Share

3. Tubuh dan Perasaan yang Hancur

Gerald melihat santai rekaman yang menunjukkan seorang perempuan berjalan menuju ruang kerjanya, tergesa.

Hari ini ia datang tidak dengan kepala tertunduk sambil mengusap bulir air mata. Tepat di hari kedua, perempuan itu datang membawa berkas dan beberapa data pendukung mengenai kesalahan event minggu lalu.

“Stok daging dari pabrik baru datang tiga hari lalu dari supplier, Pak. Artinya, daging tersebut masih sangat layak dikonsumsi dan sudah diolah dengan sangat baik.”

“Mengenai pemeliharaan bagian alat di lapangan, semua sudah di service berkala,” sambung Agnes menunjukkan beberapa lembaran pada Gerald.

“Tidak sepenuhnya kesalahan berada di tim saya dan mereka sudah melakukan sebaik mungkin.”

“Apa kamu tidak membaca lengkap kelayakan makanan di resort ini?”

Agnes tertegun.

Ia melihat Gerald menunjukkan berkas lain di sisi tangan kanan pria itu, menyodorkan tepat di hadapan Agnes. “Silakan dibaca saksama.”

Di sana, seluruh peraturan dan kesalahan teknis tidak bisa ditolerir. Termasuk stok daging yang masuk haruslah maksimal dua hari setelah tiba di gudang produksi dan dimasak tidak lebih dari dua hari juga.

Bahkan, Agnes menerima dan membaca konsekuensi dari tiap pelanggaran—kesalahan ringan, sedang dan berat—tergantung dari pemilik resort yang baru. “Ini ... bukan aturan yang saya baca hampir enam bulan lalu.”

Gerald menaikkan sebelah alisnya. “Apa maksud kamu?”

“Sekarang kamu dan karyawan dari divisi lain berada di bawah naungan saya, bukan Bapak Liam Ogawa, selaku Ayah saya.”

“Jadi, peraturan ini sudah direvisi lama, dua minggu sebelum jabatan ini saya ambil alih,” tekannya dan membuat Agnes membeku.

“Kamu memang nggak pernah layak berada di resort ini, Agnes Zefanya.”

“Janda anak satu yang merepotkanku dan merusak reputasi dari salah satu aset terpenting keluargaku. Kamu pikir, aku mau menampung perempuan bodoh seperti kamu?”

Dada Agnes terasa sesak.

Pelupuk matanya kembali berair.

Ucapan Gerald terlalu sakit dirasakan Agnes dalam satu minggu terakhir, termasuk ketika hari ini usahanya tidak dihargai. Perubahan secara mendadak tanpa Agnes ketahui sama sekali, dilakukan Gerald sesuka hati.

“Mau kamu apa, Ge?” suara Agnes tampak bergetar.

“Mauku? Kamu keluar dari sini.” Ia menekan tajam untuk bagian yang selalu diharapkan Gerald.

Agnes menggeleng tegas.

Ia sudah berusaha sebaik mungkin sejak satu hari lalu, mengumpulkan beberapa bukti dan keyakinan akan diberikan kesempatan sekali lagi. Karena Agnes meyakini kinerjanya tidaklah buruk setelah akan genap enam bulan di sini.

“Kamu egois dan kamu semena-mena dengan jabatan barumu. Apa kamu pikir, aku karyawan baru dalam hitungan hari? Selama enam bulan aku berada di sini dan baru minggu lalu ... aku mengetahui kamu anak dari pemilik resort ini, lalu berakhir dengan masalahku selalu dipandang cacat sama kamu,”

“Seharusnya bagus, kan? Kamu bisa sadar kalau kamu nggak perlu ada di sini, satu ruang rapat dan beberapa hal lain yang memungkinkan aku sama kamu dalam keadaan yang sama? Karena dari awal aku membenci kehadiran kamu.”

“Aku masih membiarkan kamu pergi dari resort ini tanpa mengganti uang ganti rugi.”

“Nggak. Aku masih memiliki anak yang harus kupertahankan kehidupannya. Kesempatanku masih ada untuk berada di sini, dilihat dari track record.”

“Aku bakal bertanggungjawab untuk kesalahanku, tapi kasih aku kesempatan sekali lagi.”

Ucapan tegas Agnes menghadirkan tarikan senyum Gerald di sudut bibirnya. “Ini artinya, kamu harus tidur denganku.”

Agnes membeku, merasa ucapan Gerald dua hari lalu hanyalah bualan dan ia merasa pria itu tidak akan pernah melakukannya sama sekali.

“Kamu ....”

“Kenapa? Lupa? Kamu udah nggak terikat sama pria mana pun. Kenapa harus kelihatan kaget dan takut? Siapa yang akan marah?”

“Bukannya kamu juga udah nggak ada harga diri lagi?” tanya dirut itu sekali lagi.

Tubuh Agnes gemetar.

Dadanya bergemuruh kuat kembali diberi luka oleh Gerald. “Apa di mata kamu, aku memang nggak ada harga dirinya lagi, Ge, meskipun kita pernah bersama di masa lalu?”

Pertanyaan tersebut memantik kebencian Gerald.

Rahang pria itu mengetat dan wajah Gerald berubah menggelap. Kedua tangan pria itu mengepal di atas meja bersama deru napas melihat sorot terluka yang dilayangkan Agnes.

“Satu luka yang aku goreskan ke kamu. Tapi lebih dari satu luka yang kamu kasih ke aku? Seburuk itu aku di mata kamu, Ge?”

“Sangat tepat. Karena aku ingin menghancurkan tubuh dan perasaan kamu mulai detik ini, Agnes.”

“Hanya ada dua pilihan.”

“Pergi dari jabatan yang sudah kamu ambil selama hampir enam bulan ini. Atau tidur denganku semalam.”

“Karena perempuan murahan, selayaknya diperlakukan serupa.”

Gerald menilik Agnes dengan tatapan merendahkan.

“Pengkhiatan kamu aku balas dengan kenikmatan. Aku rasa itu nggak buruk dan justru ... menjadi keuntungan tersendiri buat kamu yang nggak pernah disentuh pria manapun lagi.”

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status