Setelah makan malam selesai, Caspian mengajak Cameron dan Samantha masuk ke ruangan kerja mendiang ayah mereka. Ruangan itu tidak berubah. Masih kaku, dingin, penuh kenangan. Samar-samar aroma kayu tua dan parfum lawas menyelimuti ruangan itu.Caspian duduk di kursi lama ayahnya. Cameron berdiri di dekat jendela, sementara Samantha duduk di sofa. Hingga suaranya mulai terdengar.“Caspian, sekarang kamu sudah kembali. Bisakah kamu akhiri perdebatan ini. Mommy sudah lama menunggumu pulang, bukan untuk berada dalam pertengkaran hebat, ataupun dikelilingi kebencian.”“Caspian, apa yang dikatakan Mommy benar. Apa semuanya tidak bisa diperbaiki? Apa kita sekeluarga tidak bisa lagi seperti dulu?”Caspian yang membelai meja sang ayah menghela napas berat. “Seperti dulu? Di saat kamu mengambil kekasihku, mengambil perusahaan dariku?” Caspian menatap ibu dan adiknya bersama kesedihan. “Kalian tidak hanya membuatku kecewa. Kalian juga tidak ingin Lizbeth diakui di dalam keluarga Kingsley. Aku ha
“Kau gila, Lucien?”“Ya, aku sudah gila,” jawab Lucien pelan. Sorot matanya tidak goyah sedikit pun. “Lalu, sekarang kamu sudah tidak menginginkan aku lagi?”Lizbeth menggigit bibirnya. Hatinya sakit, tapi dia tahu harus kuat. Bukan karena sudah tidak cinta. Justru karena dia terlalu mencintai Lucien. “Atau kamu merasa terbebani dengan hubungan keluarga kita?” lanjut Lucien lagi, suaranya nyaris seperti bisikan.Lizbeth tidak menjawab. Dia menunduk. Ada banyak hal yang ingin dia katakan, tapi semuanya terjebak di tenggorokan. Dia ingin Lucien berhenti. Bukan karena dia menyerah, tapi karena dia ingin Lucien tetap aman, tidak ikut hancur. Bukan karena malu, akan hubungan darah atau pandangan keluarga. Tapi bagaimana Lizbeth bisa menjaga Lucien. Lizbeth ingin melindungi Lucien dengan caranya sendiri. Meski itu berarti tidak bersamanya.“Lucien,” bisiknya akhirnya. “Aku hanya tidak ingin kamu terluka.”Lucien menghela napas pelan, seperti menahan amarah dan kesedihan dalam satu tarikan.
Caspian sangat marah, saat tahu, rapat keluarga Kingsley yang seharusnya digelar di New York masih ditunda tanpa kejelasan. Artinya, Kingsley masih enggan mengakui Lizbeth. Mereka tidak siap menerima keberadaan putrinya, tidak siap mengukuhkan posisinya sebagai bagian dari darah Kingsley.Caspian menatap laporan-laporan media yang disusun oleh Joseph. Gerak diam keluarga Kingsley bisa diartikan sebagai penghindaran, atau bahkan penolakan. Tapi Caspian tahu permainan macam apa yang sedang berlangsung. Ini bukan soal kehormatan keluarga, tapi tentang siapa yang pantas duduk di atas. Dan mereka takut. Bukan karena Lizbeth lemah. Justru karena mereka tahu, Lizbeth punya darah Caspian Damien Kingsley.“Jika keluarga Kingsley masih saja enggan membuat pertemuan keluarga. Jangan salahkan aku membuat konferensi pers, bahkan jika itu harus merugikan Kingsley.”Caspian mengepal tangannya, dia kesal. Karena Samantha masih diam perihal ini, bahkan setelah tahu kalau Lizbeth adalah cucu yang secar
Caspian, membenci takdir. Baginya takdir dan waktu selalu bersikap kejam kepada dirinya dan orang-orang terkasihnya, mempermainkan perasaan, memberikan luka. Menjadikan Lizbeth sebagai pusat keserakahan orang-orang Kingsley.Sebuah benang merah yang tidak terputus sejak dulu, jatuh dan terikat di tempat yang sama. Namun, Caspian tidak akan membiarkan Lucien bahkan Victoria, memanfaatkan hubungan mereka. Agar Lucien naik ke paling tinggi. Dan sekarang kehadiran Lizbeth adalah ancaman untuk Lucien menjadi pewaris Kingsley seutuhnya.Selama ini Caspian selalu berada di dalam bayang-bayang, memilih menjauh dari bisnis Kingsley karena kehilangan satu-satunya alasan untuk bertahan. Tapi kini, alasan itu kembali dalam wujud Lizbeth. Putrinya. Dan ia tidak akan mundur.Media terus menyulut isu. Berita negatif tentang Lizbeth beredar setiap hari. Tentang hubungan gelap antara sepupu yang kotor. Tentang masa lalu Lizbeth yang dibesar-besarkan. Tentang keberadaannya sebagai aib keluarga Kingsely
“Kau sudah gila. Lizbeth tidak bisa kamu cintai, dia kakak sepupumu, Lucien. Terlebih dia putri Leabeth—”“Kekasihmu di masa lalu!” potong Lucien dingin, sorot matanya menusuk, penuh kemarahan dan kekecewaan. “Kau pikir aku tidak tahu semua yang terjadi selama ini?”Cameron terdiam. Rahangnya mengeras. Untuk sesaat, suasana ruangan terasa dingin, dan ucapan Lucien Seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Cameron, tidak bisa mengelak. Semua itu benar. Dia pernah mencintai Leabeth, yang saat itu berstatus sebagai kekasih kakaknya.Lucien berdiri tegap di hadapan ayahnya, tapi kali ini bukan sebagai anak yang taat, melainkan pria dewasa yang mempertanyakan semua kebusukan masa lalu keluarganya.“Kau, dari awal membenci kehadiran Lizbeth karena dia anak dari perempuan yang kau cintai, tapi tak pernah bisa kau miliki, bukan?”Ucapan menusuk Lucien, membuat wajah Cameron berubah. Tatapan matanya tidak lagi marah, tapi terluka. Namun, dia tidak menyangkal. Semua itu benar.“Leabeth, m
Lizbeth menggeleng pelan. Bukan ini yang dia mau, merebutkan kekuasaan dan bersaing dengan Lucien. “Dad, aku tidak ingin memperebutkan posisi pewaris Kingsley. Lucien lebih layak mendapatkannya, sedangkan aku hanyalah orang baru di dalam keluarga Kingsley.”Lizbeth tahu tidak akan mudah membujuk Caspian. Perlahan Lizbeth meraih tangan Sang ayah dan menatapnya penuh kelembutan.“Aku sudah lama menderita. Aku sudah lelah berada dalam pertikaian yang tiada habisnya. Sekarang kita sudah berkumpul. Tidak bisakah kita hidup damai? Aku ingin berada di sisi Daddy menghabiskan banyak momen bersama.”Mendengar itu semua membuat hati Caspian sedikit melunak. Caspian menghela napas, dan menumpuk tangannya di atas tangan Lizbeth.“Nak, aku ingin mengembalikan semua yang seharusnya menjadi milikmu.”Lizbeth mengerti perasaan ayahnya. “Dad, bisakah kau memberitahuku. Kenapa Daddy dan mommy berpisah?”Cameron menghela napas, lalu menuntun Lizbeth pergi ke sebuah ruangan private yang berada di lanta