napas berat menyusul.Setelah sekian lamanya, Martha baru melihat lagi ekspresi Mateo seperti ini. Kesedihan, rasa bersalah. Serta perasaan yang bercampur aduk.“Ada masalah?” Martha bertanya

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Lucien Harus Mundur

    Caspian memejamkan matanya sesaat, ia menarik napas yang terasa berat. Lalu menghembuskannya secara perlahan. Tangannya mengepal erat, Cameron dan Samantha mengamatinya.“ … jika, dia darah dagingku— maka Lucien harus mundur dari posisinya sebagai pewaris.” Caspian membuka matanya dan menatap tajam Samantha dan Cameron secara bergantian. Kilian yang mendengar itu terkejut. “Aku akan mengambil alih kembali kekuasaanku, di Kingsley. Lucas, mungkin sulit mendapatkannya. Namun, Lizbeth adalah putriku.”Samantha menghela napas berat, ia menggeleng pelan. Bahkan Cameron sama sekali tidak berkutik. Caspian tersenyum miring kepada adiknya.“Kau hanya meminjam kekuasaanku, Cameron. Mom, harusnya kau memberitahunya sejak awal. Aku akan melakukan tes DNA, dan memastikan secara langsung bahwa Lizbeth adalah putriku. Jika semua itu terbukti, maka apa yang kalian lakukan selama ini jelas. Nama, ingin menyingkirkan Lizbeth dari Lucien, ck!”Saat itu juga Caspian melangkah pergi meninggalkan mansion.

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Kau Bisa Menerimanya?

    Tawa Caspian menggema di dalam ruangan, keras, penuh ejekan, dan jelas bukan karena dia sedang terhibur. Tawanya menampar satu per satu orang di sana. Tidak ada satu pun yang tertawa bersamanya. Hanya wajah-wajah tegang yang saling memandang dalam diam.“Kingsley benar-benar jatuh kali ini!” ejek Caspian keras, ia mengangkat tangannya ke udara. “Lucien, kamu meniduri adikmu sendiri!”Suasana seketika membeku. Lizbeth menatap Lucien dengan mata basah. Butiran air mata jatuh satu per satu, membasahi pipinya yang pucat. Ruangan itu seakan membeku. Semua diam, dan seolah waktu berhenti.Lucien tidak bergerak, tapi rahangnya mengeras. Genggaman tangannya mengepal kuat hingga buku-bukunya memutih. Tatapannya tak lepas dari Caspian, tapi pikirannya mengarah ke Lizbeth. Hatinya bergemuruh. Bukan karena malu atau bersalah, tapi karena marah. Karena perempuan yang dicintainya dipermalukan di hadapan keluarganya.Caspian melangkah maju, sorot matanya tajam seperti pisau, lalu menatap ibunya. Eje

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Aib dan Hancurnya Kingsley

    Kedatangan Caspian tidak membuat Lucien tegang sama sekali. Lucien menghampiri Lizbeth yang kini sedang duduk di depan meja riasnya. Lucien menatap kalung yang akan dikenakan oleh Lizbeth. Namun, merasa kalung itu kurang cocok.“Seingatku kamu memiliki kalung peninggalan. Pakai saja kalung itu, lebih cantik.”Lizbeth menatap Lucien. “Maksudmu kalung peninggalan ibuku?”Lucien mengangguk pelan. “Kalung peninggalan ibumu, adalah salah satu kalung terindah yang ada di dunia ini. Bukan kalung biasa.”Lizbeth terkejut, dia tidak pernah tahu mengenai kalung ini. Baginya ini hanyalah peninggalan ibunya yang sangat berharga. Ia berjalan mengarah kotak perhiasannya. Lalu, mengambil kalung itu. Lucien memakaikan kalung itu di leher Lizbeth.“Kalung ini sangat cocok dipakai olehmu.”Lucien memeluk Lizbeth dari belakang, mengecup pipinya. “Lilibeth, setelah semua ini berakhir. Aku akan memiliki kamu seutuhnya.”“Tidak perlu menunggu semuanya berakhir. Aku memang sudah menjadi milikmu, Lucien. Han

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Keputusan Berat

    Lizbeth terdiam. Dadanya sesak. Ia bahkan tidak tahu harus bereaksi seperti apa untuk saat ini. Sulit baginya mempercayai siapapun, selain dirinya sendiri dan Lucien.“Saat ini mungkin kamu tidak percaya. Namun, jika kamu mendengarkan aku. Kemungkinan masa depan kamu lebih baik. Terutama jika kamu memutus hubungan dengan Lucien— aku tahu ini sulit. Namun, jika kamu memilihnya, kamu tidak hanya mendapatkan kesetaraan. Kamu juga akan mendapatkan posisi penting di perusahaan.”Lizbeth tercengang dan tidak berdaya. Ia tidak mengerti kenapa Cameron, berkata begitu. Matanya berkaca-kaca, setiap kalimat yang ingin dia ucapkan terasa begitu sulit.“Apa karena kamu kekasih ibuku— Leabeth?”Seketika mata Cameron memerah, matanya menatap lembut Lizbeth. Kesedihan tidak terbendung.“ … Kau sudah tahu?” ucapnya pelan.Lizbeth meneteskan air mata. Ia menarik napas dan perlahan menghembuskannya.“Aku tidak ingin mendapatkan kehormatan itu dari tangan orang lain. Aku akan melakukannya dengan tanganku

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Permintaan Cameron Kepada Lizbeth

    “Tentu honey. Tidak hanya itu, kamu akan menjadi satu-satunya istriku.” Lucien mengecup kening Lizbeth lembut.Hati Lizbeth menghangat. Sebuah pertanyaan mengejutkan keluar dari mulut Lizbeth.“Jika aku yang pergi lebih dulu, apa kamu akan menikah lagi?” Lucien mengelus rambut Lizbeth. “Aku bukan dia. Aku tahu kamu mencemaskan itu terjadi kepada anak-anak kita nantinya.” Lucien meraih tangan Lizbeth dan menempelkannya di dada Lucien. “Aku akan menghabiskan sisa waktuku bersama anak-anak. Namun, jika aku yang lebih dulu— kamu boleh menikah lagi. Selama itu bisa membuatmu bahagia. Tapi, jangan lupakan aku.”Dada Lizbeth bergemuruh, matanya memanas. Dia memeluk Lucien erat, seolah tidak sanggup mendengarnya.“Apa aku setega itu? Aku tidak akan pernah melakukannya.”Lucien tersenyum lebar, dia mengelus punggung Lizbeth. Malam itu mereka menceritakan mimpi-mimpi kecil mereka, yang harus diwujudkan dengan tantangan yang tidak mudah.Di tempat berbeda, di kediaman Mateo. Diam-diam Martha m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status