Share

Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO
Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO
Penulis: Caramelly

Malam yang Membara

Penulis: Caramelly
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-26 12:31:43

“Uuuh —”

Sentuhan hangat terasa membakar tubuh Lizbeth, saat bibir pria itu menyentuh tengkuknya. Jemarinya menyusuri bagian dalam gaun merah yang dikenakan Lizbeth. Menyentuh area yang belum pernah disentuh siapa pun sebelumnya.

Ketika mata keduanya saling bertemu, pria tampan itu menarik tubuh Lizbeth ke dalam pelukannya, lalu mencium bibirnya dengan kelembutan yang mengejutkan. Ciuman itu menghapus semua keraguan, menggantinya dengan gejolak hasrat yang tak tertahankan.

“Mmmppth!”

Pakaian mereka satu per satu jatuh ke lantai, meninggalkan tubuh yang saling bersentuhan tanpa jarak. Lizbeth memeluk pria itu erat, membalas setiap sentuhan dan ciuman dengan penuh semangat. Semakin lama, semakin dalam Lizbeth menciumnya, ia merasakan semakin tenggorokannya terasa kering, membuatnya semakin tidak bisa berhenti menciumnya.

Napas yang semakin memburu membuat keduanya semakin tidak bisa menahan gejolak di dada. Sentuhan tangannya menyapu punggung halus Lizbeth yang terekspos. 

“Aku pasti akan memuaskanmu,” ucapnya seraya membelai wajah Lizbeth.

Kelopak mata Lizbeth bergetar, saat sesuatu yang hangat baru saja menyapu tengkuk hingga dadanya. Rasanya hangat dan terasa panas, membuatnya tubuhnya bergetar dan membuat pusarnya terasa merinding.

Tangan pria itu menyapu punggung Lizbeth, menyentuh kulitnya yang halus dan dingin, menciptakan kontras dengan panas yang membara di antara mereka.

“Aku akan membuatmu tak melupakan malam ini,” bisiknya seraya membelai pipi Lizbeth.

Kelopak mata Lizbeth bergetar, tubuhnya bereaksi saat bibir pria itu menyusuri garis leher hingga dadanya. Sensasi yang terasa begitu baru, menyalakan setiap saraf yang tersembunyi.

“Cium aku,” ucap Lizbeth parau.

Tanpa ragu, pria itu mencium bibirnya lagi. Ia mengangkat tubuh Lizbeth dan membawanya ke tempat tidur, tanpa melepas ciuman yang semakin menggila. Ketika punggungnya menyentuh kasur, Lizbeth menarik leher pria itu.

“Cepat, lakukan!” titahnya.

Senyum tipis terukir di wajah pria itu. “Aku tidak akan menahan diri.”

Pria itu mencium lembut bibir Lizbeth, tengkuknya, dan menyapu hangat tubuhnya hingga ke bawah kakinya.

“Aaah!” rintih Lizbeth seraya menutup mulutnya. Saat sesuatu yang hangat terasa bermain di bawah sana.

Bukan lagi percikan api, Lizbeth merasa tubuhnya sudah terbakar. Sampai tidak bisa mengontrol rintihan yang keluar dari mulutnya. Tangannya mulai meremas seprai dan rambut pria tampan itu.

Rasa asing itu membuat tubuhnya bergetar. Tapi pria itu menenangkannya dengan ciuman di kening, di bibir, dan di pundaknya. Ia merengkuh tangan Lizbeth, menautkannya erat. Saat sesuatu yang begitu hebat semakin terasa menusuk di bawah sana. 

Perlahan, rasa sakit itu berubah menjadi gelombang kenikmatan yang tak bisa dijelaskan. Lizbeth meremas seprai, menahan desahan yang nyaris meledak. Ia merasa dirinya tenggelam dalam lautan perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

“Aaah ... pelan… sedikit…” pintanya lirih.

Namun, pria itu tidak memperlambat tekanannya. “Di ranjang, tak ada tawar-menawar,” ucapnya tajam namun memikat. Ia menekan lebih dalam lagi.

Tekanan itu semakin terasa kuat, keduanya  saling menyatukan tangan mereka. Setelah waktu yang cukup lama, hingga sepenuhnya milik pria itu memenuhi perutnya.

“Aaahh!” rintih pria itu semakin kuat menekan miliknya, dan  menggigit bibir Lizbeth seraya menariknya hingga Lizbeth merintih kesakitan.

“Rilex, oke. Aku bersamamu.”

Malam itu, mereka terbakar dalam gairah. Lizbeth melenguh, mengerang, dan menangis dalam diam. Namun di tengah kobaran itu, pria itu membisikkan sesuatu tepat di telinganya.

“Siapa namamu?”

Lizbeth hanya menatapnya. Alih-alih menjawab, ia menarik wajah pria itu dan kembali menciumnya. Tidak ingin ada nama, tidak ingin ada identitas. Karena apa yang dia lakukan malam ini, hanyalah pelarian.

Lizbeth semakin merintih saat sengatan terasa menguasai dadanya. Pria itu memainkannya dengan begitu lihai, membuat tubuhnya  semakin lemas juga perih, bersama tekanan yang semakin menggila di bawah sana. 

***

Keesokan paginya, Lizbeth terbangun dengan tubuh yang masih terasa lelah. Sakit di beberapa bagian membuatnya sadar bahwa semua yang terjadi semalam bukan mimpi. Ia menatap tubuhnya yang penuh bekas kemerahan.

Ia duduk, lalu melirik ke samping. Pria itu masih tertidur lelap. Dengan perlahan dan hati-hati, ia turun dari ranjang, memungut pakaiannya satu per satu, lalu berpakaian secepat mungkin.

 ‘Aku benar-benar melakukannya…’

Lizbeth tidak menyangka bahwa dirinya akan bertindak impulsif, hanya karena ingin melampiaskan kesedihannya, rasa kecewanya. Setelah dikhianati oleh calon suami dan juga kakak perempuannya. Hanya  karena Lizbeth cupu dan tidak secantik kakak perempuannya.

Hati mana yang tidak sakit, sehari sebelum pernikahannya. Lizbeth menemukan kekasihnya berhubungan badan di atas ranjang pengantin dengan kakaknya sendiri, Yang membuatnya semakin sakit, ternyata mereka sudah berhubungan lebih dari satu tahun.

Pernikahan itu berlangsung, tetapi bukan untuknya, tapi untuk kekasihnya dan sang kakak. Keluarganya justru membela mereka, menyalahkan Lizbeth yang tidak mampu menjaga kekasihnya.

Oleh karena itu Lizbeth mencari hiburan dengan pergi ke klub malam dan menghabiskan banyak uang untuk membeli dres cantik, dan pergi ke salon. Hanya untuk membuatnya terlihat  cantik, ia ingin bersenang-senang dan membuktikan, kalau dirinya  juga bisa tampil cantik. Walau hanya untuk satu malam.

Hingga akhirnya, ia tidak sengaja menabrak seorang pria. Ketika dirinya dalam kondisi setengah mabuk, pertemuan singkat itu membawanya ke dalam one night stand. Dengan pria asing yang baru pertama kali ditemuinya.

Setelah  satu jam sejak kepergian Lizbeth, pria asing itu bangun. Kepalanya sedikit pening. Ia mengangkat selimut dan sisi ranjang yang kosong. Ia sama sekali tidak melihat keberadaan Lizbeth dimanapun.

Asistennya, Kilian, sudah berdiri di dekat pintu.

“Tuan Anda sudah bangun?”

Pria asing itu, memegang kepalanya dan bertanya. “Di mana dia?”

“Perempuan itu sudah pergi sejak tadi. Dia meninggalkan secarik kertas dan—” Pria itu seolah tidak berani melanjutkannya.

Manik matanya tertuju pada sebuah nakas. Pria itu menuruni tempat tidur, Kilian, memakaikan sebuah jubah mandi di tubuh  tuannya.

Ia meraih secarik kertas itu dan membaca pesan singkat. ‘Aku puas!’

Lizbeth tidak hanya meninggalkan secarik kertas, ia juga meninggalkan uang berkisar lima juta. Membuat pria itu tercengang.

“Kau menghargaiku hanya lima juta?!” ucapnya seraya menatap uang di tangannya.

Lucien Cassian Kingsley, 32 tahun, salah satu konglomerat muda paling berkuasa di New York, merasa terhina karena malam panas penuh gairah yang dia anggap spesial, dihargai semurah itu?

Ia meremas kertas itu. “Cari dia. Aku ingin tahu siapa dia?”

Kilian mengangguk. “Akan saya kerahkan tim untuk melacaknya. Tapi… jika gadis itu membocorkan pada media?”

Lucien menatap tajam. “Tugaskan seseorang untuk mengawasinya. Tapi, jangan sakiti dia.”

Lucien meninggalkan kamar hotel, masuk ke dalam mobil mewahnya. Ia menyandarkan tubuh ke kursi kulit mobilnya. Wajahnya tak menunjukkan marah, tapi ada sesuatu yang lebih berbahaya dari amarah.

Rasa penasaran menyeruak.

“Siapa kamu sebenarnya, gadis lima juta?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Kecemburuan Lucien

    Air mata Lizbeth menetes. Lucien merasakan kesedihan di hati kekasihnya, Lucien mendekat dan perlahan meraih tangan Lizbeth.“Aku hanya sedikit lelah, lebih tepatnya aku tidak ingin melihat perempuan yang kucintai dipermainkan. Terlebih orang itu adalah ibu sendiri. Lizbeth, kamu ingin melindungiku dan sekarang aku sedang melindungimu. Kita impas.”Lizbeth tercengang nyaris tidak percaya atas apa yang dikatakan oleh Lucien.“Apa kamu yang tidak percaya sekarang, kalau aku bisa melindungimu dengan caraku? Bukan karena sekarang aku Kingsley. Tapi, aku percaya aku bisa menjagamu. Melindungimu, apa kamu tidak percaya?”Lucien menghela napas. Ia tahu saat ini Lizbeth sedang emosi, justru pilihan Lucien bagi Lizbeth hanya akan memperburuk reputasinya di mata keluarga pihak ibunya dan Lizbeth tidak ingin melihat itu semua. Melihat orang yang dicintainya dipermainkan. Dijadikan ejekan, mengingat Lucien sangat sempurna dan tidak tersentuh.Lizbeth tidak ingin menjadi kelemahan Lucien. Malam se

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Tidak Ingin menggantikanmu

    Dua jam berlalu, di ruangan kerja yang dipenuhi rak buku tua dan lukisan keluarga, Cameron berdiri membelakangi pintu. Bahunya tegap, tapi sorot matanya mulai goyah. Di tangannya, segelas scotch yang belum tersentuh. Matanya menatap keluar jendela, ia masih memikirkan perkataan sang istri belum lama ini. Pintu terbuka. Victoria masuk perlahan, membawa dua gelas anggur. Seperti biasa, penuh perhitungan dan keanggunan yang berbahaya.“Aku tahu kau belum tidur,” ucapnya pelan, menaruh gelasnya di meja marmer. “Kau selalu begini saat merasa kalah.”Cameron tak menjawab. Ia hanya menatap gelas di tangannya. Lalu menghela napas panjang.“Caspian kembali, membawa satu nama yang selama ini tidak kita kenal, dan tiba-tiba dunia harus tunduk padanya,” gumamnya, lebih seperti berbicara pada diri sendiri.Victoria mendekat, menyentuh lengannya pelan. “Kau lupa seberapa keras kamu berjuang dulu, sayang, saat kakakmu masih koma, dan ayahmu masih hidup. Kau hanya anak kedua. Tapi kau berdiri, mengg

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Rapat Keluarga

    Lucien tidak langsung menjawab. Ia berdiri, lalu menepuk kepala singa putihnya sebelum melangkah mendekat.“Tidak. Aku hanya ingin mencari ketenangan saja,” sahut Lucien, dengan nada yang sama seperti semalam. Lembut, datar, tapi mengandung sesuatu yang dalam.Lizbeth menatap matanya, mencoba membaca apakah ada luka di hati pria yang dicintainya. Tapi Lucien pandai menyembunyikan apa pun yang dia rasakan. Dia tidak ingin kekasihnya terluka dan semakin memiliki banyak tekanan.“Aku pikir kamu marah…” gumamnya.Lucien menggeleng, lalu menatap ke arah singa yang sedang berbaring santai.Lizbeth tersenyum kecil. “Kamu lebih memilih singa daripada aku?”Lucien akhirnya menoleh lagi. Menatapnya lekat.“Aku memilih kamu,” katanya pelan. “Tapi dunia yang mengelilingimu penuh kebencian. Dan sepertinya kamu tidak yakin padaku.”Lizbeth menunduk. Ia tahu maksud Lucien. Mereka belum benar-benar bebas. Bahkan ketika Caspian sudah mengumumkan semuanya ke publik, bahkan saat satu per satu anggota ke

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Aku Sangat Mencintaimu!

    Setelah makan malam selesai, Caspian mengajak Cameron dan Samantha masuk ke ruangan kerja mendiang ayah mereka. Ruangan itu tidak berubah. Masih kaku, dingin, penuh kenangan. Samar-samar aroma kayu tua dan parfum lawas menyelimuti ruangan itu.Caspian duduk di kursi lama ayahnya. Cameron berdiri di dekat jendela, sementara Samantha duduk di sofa. Hingga suaranya mulai terdengar.“Caspian, sekarang kamu sudah kembali. Bisakah kamu akhiri perdebatan ini. Mommy sudah lama menunggumu pulang, bukan untuk berada dalam pertengkaran hebat, ataupun dikelilingi kebencian.”“Caspian, apa yang dikatakan Mommy benar. Apa semuanya tidak bisa diperbaiki? Apa kita sekeluarga tidak bisa lagi seperti dulu?”Caspian yang membelai meja sang ayah menghela napas berat. “Seperti dulu? Di saat kamu mengambil kekasihku, mengambil perusahaan dariku?” Caspian menatap ibu dan adiknya bersama kesedihan. “Kalian tidak hanya membuatku kecewa. Kalian juga tidak ingin Lizbeth diakui di dalam keluarga Kingsley. Aku ha

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Perang Dingin

    “Kau gila, Lucien?”“Ya, aku sudah gila,” jawab Lucien pelan. Sorot matanya tidak goyah sedikit pun. “Lalu, sekarang kamu sudah tidak menginginkan aku lagi?”Lizbeth menggigit bibirnya. Hatinya sakit, tapi dia tahu harus kuat. Bukan karena sudah tidak cinta. Justru karena dia terlalu mencintai Lucien. “Atau kamu merasa terbebani dengan hubungan keluarga kita?” lanjut Lucien lagi, suaranya nyaris seperti bisikan.Lizbeth tidak menjawab. Dia menunduk. Ada banyak hal yang ingin dia katakan, tapi semuanya terjebak di tenggorokan. Dia ingin Lucien berhenti. Bukan karena dia menyerah, tapi karena dia ingin Lucien tetap aman, tidak ikut hancur. Bukan karena malu, akan hubungan darah atau pandangan keluarga. Tapi bagaimana Lizbeth bisa menjaga Lucien. Lizbeth ingin melindungi Lucien dengan caranya sendiri. Meski itu berarti tidak bersamanya.“Lucien,” bisiknya akhirnya. “Aku hanya tidak ingin kamu terluka.”Lucien menghela napas pelan, seperti menahan amarah dan kesedihan dalam satu tarikan.

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Konferensi pers Caspian

    Caspian sangat marah, saat tahu, rapat keluarga Kingsley yang seharusnya digelar di New York masih ditunda tanpa kejelasan. Artinya, Kingsley masih enggan mengakui Lizbeth. Mereka tidak siap menerima keberadaan putrinya, tidak siap mengukuhkan posisinya sebagai bagian dari darah Kingsley.Caspian menatap laporan-laporan media yang disusun oleh Joseph. Gerak diam keluarga Kingsley bisa diartikan sebagai penghindaran, atau bahkan penolakan. Tapi Caspian tahu permainan macam apa yang sedang berlangsung. Ini bukan soal kehormatan keluarga, tapi tentang siapa yang pantas duduk di atas. Dan mereka takut. Bukan karena Lizbeth lemah. Justru karena mereka tahu, Lizbeth punya darah Caspian Damien Kingsley.“Jika keluarga Kingsley masih saja enggan membuat pertemuan keluarga. Jangan salahkan aku membuat konferensi pers, bahkan jika itu harus merugikan Kingsley.”Caspian mengepal tangannya, dia kesal. Karena Samantha masih diam perihal ini, bahkan setelah tahu kalau Lizbeth adalah cucu yang secar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status