"Belum tentu." Natalie tersenyum. "Kalau kamu benar-benar yakin, kamu nggak akan repot-repot datang ke sini buat khusus ngomong sama aku. Itu tandanya kamu sebenarnya nggak pede, 'kan?"Kalimatnya tepat sasaran, menusuk langsung ke hati Joyce.Joyce marah sampai mengepalkan tangan. Matanya tertuju ke perut Natalie, lalu dia berkata dengan nada dingin, "Kamu cuma mengandalkan status anak buat bikin nenek Denzel senang. Jangan terlalu sombong. Hamil sepuluh bulan itu panjang, siapa yang bisa jamin nggak bakal terjadi sesuatu?"Natalie refleks menutup perutnya, tatapannya langsung berubah tajam. "Kalau kamu berani menyentuh anakku, aku nggak akan pernah melepaskanmu."Nada bicaranya lembut, tetapi tatapannya suram. Sangat mirip dengan Denzel.Jantung Joyce bergetar. Di hatinya bahkan muncul rasa takut. Belakangan dia baru sadar bahwa dirinya ternyata takut pada Natalie. Betapa konyolnya itu.Bukankah Natalie hanya wanita yang bergantung pada pria untuk hidup? Natalie berani berbicara sepe
Bukan karena Karina pelit, tetapi biaya hidup di ibu kota memang sangat tinggi. Jika sebagian besar pengeluaran harus habis untuk susu bubuk, maka untuk kebutuhan sehari-hari dan menghadapi kemungkinan sakit mendadak akan jadi sangat sulit.Natalie mengembalikan susu bubuk itu ke dalam troli. Dia tahu Karina pasti tidak ingin membuatnya repot, jadi dia pun menenangkannya terlebih dulu, "Nggak apa-apa, biar aku saja yang beli. Aku sehari-hari juga nggak banyak mengeluarkan uang.""Masih cukup untuk beliin susu bubuk buat keponakan sendiri. Yang penting sekarang kesehatan dan daya tahan tubuh Rara bisa meningkat dulu. Kalau kalian merasa nggak enak, nanti kalau sudah ada uang baru kembalikan padaku, nggak masalah.""Kalau begitu baiklah, nanti kami akan menggantinya." Karina menatap Natalie penuh rasa terima kasih. "Rara punya bibi sepertimu, itu benar-benar rezekinya."Natalie mengusap lembut pipi mungil Rara, matanya dipenuhi kasih sayang. "Dia anak kakakku, kalau bukan aku yang sayang
Aura yang dipancarkannya juga tidak bisa diremehkan. Pria muda itu menyerahkan resep dengan sikap sangat hormat, "Pak Darma, ini resepnya.""Sudah ketemu sama orangnya?" tanya Darma dengan suara tegas dan berwibawa.Pria muda itu mengangguk, "Sudah, Pak. Bu Natalie itu memang cantik, karakternya juga kelihatan baik. Waktu saya mencoba membeli resepnya, dia bahkan awalnya nggak mau menerima uang."Darma terdiam beberapa saat, lalu kemudian berkata, "Oke, pulanglah."....Sejak pesta ulang tahun hari itu, Fabius tidak lagi mencari masalah dengan Natalie, juga tidak pernah mengajak Denzel berbicara. Tak ada yang menyangka ternyata orang tua itu sedang menyiapkan langkah besar.Di lantai satu Grup Awan, ada sebuah layar besar yang biasanya dipakai untuk memutar video promosi secara bergantian.Hari itu, layar tiba-tiba berganti menayangkan siaran berita lokal. Tayangan yang muncul adalah cuplikan Fabius saat diwawancarai media dan di sampingnya berdiri Joyce.Menjelang akhir wawancara, ada
Denzel terkekeh pelan, "Aku juga nggak berniat memberinya jalan pintas. Dengan kemampuan kakakmu, masuk ke Grup Awan itu nggak susah."Mata Natalie kembali berbinar. "Baiklah, kalau begitu nanti setelah dia pulang dari dinas, aku akan cari kesempatan untuk bicara sama dia.""Oke." Denzel mengusap kepalanya, lalu menatapnya dengan lembut. "Ayo kita turun, sepertinya sebentar lagi sarapan siap."Setelah sarapan di rumah lama, Natalie dan Denzel pun pergi. Denzel memutar cukup jauh untuk mengantarkan Natalie ke Harmoni Medika lebih dulu, barulah dia berangkat ke kantor.Seperti biasa, Natalie mengikuti Alexa menyelesaikan tugas belajar hari itu, kemudian ikut duduk di ruang praktik untuk menangani pasien. Perpaduan teori dan praktik klinis membuat kemajuannya sangat pesat.Menjelang siang, setelah menangani pasien terakhir, Natalie bersiap hendak keluar untuk makan siang.Saat itu, pintu ruangannya tiba-tiba terbuka."Maaf, sekarang jam istirahat. Kalau ingin berobat, silakan datang lagi
"Jantan.""Sudah dikebiri?""Belum."Pertanyaannya agak banyak, membuat Natalie sempat meliriknya dengan sedikit heran.Harvey buru-buru menjelaskan, "Begini, aku juga punya seekor kucing betina, sama-sama kucing oren seperti Oyen. Aku berencana membiarkannya melahirkan sekali dulu baru nanti disterilkan ...."Sebagai sesama pencinta kucing, Natalie langsung paham maksudnya. "Kamu ingin menjodohkan Oyen dengan kucingmu, ya?"Harvey mengangguk dengan tatapan tulus. "Boleh?""Tentu saja boleh."Kesan Natalie terhadap Harvey cukup baik, apalagi sebelumnya Harvey pernah membantunya. Karena itu saat Harvey meminta tolong, dia pun langsung menyetujuinya.Senyum di wajah Harvey semakin dalam. "Terima kasih, nanti aku traktir makan."Natalie melambaikan tangan, "Nggak usah repot.""Kalau ada waktu, kita janjian di suatu tempat, biar Oyen dan Manis bisa saling kenal dulu." Kucing betina milik Harvey bernama Manis.Natalie pun mengangguk menyetujui."Apa yang kalian bicarakan?" Entah sejak kapan
"Ternyata begitu ya." Denzel tersenyum tipis, tidak tampak terlalu terkejut. Natalie mengangkat wajah mungilnya dan mengedipkan matanya yang jernih. "Kenapa kamu kelihatan sama sekali nggak kaget?"Denzel mencolek lembut hidung mancungnya. "Kamu murid Alexa, jadi ini di luar dugaan sekaligus juga dalam dugaanku.""Apa maksudnya?" Natalie merasa agak bingung karena tidak paham dengan perkataannya.Denzel menjelaskan sambil tersenyum, "Waktu pertama kali kamu datang ke ibu kota, aku mengkhawatirkan keamananmu, jadi aku menugaskan orang berjaga di luar kompleks. Setiap kali kamu keluar, mereka akan mengikutimu. Waktu itu kamu sering pergi ke Kuil Pawana dan kebetulan juga Alexa tinggal di sana ...."Denzel mengangkat alis, lalu tidak melanjutkan lagi sisa ucapannya.Natalie malah semakin bingung, "Kalau kamu sudah menebaknya, kenapa masih harus ke Harmoni Medika untuk memohon agar Guru menerimaku jadi murid?""Aku cuma menduga, belum yakin benar apakah kamu dan Alexa memang punya hubungan