Share

5. Siapa Peduli?

Penulis: Vhiaraya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-15 16:20:32

Yuriko menunduk menatap tubuhnya yang berbalut jas. "Ti-tidak, Pak. Saya akan masuk ke dalam mobil sekarang juga," balas Yuriko bergegas beranjak.

Ia tahu maksud Wolf baik. Di tengah malam begini, tidak aman baginya untuk naik kendaraan umum. Lagi pula, tidak ada kendaraan umum di pukul satu malam. Yang ada hanya berandalan yang akan mengganggunya di jalan.

"Tunggu! Bisakah saya duduk di samping Pak Reza saja?" bisik Yuriko meminta. Ia benar-benar takut jika harus duduk di samping Wolf.

"Tidak bisa, Nona," tolak Reza menggeleng pelan.

"Baiklah," ujar Yuriko pasrah.

Sambil menghembuskan nafas berat, wanita itu masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Wolf. Ia tidak bisa terlalu dekat dengan atasannya dan memilih memberingsut ke pintu.

"Cih! Kemarin kau begitu berani meninggalkanku di tengah pembicaraan yang sangat penting," batin Wolf tersenyum menyeringai melihat kaki Yuriko bergetar.

Merasa ada yang memperhatikan, Yuriko melirik dan tatapan matanya bertemu dengan tatapan tajam Wolf. Kemudian, ia kembali menundukkan kepalanya dan memperdalamnya.

"Ya Tuhan ... Kapan aku akan sampai rumah?" bisik Yuriko dalam hati.

Ia tidak bisa berlama-lama di satu ruangan yang sama dengan pria dingin itu. Apalagi di ruangan yang sempit itu. Rasanya sangat sulit sekedar untuk bernafas.

"Astaga, iya! Aku bahkan belum menyebutkan alamat rumahku, tapi kenapa Pak Reza tidak bertanya?"

"Alamat rumah Nona Yuriko di mana? Tadi saya lupa menanyakannya," tanya Reza bertepatan dengan pemikiran Yuriko.

"Turunkan saya di depan Rumah Sakit Internasional Heaven. Rumah saya tidak jauh dari sana," sahut Yuriko tidak berniat menyebutkan alamat rumahnya.

Meskipun tidak menyebutkan alamat rumahnya, Wolf dan Reza sudah tahu karena sebelumnya mereka sudah mengorek informasi pribadi Yuriko. Wanita itu menjual rumahnya untuk biaya pengobatan neneknya dan memilih mengontrak rumah di dekat rumah sakit tempat neneknya dirawat.

"Baik, Nona," kata Reza bergegas menaikkan laju mobil.

Sepanjang jalan, tidak ada yang membuka suara. Wolf duduk santai menatap lurus ke depan. Sedangkan Yuriko, wanita itu berubah menjadi patung. Duduk diam seolah tidak bernafas dan memang ia tidak bisa bernafas berada di dekat Wolf sedekat itu. Apalagi mengingat kejadian kemarin di mana pria itu mengajukan perjanjian kontrak pernikahan.

"Sudah sampai, Nona," celetuk Reza di tengah keheningan.

Entah sudah berlalu berapa lama, tiba-tiba mereka sudah sampai di depan Rumah Sakit Internasional Heaven. Padahal beberapa saat yang lalu Yuriko baru masuk ke dalam mobil. Wolf menghembuskan nafas kasar membuat Reza menatap ke arah cermin.

"Sial! Kenapa cepat sekali?" keluh Wolf dalam hati.

"Iya, Pak Reza." Yuriko merapikan jas yang melekat di tubuhnya, "Terimakasih banyak atas bantuannya, Pak," kata wanita itu sambil menundukkan kepalanya ke arah Wolf.

Wolf sama sekali tidak menjawab. Ia sama sekali tidak bergerak dan tetap pada posisi semula. Duduk tegap, melipat tangannya di depan, dan melipat kaki. Tatapan matanya lurus ke depan dengan aura dingin yang menyelimuti tubuhnya.

"Kalau begitu, saya permisi. Sekali lagi, terimakasih banyak," pamit Yuriko sebelum akhirnya keluar dari mobil.

"Kenapa kau terburu-buru sekali, Reza?" tanya Wolf dingin.

Ia tidak tahu apa yang ada di kepala sekretarisnya, hingga terburu-buru sekali mengemudikan mobilnya.

"Ma-maaf, Pak." Reza terbata dengan suara yang bergetar ketakutan. Sejak mendengar helaan nafas sang bos, perasaannya sudah berubah tidak enak.

"Maaf-maaf! Seharusnya kau menggunakan kecepatan rendah bukannya malah terburu-buru seperti ini. Memangnya kau pikir kau sedang membawa wanita hamil yang akan segera melahirkan?" omel Wolf panjang lebar.

Seharusnya, Reza melihat situasi dengan menurunkan kecepatan sehingga waktu bergerak lambat. Tidak mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi dan membuat waktu Wolf bersama Yuriko bergerak begitu cepat. Seharusnya pria itu tahu kalau bosnya sedang kasmaran.

"Maaf, Pak. Saya pikir, Nona Yuriko merasa tidak nyaman dalam situasi ini. Jadi, saya menaikkan kecepatan agar cepat sampai," sanggah Reza takut-takut sambil sesekali melirik ke arah spion menatap pantulan wajah bosnya.

"Siapa peduli? Harusnya kau tahu kalau aku menyukai situasi ini," ujar Wolf menggebu.

Alasan apa pun yang Reza berikan tidak akan membuat Wolf mengerti. Ia hanya peduli tentang kebersamaannya dengan Yuriko yang sangat-sangat singkat.

"Sekali lagi, saya minta maaf, Pak. Besok pagi Anda bisa memanggil Nona Yuriko ke ruangan Anda dan membahas perjanjian kontrak pernikahan," balas Reza berusaha memecah kemarahan bosnya. Ia yakin, Wolf akan berhenti marah jika membahas masalah perjanjian itu.

"Baiklah, kali ini aku maafkan dan besok pagi kau bertugas untuk memanggil Yuri ke ruanganku," ujar Wolf dengan api amarah yang kian meredup.

Sejak pertama kali melihat Yuriko di depan lift, Wolf selalu terbayang-bayang wanita itu. Bahkan perasaannya terhadap Theona tiba-tiba musnah begitu saja. Mungkin karena ia sudah benar-benar tidak memiliki harapan. Tentu saja karena wanita itu sudah berkumpul lagi bersama suaminya dan hidup bahagia.

Mengingat soal Theona, sepertinya Wolf tidak ingin menyesal lagi seperti dulu. Ia akan mengutarakan perasaannya pada Yuriko apa pun yang terjadi. Ia tidak akan memendam perasaannya dan menyesal karena Yuriko direbut laki-laki lain, seperti ketika Theona direbut oleh Ikosagon karena ia tidak berani mengutarakan perasaannya.

"Baik, Pak," tegas Reza sambil menghela nafas lega.

"Ikuti Yuri. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk di jalan dia pulang," ujar Wolf memerintah.

"Baik, Pak," tegas Reza lagi. Kemudian, ia mengemudikan mobil secara perlahan mengikuti Yuriko agar tidak ketahuan.

Perlahan, mobil mengikuti Yuriko. Akan tetapi, wanita itu berjalan masuk ke area gang sempit dan sangat tidak mungkin untuk dilewati sebuah mobil. Jadi, Reza menghentikan mobil dan bertanya.

"Saya yang turun dan mengikuti Nona Yuriko atau Anda, Pak?"

"Biar aku saja," sahut Wolf.

Pria itu melepas sabuk pengaman dan bergegas turun. Mengikuti Yuriko karena takut di gang sempit itu ada orang yang ingin berbuat jalan. Sekitar lima sampai tujuh menit berlalu, Yuriko sampai di deretan kontrakan tiga petak. Lalu, ia mengeluarkan kunci dan tas, membuka pintu, dan masuk. Sedangkan Wolf langsung berbalik pergi setelah memastikan Yuriko aman sampai di rumah.

***

Keesokan harinya, Wolf sedang duduk di kursi kerjanya dengan gusar. Ia sudah tidak sabar menunggu Yuriko datang ke ruangannya. Sepersekian detik kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Tiba-tiba, kedua sudut bibir pria itu naik sempurna. Kemudian, ia lekas merapikan ekspresi wajahnya dan menunjukkan ekspresi dingin.

"Masuk!" seru Wolf.

Dalam satu kali kedipan mata, pintu terbuka dan terpampanglah wajah pas-pasan Yuriko. "Anda memanggil saya, Pak?" tanya wanita itu.

"Ya, duduklah!"

Yuriko pun lekas melangkah masuk, menarik kursi, dan duduk sambil menundukkan kepalanya. Ia mengangkat pandangan sekilas sebelum akhirnya kembali menundukkan kepalanya.

"Jadi, kenapa Anda memanggil saya?" tanyanya lagi.

"Nenekmu dirawat di rumah sakit dan membutuhkan biaya yang cukup besar, bukan?"

Yuriko cukup terkejut. Ia mengangkat kepalanya dan menatap Wolf dengan manik mata terbelalak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jebakan Nikah Kontrak    49. Senang Sekali Menguji Kesehatan Jantungku

    "Anak kita laki-laki, Mas," kata Yuriko mengingat sang suami belum tahu."Jangan bercanda, Yuri! Hal seperti ini tidak bisa kau jadikan sebagai candaan," protes Wolf tidak suka."Aku serius, Mas. Kalau tidak percaya, kau bisa lihat di papan nama. Bahkan nama putra kita belum ditulis," ujar Yuriko menjelaskan.Sontak, Wolf langsung berjongkok dan memeriksa papan nama. Di sana terlihat jelas di bagian nama kosong dan di bagian jenis kelamin menunjukkan tulisan laki-laki."Astaga!" Wolf terlihat seperti orang yang sedang melihat hantu. Manik mata dan mulutnya terbuka lebar. Ia sampai jatuh terjengkang ke belakang karena terlalu terkejut melihat bayinya berjenis kelamin laki-laki."Bagaimana bisa?" Wolf menyentuh kepalanya dan sedikit mencengkeram rambutnya.Beruntung waktu itu tidak hanya membeli pakaian berwarna pink saja, tetapi ada warna ungu juga. Jadi saat ini, bayi laki-laki itu memakai pakaian berwarna ungu. Tidak masalah jika anak laki-laki memakai pakaian warna itu."Maaf, Mas.

  • Jebakan Nikah Kontrak    48. Dua Garis

    "A-apa? Ha-hamil?" Manik mata Wolf terbelalak dengan senyum yang mengembang, "Apa kau sungguh hamil, Sayang?" imbuhnya bertanya pada sang istri."Aku tidak tahu, Mas," sahut Yuriko menggeleng bingung.Selama ini, ia hanya menikmati kehidupan rumah tangganya dengan Wolf. Ia bahkan tidak sadar akhir-akhir ini sering sekali makan. Porsinya masih normal, tetapi ia sering menikmati camilan. Baik ketika di rumah maupun di perusahaan."Coba kau beli test pack di apotik. Kalau tidak, panggil dokter keluarga kita ke rumah," kata Grizeljoy menyarankan."Nah iya, Benar. Kalau bisa, panggil dokter kandungan saja ke rumah biar lebih pasti," timpal Antariksa ikut menyarankan.Rupanya selain Wolf, dan Grizeljoy yang terlihat bersemangat, Antariksa pun jauh lebih bersemangat daripada mereka berdua. Namun alih-alih meminta putra San menantunya pergi ke rumah sakit, ia justru berkata untuk membawa dokter spesialis kandungan ke rumah."Bagaimana kalau test pack saja? Nanti kalau positif, Yuri sama Mas W

  • Jebakan Nikah Kontrak    47. Kau Hamil?

    "Kita sudah menikah, tapi hanya sedikit orang yang tahu. Menurutmu, apa kita perlu membuat perayaan untuk mengumumkan pernikahan kita?" Satu bulan berlalu setelah drama merajuk yang Wolf buat. Kini, pria itu sedang bermanja-manja dengan Yuriko di dalam selimut. Mereka baru saja menyelesaikan ritual percobaan pembuatan anak yang entah sudah berapa puluh atau mungkin berapa ratus kali."Siapa bilang sedikit? Semua karyawan di perusahaan tahu tentang status kita. Jadi aku pikir, kita tidak perlu merayakannya. Itu hanya akan buang-buang waktu dan uang saja," tolak Yuriko.Tidak peduli mau seberapa banyak orang yang tahu tentang pernikahannya. Yang paling penting sekarang hidupnya sudah bahagia. Tanpa ada yang ditutup-tutupi dan saling terbuka satu sama lain meski hanya hal kecil sekalipun."Tidak, Sayang. Untuk hal seperti ini tidak bisa dibilang sebagai buang-buang uang." Wolf menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan pemikiran sang istri.Selain karyawan di perusahaan, Wolf ingin men

  • Jebakan Nikah Kontrak    46. Satu, Dua, atau Tiga?

    Yuriko menatap manik mata Wolf yang terlihat berkaca-kaca. Terlihat sekali bahwa pria itu sudah terlalu putus asa. Tidak tahu harus melakukan apa dan dengan cara apa agar Yuriko mau memiliki anak dengannya."Kenapa? Apa masih belum cukup?" tanya Wolf nyalang. Rasa-rasanya, kesabarannya sudah habis tak bersisa."Tidak. Aku setuju untuk memiliki anak," sahut Yuriko sedikit menyusutkan tubuhnya. Sebelumnya memang Wolf pernah marah, tetapi kali ini berbeda. Tatapan matanya menunjukkan kemarahan, kekesalan, kekecewaan, dan perasaan lainnya yang tercampur menjadi satu membuat Yuriko kesulitan sekedar untuk bernafas."Hah? Apa? Aku tidak salah dengar, 'kan?" tanya Wolf terkejut.Baru saja ia pasrah atas penolakan yang akan Yuriko lontarkan. Namun ternyata, ia mendengar jawaban yang sangat ingin ia dengar. Bahkan ia sampai tidak bisa mempercayai pendengarannya."Sama sekali tidak. Jadi, kau menginginkan berapa anak? Satu, dua, atau tiga?" sahut Yuriko mantap."A-apa?" Wolf kembali dikejutkan

  • Jebakan Nikah Kontrak    45. Tatap Aku, Yuri!

    "M-mas?" Yuriko langsung menjauhkan tubuhnya dengan raut bingung."Kenapa? Tidak bisa? Mau kembali sama Devon? Ya sudah, sana." Wolf melebarkan matanya dan berkata dengan nada malas. Lalu, ia melangkah ke arah meja kerjanya berusaha mengabaikan Yuriko.Terlihat, Yuriko sedang mengigiti kuku jari tangannya. Menatap Wolf dengan raut keragu-raguan. Haruskah ia mengatakan alasannya?"Bu-bukannya aku tidak mau. Aku hanya ..." Yuriko sengaja menggantung kalimatnya membuat Wolf penasaran."Hanya apa? Hanya karena kau belum mempercayaiku?" tanya Wolf berbalik dan menatap wanita itu sinis."Tidak, bukan karena itu. Aku hanya ... Takut, Mas," sahut Yuriko sambil menundukkan kepalanya.Mendengar kata takut terlontar, sontak membuat Wolf mengurungkan niatnya untuk duduk. Ia kembali mendekat ke arah Yuriko dan menyentuh bahunya."Tatap aku, Yuri!" pinta Wolf.Melihat bagaimana kondisi sang istri saat ini membuat Wolf tidak tega. Sebenarnya, ia tidak bisa jauh meski hanya sebentar. Namun, ia terpak

  • Jebakan Nikah Kontrak    44. Kalau Begitu, Berikan Aku Seorang Anak

    "Itu tidak benar, Mas. Hal itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan dia." Yuriko menyentuh lengan Wolf dan tangisnya semakin pecah."Turun!" seru Wolf."Tidak, Mas. Aku tidak akan turun sebelum kau mempercayai kata-kataku," tolak Yuriko sambil menggeleng cepat.Wolf menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kasar. Ia pikir, Yuriko tidak akan pernah mau mendengarkan ucapannya. Jadi, ia memutuskan untuk keluar dan menurunkan semua barang belanjaan di depan lobby apartemen. Setelah itu, ia menarik tangan Yuriko agar turun dari mobil."Mas, aku mohon! Kali ini saja percaya padaku. Semua yang aku katakan benar. Aku tidak sengaja bertemu dengannya dan aku tidak ingin memiliki anak bukan karena dia." Yuriko berjalan mengikuti Wolf yang hendak masuk ke dalam mobil."Minggir!" seru Wolf ketika Yuriko menghalangi jalannya."Mas, aku mohon!" lirih Yuriko. Namun sayangnya, sang suami sama sekali tidak peduli dengan permohonannya.Wolf menyentuh bahu Yuriko dan mendorongnya ke samping. La

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status