Waktu telah berlalu, dan akhirnya Lizbeth kembali bekerja setelah menghabiskan satu minggu masa cutinya di sebuah penginapan. Pagi itu, sebelum berangkat kerja, ia hanya memakan sepotong roti demi menghemat pengeluaran. Setelah itu, ia menaiki bus menuju tempat kerjanya. Lizbeth bekerja sebagai resepsionis di sebuah perusahaan Real Estate.
"Aku dengar pernikahannya gagal! Kekasihnya malah menikahi kakaknya."
"Pasti kakaknya lebih cantik. Sampai sekarang aku masih heran, kok bisa si cupu kayak dia kerja di sini."
"Katanya, dia sempat menggoda kepala divisi kita."
Lizbeth yang sedang berada di dekat loker pura-pura tidak mendengar apa pun. Ia memilih mengabaikan komentar menyakitkan itu. Hingga tiba-tiba, suara pintu loker dibanting keras membuat semua terdiam.
“Jaga bicara kalian. Hati Lilibeth, jauh lebih cantik daripada mulut kalian berdua!” tegur Grace teman dekat Lizbeth.
Kedua perempuan yang membicarakan Lizbeth pergi. Grace menghampiri Lizbeth yang kini menutup lokernya dengan tenang, sama sekali tidak terlihat terprovokasi.
“Mereka keterlaluan. Kenapa kamu diam saja?”
“Apa yang mereka katakan memang benar. Aku jelek, tidak secantik kakakku. Tak akan ada yang menginginkan perempuan cupu dan jelek seperti aku."
Grace tertegun mendengar ucapan sahabatnya dan melangkah bersamanya keluar ruangan.
“Kamu cantik Lilibeth, bajingan itu saja yang buta!” ucap Grace dengan nada meyakinkan Lizbeth.
Hari itu, Lizbeth menjalani pekerjaannya seperti biasa. Meski cibiran masih berdatangan, ia tetap menyambut tamu dengan ramah. Bagi sebagian orang, Lizbeth mungkin terlihat cupu, tapi tak ada yang bisa meragukan integritasnya.
"Kamu sudah dengar belum? Katanya perusahaan akan berganti kepemilikan. Rumor kebangkrutan itu bukan sekadar kabar burung lagi!"
Lizbeth yang mendengarnya langsung menunduk, rasa cemas menguasai dirinya. Ia baru saja menghabiskan banyak uang dan bahkan diusir dari rumah. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Untuk makan saja ia sudah harus berhemat. Tidak mungkin ia meminta Elmer mengembalikan sebagian uang yang telah digunakan untuk pernikahan yang gagal itu.
Di tengah kecamuk pikirannya, telepon di meja depan berdering. Grace yang menjawab panggilan itu.
"Baik, Pak. Saya akan segera memberitahu Lizbeth."
Grace menutup panggilan itu dan meraih tangan Lizbeth. “Lilibeth, kamu dipanggil Pak Rainer.”
‘Lilibeth’ adalah panggilan sayang dari orang-orang terdekatnya, seperti saudara dan sahabatnya. Grace menepuk pundaknya pelayan.
“Pak Rainer menunggumu di ruangannya.”
Tanpa pikir panjang Lizbeth langsung pergi menuju ruang atasannya. Kini Lizbeth berdiri di hadapan Rainer yang tengah duduk.
“Duduklah,” ucap Rainer.
Lizbeth pun duduk, dan mencoba untuk tetap tenang. Beberapa saat kemudian, Pak Rainer mendorong sebuah dokumen ke arahnya.
"... apa ini, Pak?"
Saat membuka dan membaca isinya, mata Lizbeth membelalak. Itu surat mutasi.
“Pak ini ....”
“Perusahaan ini akan segera berganti kepemilikan. Kantor pusat meminta beberapa orang. Jadi, saya memilihmu untuk dipindahkan ke sana.”
Setelah keluar dari ruangan atasannya, Lizbeth menghela napas panjang. Di tangannya, ia memeluk surat mutasi yang tak mungkin ditolak. Ia tahu, ini tentang mempertahankan hidup. Atau kehilangan pekerjaan bukanlah pilihnya.
***
Lizbeth berdiri memandangi gedung pencakar langit bertuliskan ‘KINGSLEY’. Keluarga Kingsley adalah konglomerat asal Amerika, yang rumornya dari kalangan Mafia! Kingsley memiliki banyak anak perusahaan. Perusahaannya bergerak dibidang real Estate, infrastruktur dan konstruksi. Mereka juga memiliki tempat hiburan, klub malam, serta kasino. Serta anak perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan restoran, dan kini sudah merambat ke seni dan hiburan.
Hari ini ia resmi mulai bekerja di kantor pusat. Proses perpindahannya berlangsung sangat cepat. Ia melirik ke sekeliling, suasana kantor pusat terasa lebih besar dan jauh lebih ketat. Lizbeth menghampiri meja resepsionis.
"Halo, saya Lizbeth, resepsionis baru di kantor ini."
Resepsionis bernama Angela terbelalak melihat sosok Lizbeth yang berkacamata. Ekspresi di wajahnya seolah dia tidak percaya, orang baru yang dikirimnya jauh dari prediksinya.
“Tunggu, saya akan menghubungi kantor office dulu.”
Lizbeth hanya mengangguk pelan. Tak lama kemudian, ia dibawa menghadap atasannya yang baru, seorang manajer perempuan.
“Hallo, saya Lizbeth. Saya dimutasi kemari,” ujar Lizbeth seraya menyerahkan dokumen mutasinya.
Sonia, manajer barunya, menerima berkas itu. Tatapannya menelusuri Lizbeth dari kepala hingga kaki. Raut wajahnya menunjukkan keterkejutan yang tak jauh berbeda dari Angela sebelumnya.
"Kamu bisa mulai bekerja hari ini. Alex, berikan seragam dan kunci lokernya," perintah Sonia.
"Kupikir yang datang itu perempuan cantik. Apa dia bisa bertahan di sini?" cibir Alex sambil mengangkat alis.
Lizbeth tampak sabar. Dia sudah terbiasa menerima komentar seperti itu. Lizbeth pun mengikuti Alex pergi ke loker dan memberikan seragam itu kepada Lizbeth.
“Semoga kau bisa bertahan!” sindir Alex sambil berlalu.
Lizbeth mengernyit, merasa seolah dirinya sudah divonis takkan mampu bertahan di kantor ini. Setelah berganti pakaian, ia kembali ke area depan. Namun, suasana kantor terlihat jauh lebih sibuk dari sebelumnya. Beberapa orang tampak menggelar karpet merah.
"Eh, ada apa ini?" tanya Lizbeth pada Angela.
"CEO akan datang. Cepat, kita harus menyambutnya. Jangan sampai ada kesalahan!"
Lizbeth terdiam. Sepanjang kariernya, belum pernah ia menyambut langsung kedatangan CEO. Kini, semua dari resepsionis, divisi administrasi, hingga manajer berdiri berjejer menanti.
"Tundukkan wajahmu. Dia tidak suka ditatap langsung," bisik Angela.
Lizbeth menuruti arahan Angela dan menundukkan kepalanya. Tak lama, sosok sang CEO keluar dari mobil mewah yang terparkir di depan. Ia berjalan masuk diiringi sekretaris dan dua bodyguard-nya.
"Selamat datang kembali, Pak," sambut seorang direktur.
Sang CEO berjalan melewati semua orang tanpa berkata sepatah kata pun hingga akhirnya masuk ke dalam lift pribadi.
Di saat yang sama, Lizbeth mencium aroma yang sangat ia kenali.
‘Wangi parfum ini...’
Ia perlahan mengangkat kepalanya dan melirik ke arah lift. Namun, pintu lift telah tertutup rapat.
Caspian, membenci takdir. Baginya takdir dan waktu selalu bersikap kejam kepada dirinya dan orang-orang terkasihnya, mempermainkan perasaan, memberikan luka. Menjadikan Lizbeth sebagai pusat keserakahan orang-orang Kingsley.Sebuah benang merah yang tidak terputus sejak dulu, jatuh dan terikat di tempat yang sama. Namun, Caspian tidak akan membiarkan Lucien bahkan Victoria, memanfaatkan hubungan mereka. Agar Lucien naik ke paling tinggi. Dan sekarang kehadiran Lizbeth adalah ancaman untuk Lucien menjadi pewaris Kingsley seutuhnya.Selama ini Caspian selalu berada di dalam bayang-bayang, memilih menjauh dari bisnis Kingsley karena kehilangan satu-satunya alasan untuk bertahan. Tapi kini, alasan itu kembali dalam wujud Lizbeth. Putrinya. Dan ia tidak akan mundur.Media terus menyulut isu. Berita negatif tentang Lizbeth beredar setiap hari. Tentang hubungan gelap antara sepupu yang kotor. Tentang masa lalu Lizbeth yang dibesar-besarkan. Tentang keberadaannya sebagai aib keluarga Kingsely
“Kau sudah gila. Lizbeth tidak bisa kamu cintai, dia kakak sepupumu, Lucien. Terlebih dia putri Leabeth—”“Kekasihmu di masa lalu!” potong Lucien dingin, sorot matanya menusuk, penuh kemarahan dan kekecewaan. “Kau pikir aku tidak tahu semua yang terjadi selama ini?”Cameron terdiam. Rahangnya mengeras. Untuk sesaat, suasana ruangan terasa dingin, dan ucapan Lucien Seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Cameron, tidak bisa mengelak. Semua itu benar. Dia pernah mencintai Leabeth, yang saat itu berstatus sebagai kekasih kakaknya.Lucien berdiri tegap di hadapan ayahnya, tapi kali ini bukan sebagai anak yang taat, melainkan pria dewasa yang mempertanyakan semua kebusukan masa lalu keluarganya.“Kau, dari awal membenci kehadiran Lizbeth karena dia anak dari perempuan yang kau cintai, tapi tak pernah bisa kau miliki, bukan?”Ucapan menusuk Lucien, membuat wajah Cameron berubah. Tatapan matanya tidak lagi marah, tapi terluka. Namun, dia tidak menyangkal. Semua itu benar.“Leabeth, m
Lizbeth menggeleng pelan. Bukan ini yang dia mau, merebutkan kekuasaan dan bersaing dengan Lucien. “Dad, aku tidak ingin memperebutkan posisi pewaris Kingsley. Lucien lebih layak mendapatkannya, sedangkan aku hanyalah orang baru di dalam keluarga Kingsley.”Lizbeth tahu tidak akan mudah membujuk Caspian. Perlahan Lizbeth meraih tangan Sang ayah dan menatapnya penuh kelembutan.“Aku sudah lama menderita. Aku sudah lelah berada dalam pertikaian yang tiada habisnya. Sekarang kita sudah berkumpul. Tidak bisakah kita hidup damai? Aku ingin berada di sisi Daddy menghabiskan banyak momen bersama.”Mendengar itu semua membuat hati Caspian sedikit melunak. Caspian menghela napas, dan menumpuk tangannya di atas tangan Lizbeth.“Nak, aku ingin mengembalikan semua yang seharusnya menjadi milikmu.”Lizbeth mengerti perasaan ayahnya. “Dad, bisakah kau memberitahuku. Kenapa Daddy dan mommy berpisah?”Cameron menghela napas, lalu menuntun Lizbeth pergi ke sebuah ruangan private yang berada di lanta
Keduanya pria keras kepala, yang tidak ingin mengalah ataupun mundur. Caspian tersenyum miring.“Wanita yang kamu cintai, ck! Putriku yang berharga ini tidak pantas kamu cintai. Sekarang dia sama-sama Kingsley sepertimu, Lucien.”“Biarkan aku bertemu dengan Lizbeth.”Tatapan Caspian tajam.”Selangkah pun, tidak akan kubiarkan kau menemui putriku!”Tatapan Lucien menajam. Kilian maju satu langkah, tetapi Lucien menahannya.“Tuan.”“Kau mau mengobrak-abrik villaku. Lucien, kau lupa aku ini siapa? Aku adalah putra tertua di Kingsley. Jika hari itu kemalangan tidak menimpaku, bukan kau yang menjadi pewaris Kingsley. Melainkan Lizbeth putriku.”Lucien tenang, sama sekali tidak terprovokasi ucapan Caspian. “Meskipun begitu, Kingsley di tanganku lebih baik. Aku membangun Kingsley hingga ke penjuru dunia. Membersihkan Kingsley dari para mafia. Menjadikan Kingsley bersih … aku tidak peduli dengan status Lizbeth saat ini. Bagiku dia tetaplah Lizbeth yang kukenal, aku tidak akan menyerah.”Caspi
Pagi itu, baru saja diguyur oleh hujan. Beberapa mobil memasuki villa milik Caspian, termasuk mobil milik Lucas. Pagi ini Lucas diminta untuk pulang ke villa, setelah sebelumnya melakukan perjalanan dinas ke luar kota.Langkah kaki Joseph pelan, tetapi pasti. Dia mengayunkan langkahnya menuju ruang kerja Caspian yang berada di arah selatan. Joseph masuk ke dalam dan membungkuk kepada Caspian.“Tuan, hasilnya sudah keluar.”Lucas yang berada di bawah, pergi ke kamarnya lebih dulu untuk berganti pakaian. Selama beberapa hari ini Lucas tidak tahu apa yang terjadi di villa ini, dan apa yang dilakukan oleh ayahnya.Caspian yang menatap keluar jendela menoleh, ia menatap map yang dibawa oleh Joseph. Ia tidak langsung mengambil map itu. Tatapannya jatuh pada meja, kosong dan sunyi, sebelum akhirnya tangannya bergerak menerima amplop itu perlahan dari tangan Joseph.Ada gemetar di tangannya, jantungnya berdegup kencang. Namun, napasnya terasa begitu berat. Seberat membuka map di tangannya. Jo
Langit sudah sepenuhnya gelap, sejak Joseph mengantar Lizbeth ke vila Caspian. Lizbeth tidak bodoh. Ia tahu, ini bentuk penahanan halus. Langkahnya diawasi. Ia tidak bisa keluar vila tanpa pengawalan. Bahkan ponselnya sempat diambil oleh staf Caspian dengan alasan keamanan data hasil tes.Saat ini Lizbeth berdiri mematung, ketika memasuki kamar yang sudah disiapkan untuknya, segalanya terasa berbeda. Seperti memasuki dimensi lain dalam hidupnya. Lizbeth tidak bisa berkata-kata, selain kekaguman dan terpukau. Kamar itu, seperti yang diimpikan dahulu, saat ia masih remaja. Namun, mimpi itu pernah ia kubur dalam-dalam.Matanya berkaca-kaca, ada perasaan hangat di dalam hatinya. Dindingnya berwarna biru muda dengan detail awan putih. Ada rak boneka besar di sisi kanan, penuh berjejer boneka dari berbagai ukuran dan bentuk. Di sisi kiri, terdapat meja rias mungil dengan bingkai cermin. Di atas tempat tidur berseprai putih lembut, bertebaran bantal warna pastel dan boneka beruang sebesar tu