LOGIN"Kamu yakin aku cinta pertamamu?"Melihat Denzel hendak membahas masa lalu, Natalie buru-buru berkata, "Tunggu, tunggu. Aku saja nggak bahas soal mantanmu, jadi sebaiknya kita berdua jangan saling bongkar masa lalu ya."Denzel mendengus pelan, sementara wajahnya masih tampak tidak senang."Baiklah, aku janji nanti nggak akan lihat pria lain lagi. Mataku cuma untuk kamu." Natalie memeluk lengan Denzel, menggoyangkannya dengan manja. Mata besarnya yang bening menatap tanpa berkedip. Suaranya lembut sekali. "Jangan marah lagi ya?"Jarang-jarang Natalie bersikap manja seperti ini. Suasana hati Denzel pun agak membaik. Akhirnya, dia dengan enggan memaafkannya.Sementara itu, Ivy sama sekali tidak berminat untuk acara perjodohan. Setelah menghadapi secara asal, dia menuju area istirahat, mengambil segelas anggur, lalu duduk di sofa."Ivy!" Sebuah sosok berbaju merah muda melangkah mendekat dan duduk di sampingnya.Dia adalah Xavia, "putri sulung" yang baru ditemukan oleh Keluarga Aksa. Saat
Pertanyaan itu agak sulit untuk dijawab.Kalau dipikir-pikir, pertemuan pertama Natalie dan Denzel sebenarnya tidak begitu terhormat. Mereka pertama kali berkenalan di atas ranjang.Saat Natalie masih bingung harus menjawab apa, Denzel dengan tenang membuka mulut. Nada suaranya santai dan wajahnya tanpa rasa bersalah sedikit pun."Di bar, cinta pada pandangan pertama," jawab Denzel.Ivy mengira itu berarti Natalie yang jatuh cinta duluan pada Denzel. Dia lalu menggoda, "Berarti kamu hebat juga ya, Natalie, bisa menaklukkan pria sedingin Denzel."Di kalangan sosial ibu kota, Denzel memang terkenal sebagai pria dingin dan sulit didekati.Namun, Denzel mengoreksi, "Bukan. Justru aku yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Perlu usaha besar juga buat bisa menaklukkan dia."Kali ini, bukan hanya Ivy yang tertegun, Natalie juga menatapnya dengan mata membulat, jelas terkejut.Denzel jatuh cinta padanya pada pandangan pertama? Sejak kapan? Kenapa dia tidak tahu sama sekali?Natalie mencondon
Puluhan pelayan berseragam merah dan putih berlalu-lalang menyambut para tamu, sementara para tamu bangsawan dengan pakaian mewah terus masuk ke vila.Sebuah karpet merah sepanjang ratusan meter terbentang dari pintu gerbang sampai ke dalam, dihiasi pola rumit dan indah yang tampak dijahit dengan benang emas. Di bawah cahaya senja, karpet itu berkilau memukau.Natalie menggandeng lengan Denzel. Begitu melihat karpet merah itu, matanya langsung terbelalak.Dia memang belum pernah berjalan di atas karpet merah, tetapi sering menonton di televisi bagaimana para bintang terkenal melangkah di atasnya. Biasanya hanya selembar karpet biasa, tetapi yang dipakai Keluarga Aksa berbeda.Di atas karpet itu ada bordiran dengan detail yang luar biasa rumit, bahkan tampak menggunakan bahan-bahan langka yang tidak dia kenal. Jelas, harganya sangat mahal.Jadi, begini rasanya rumah keluarga terkaya? Benar-benar luar biasa.Namun, yang membuat orang terkesima bukan hanya itu karena semua itu hanyalah ba
Keduanya sudah menahan diri berbulan-bulan lamanya. Kini, begitu tubuh mereka saling menempel, hasrat yang terpendam seolah-olah tak lagi bisa dibendung.Natalie melingkarkan tangannya ke leher pria itu, membalas ciumannya dengan penuh gairah. Jemarinya dengan lembut menyentuh wajah dan telinga Denzel.Denzel membalik posisi, menindih tubuh Natalie dari atas. Ciumannya turun seperti hujan yang deras. Panas, mendesak, tak memberi ruang untuk bernapas.Teknik ciumannya sudah mahir. Natalie nyaris tak mampu melawan. Kepalanya terasa melayang. Dia hanya bisa pasrah di bawah kendali Denzel.Gaun tidurnya terlepas dari tubuh. Dua tubuh yang tanpa penghalang akhirnya saling bertaut erat.Sudah lama sekali mereka tidak sedekat ini. Natalie tak kuasa merasa sedikit gugup. Matanya terpejam rapat.Ketika dia mengira Denzel akan melangkah lebih jauh, pria itu tiba-tiba berhenti."Kenapa berhenti?" Natalie membuka mata dengan bingung.Denzel menempel ke telinganya. Napasnya hangat dan berat. "Aku t
Natalie mengangguk pelan. "Dah."Begitu pintu tertutup, senyuman di wajahnya perlahan memudar, meninggalkan sedikit rasa kekecewaan.....Denzel tidak pulang untuk makan malam. Baru menjelang pukul 11 malam, terdengar suara dari ruang tamu. Suara langkah kaki yang tenang semakin mendekat ke arah kamar tidur.Mendengarnya, Natalie segera mematikan lampu dan berbaring miring, berpura-pura tidur. Tak lama kemudian, aroma alkohol yang samar tercium, lalu diikuti suara serak seorang pria."Sudah tidur?"Natalie tetap memejamkan mata, tidak bergerak sedikit pun. Beberapa saat kemudian, pria itu menuju kamar mandi.Sepuluh menit berlalu, kasur sedikit tenggelam. Dada pria yang dingin menempel di punggungnya, tangan besar melingkar di pinggangnya, memeluknya dengan erat dari belakang.Pelukan itu bertahan beberapa saat sebelum tangan itu perlahan bergerak turun, menyelinap dari bawah ujung gaunnya. Sentuhan di sisi paha membuat kulit seakan-akan tersetrum, menimbulkan rasa geli yang sulit dike
"Mau minum apa?" Natalie berbalik menuju bar kecil di rumah sambil bertanya demikian.Harvey menatap punggungnya dan menjawab, "Apa saja boleh.""Kalau begitu, air madu ya." Natalie menyerahkan segelas madu hangat yang baru saja dia buat.Harvey meminum seteguk, lalu memuji, "Rasanya enak. Sepertinya ini madu kualitas tinggi ya."Natalie duduk di sofa tunggal, mengangguk pelan. "Kalau kamu suka, nanti bawa beberapa botol pulang saja.""Terima kasih ya." Harvey tersenyum menawan, lalu meletakkan gelasnya dan secara alami mengubah topik. "Kayaknya Denzel akhir-akhir ini lumayan sibuk ya? Beberapa hari lalu aku lihat dia pulang larut malam."Natalie mengangguk. "Ya, memang lagi sibuk.""Sepertinya karena Grup Awan punya proyek besar dengan Keluarga Aksa." Mata indah Harvey yang besar menatap Natalie tanpa berkedip. "Kamu tahu siapa yang mewakili Keluarga Aksa untuk proyek ini?"Natalie tampak bingung. "Siapa?"Melihat ekspresinya yang sepertinya benar-benar tidak tahu apa-apa, Harvey meng







